Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri Tuvalu Kausea Natano mengumumkan pakta keamanan dan migrasi bilateral di sela-sela pertemuan para pemimpin Pasifik di Kepulauan Cook pada 10 November, Reuters melaporkan.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Perdana Menteri Tuvalu Kausea Natano di Kepulauan Cook pada 9 November
Berdasarkan perjanjian tersebut, Australia akan menjamin keamanan Tuvalu dari agresi militer, bencana alam, dan pandemi, serta akan memiliki suara dalam pengaturan keamanan negara kepulauan tersebut dengan negara-negara lain. Perdana Menteri Albanese mengatakan bahwa ini adalah perjanjian terpenting Australia dengan negara kepulauan Pasifik , yang memastikan Australia "akan hadir saat Tuvalu meminta dukungan militer".
Pakta tersebut juga mengikat kedua negara untuk "bersama-sama menyepakati kerja sama, rencana, atau keterlibatan apa pun dengan negara atau entitas mana pun terkait masalah keamanan dan pertahanan di Tuvalu." Seorang pejabat Australia mengatakan hal ini mencakup rencana di sektor pertahanan, kepolisian, pelabuhan, telekomunikasi, energi, dan keamanan siber Tuvalu.
Konten lain yang berkomitmen oleh kedua negara adalah bahwa warga negara Tuvalu akan dapat tinggal, belajar, dan bekerja di Australia, memiliki akses terhadap pendidikan, perawatan kesehatan, pendapatan, dan dukungan keluarga.
Australia akan mengizinkan 280 orang dari Tuvalu untuk bermigrasi setiap tahun untuk meningkatkan pengiriman uang ke negara kepulauan berpenduduk 11.000 orang itu, yang semakin terpengaruh oleh perubahan iklim dan naiknya permukaan air laut.
Pulau Funafuti Tuvalu pada tahun 2004
Perdana Menteri Natano mengatakan Tuvalu telah mengusulkan perjanjian yang mencakup ketentuan untuk "melindungi dan mendukung satu sama lain saat kita menghadapi ancaman perubahan iklim dan tantangan geostrategis".
Di sisi lain, pendanaan juga akan disediakan oleh Australia untuk reklamasi lahan guna memperluas wilayah ibu kota Tuvalu, Funafuti, sebesar 6%.
Tuvalu yang terletak di dataran rendah merupakan salah satu negara yang paling berisiko terkena dampak perubahan iklim. Dua dari sembilan atolnya hampir tenggelam, dan para ilmuwan khawatir seluruh negara kepulauan itu tidak akan dapat dihuni dalam 80 tahun.
Pada konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP27) tahun lalu, Tuvalu mengatakan pihaknya berencana untuk membangun versi digital negaranya dengan pulau-pulau dan bangunan ikonik untuk melestarikan sejarah dan budayanya.
[iklan_2]
Tautan sumber
Komentar (0)