Makanan mewah populer di Tiongkok
Dianggap sebagai hidangan lezat dan bergizi, di Tiongkok, kantung ikan dijual dengan harga antara 450 hingga 1.000 dolar AS/kg. Di Hong Kong saja, harganya bisa mencapai 7.700 dolar AS/kg.
Perut ikan sering dianggap sebagai simbol kekayaan dan kemakmuran, diberikan sebagai hadiah pada acara-acara penting, dan disimpan sebagai investasi spekulatif. Perut ikan merupakan salah satu dari "empat harta karun" masakan Kanton, bersama dengan abalon, teripang, dan sirip hiu.
Alasan utama mengapa perut ikan begitu populer adalah karena khasiatnya sebagai obat. Berkat kandungan kolagen dan seratnya yang tinggi, perut ikan dipercaya dapat membantu menjaga kesehatan kulit, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan melancarkan pencernaan. Perut ikan juga sering direkomendasikan di Tiongkok untuk pemulihan pascapersalinan dan meredakan nyeri pascaoperasi, bahkan digunakan untuk meningkatkan kesuburan pria.
Akibat penangkapan ikan berlebihan di Asia Timur dan di tempat lain, Tiongkok kini mengimpor sebagian besar maw-nya dari Afrika. Khususnya di Uganda, industri maw yang bernilai jutaan dolar sedang berkembang pesat untuk memenuhi permintaan kuliner mewah di Tiongkok.
Uganda saat ini memproduksi setidaknya 520 ton ikan tenggiri setiap tahunnya dan mengekspor 51% dari total tangkapannya ke Hong Kong antara tahun 2012 dan 2019. Pada tahun 2018 saja, Uganda mencatat perdagangan ikan tenggiri dengan pasar Tiongkok senilai $52,1 juta.
Dampak ekologis dan pembentukan industri bernilai jutaan dolar
Pasar Tiongkok dulunya lebih menyukai gelembung renang Meksiko, tetapi perdagangannya diatur ketat oleh otoritas setempat karena ancaman kepunahan beberapa spesies ikan endemik. Akibatnya, pasar Tiongkok telah mengalihkan fokusnya ke ikan dari Danau Victoria (Afrika).
Dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya permintaan dari Tiongkok telah menyebabkan menipisnya banyak spesies ikan di Danau Victoria, yang menyebabkan konsekuensi ekologis dan memengaruhi kehidupan penduduk asli.
Peningkatan permintaan yang pesat telah menyebabkan eksploitasi ilegal ikan muda dan muda, yang menyebabkan populasi ikan di Danau Victoria menurun drastis, merampas mata pencaharian masyarakat. Seiring dengan semakin langkanya stok ikan, para nelayan semakin beralih ke penangkapan ikan ilegal, dengan menangkap ikan seberat 1 kg atau kurang. Penangkapan ikan muda mengancam keberlanjutan spesies ikan di Danau Victoria.
Permintaan kantung renang ikan yang tinggi telah mendorong fokus pada pengambilan organ. Setelah kantung renang dikeluarkan, berton-ton ikan mati dibuang ke danau, menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius dan menghancurkan habitat spesies lainnya.
Patut dicatat, meskipun keuntungan dari perdagangan perut ikan cukup besar, sebagian besar keuntungannya tidak dinikmati oleh penduduk setempat. Sebuah studi tahun 2020 tentang perdagangan perut ikan menemukan bahwa penduduk setempat umumnya memanen dan menjual produk mentahnya kepada tengkulak asing (kebanyakan dari Tiongkok dan India). Setelah dijual kepada tengkulak, perut ikan tersebut dipasok ke pabrik-pabrik pengolahan milik pedagang Tiongkok.
Oleh karena itu, pada tahun 2020, Uganda menandatangani nota kesepahaman resmi dengan Tiongkok di bidang ini, yang menciptakan industri perut ikan dengan kontrol ketat yang akan menguntungkan rakyat Uganda. Para pejabat Uganda memperingatkan bahwa perjanjian ini berarti para pengolah perut ikan harus memenuhi standar yang lebih ketat, terutama dalam hal konservasi perikanan dan perlindungan lingkungan.
(Menurut Fishsite)
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)