Membuka peluang bisnis
Bapak Vu Khanh Toan, konsultan merek Kobler di pasar Vietnam, mengatakan bahwa pasar Vietnam relatif sulit dalam beberapa tahun terakhir. Namun, banyak perusahaan telah menemukan cara lain untuk memperluas pasar, terutama dalam konteks "penghijauan" produksi bahan bangunan dalam kegiatan produksi, dan tren pasar dunia sedang berubah ke arah pengurangan polusi dan ramah lingkungan.
Sebagai perusahaan yang berspesialisasi dalam material lantai kuarsa, Kobler menggunakan teknologi canggih dari Jerman yang dipadukan dengan nilai-nilai ketimuran. Kobler menyediakan solusi konstruksi ramah lingkungan yang memudahkan kontraktor konstruksi maupun pekerja dalam pelaksanaan proyek. Produk-produk merek Kobler menawarkan kepraktisan yang relatif tinggi bagi pelanggan. Material kuarsa memberikan kesejahteraan bagi konsumen dan meningkatkan ikatan antar anggota keluarga.
Untuk menciptakan produk-produk tersebut, Bapak Vu Khanh Toan mengakui bahwa penerapan ESG merupakan pilihan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan efisiensi bisnis. Khususnya dalam hal tata kelola, perusahaan telah berupaya menyederhanakan dan menerapkan teknologi seperti tata kelola untuk meminimalkan risiko dan menghemat biaya secara optimal. Banyak lini produksi menerapkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan perangkat lunak agar mitra asing dapat berkoordinasi dari jarak jauh.
Dengan robot model otomatis untuk membantu meningkatkan manajemen kualitas produk, dengan otomatisasi untuk memastikan kualitas produk yang paling konsisten, memastikan keamanan mutlak, juga berkontribusi dalam melindungi kesehatan pekerja dan lingkungan.
Direktur Perusahaan Saham Gabungan Module9, Do Van Hai, mengatakan bahwa penerapan ESG di perusahaan material konstruksi tidak hanya membantu meningkatkan reputasi dan nilai berkelanjutan perusahaan, tetapi juga berkontribusi positif terhadap perlindungan lingkungan dan pengembangan masyarakat. Khususnya, lingkungan merupakan salah satu industri dengan emisi gas rumah kaca yang tinggi, terutama dari produksi semen dan material konstruksi lainnya.
Perusahaan perlu berinvestasi dalam teknologi produksi yang ramah lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan, meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil, dan mengoptimalkan proses produksi. Hal ini meliputi pembatasan jumlah limbah dari proses produksi material, daur ulang material konstruksi lama, dan penerapan teknologi pengurangan limbah dalam proses produksi.
Bersamaan dengan itu, tingkatkan tanggung jawab sosial dengan menyediakan lingkungan kerja yang aman, memastikan kondisi kerja yang baik bagi karyawan, menerapkan kebijakan kompensasi yang wajar dan melindungi kesehatan pekerja, terutama pada tahap produksi yang dapat membahayakan kesehatan.
"Perusahaan perlu mengembangkan strategi ESG yang komprehensif, menetapkan tujuan spesifik untuk perlindungan lingkungan, hak-hak karyawan, dan pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan bisnis. Selain itu, membangun sistem tata kelola yang jelas, transparan, dan legal, memastikan proses pengendalian mutu, dan meminimalkan korupsi," ujar Bapak Do Van Hai.
Agar berhasil menerapkan ESG, Bapak Do Van Hai juga merekomendasikan agar bisnis perlu menilai status lingkungan, sosial, dan tata kelola mereka saat ini. Ini mencakup penilaian emisi CO2, isu-isu terkait hak karyawan, dan standar tata kelola yang berlaku. Kembangkan strategi spesifik dengan tujuan lingkungan, sosial, dan tata kelola jangka pendek dan jangka panjang.
Misalnya, mengurangi emisi CO2 dalam produksi, meningkatkan pelatihan dan kesejahteraan karyawan, atau meningkatkan mekanisme pemantauan dan pelaporan internal. Integrasikan nilai-nilai ESG ke dalam budaya perusahaan, pastikan semua tingkatan karyawan memahami dan berkomitmen untuk menerapkan standar-standar ini dalam pekerjaan sehari-hari mereka.
Bukan hanya untuk pertunjukan
Dalam industri bahan bangunan, usaha kecil dan menengah (UKM) mendominasi (sekitar 80-90%), sementara perusahaan besar hanya sekitar 10-15%. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak UKM bahan bangunan yang berupaya meningkatkan skala dan kualitas produk untuk memenuhi kebutuhan konstruksi berkelanjutan dan mengurangi dampak lingkungan. Beberapa perusahaan beralih ke produksi bahan bangunan "hijau" yang ramah lingkungan untuk memenuhi persyaratan pasar dan kebijakan pemerintah terkait ESG.
UKM terutama berfokus pada manufaktur dan penyediaan bahan bangunan untuk proyek skala kecil dan menengah, atau melayani pasar regional. Perusahaan-perusahaan ini mungkin menghadapi banyak tantangan dalam hal keuangan, teknologi, dan skala produksi, tetapi mereka fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi untuk memenuhi permintaan pasar.
Para pakar industri meyakini bahwa ketika situasi sosial -ekonomi terus stabil dan pasar properti menunjukkan tanda-tanda pemulihan, peluang untuk mengejar permintaan perusahaan bahan bangunan sangat besar. Namun, untuk meraihnya, perlu memperkuat kapasitas produksi dan meningkatkan kualitas produk guna memenuhi kebutuhan mitra. Oleh karena itu, produk yang ditawarkan harus benar-benar ramah lingkungan, bukan "berlebihan" jika tidak ingin tertinggal dari perusahaan yang mampu memanfaatkan peluang.
Selain itu, legalisasi mutu produk, khususnya dengan Surat Edaran 10/2024/TT-BXD, akan mengendalikan mutu bahan bangunan, sehingga mengurangi kerugian bagi industri konstruksi ketika pelaku usaha wajib mematuhi secara ketat dan memberikan informasi lengkap mengenai mutu produk. Semua produk yang beredar di pasaran harus menyatakan mutunya dengan jelas. Khususnya, produk golongan 2 (semen, ubin keramik, pasir alam, bata beton, dll.) wajib memiliki sertifikat kesesuaian, yang menjamin kepatuhan terhadap standar mutu.
Wakil Ketua Komisi Sekuritas Negara, Bui Hoang Hai, mengatakan bahwa mempromosikan ESG di perusahaan tidak hanya membantu meningkatkan reputasi, tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan. Di tingkat nasional, praktik ESG yang baik dianggap sebagai alat untuk mendukung Pemerintah dalam melaksanakan komitmennya terhadap perlindungan lingkungan demi pembangunan berkelanjutan, terutama target emisi nol bersih yang dikomitmenkan Perdana Menteri pada Konferensi COP26.
Selain itu, Vietnam telah terintegrasi secara mendalam ke dalam ekonomi global, yang mengharuskan bisnis untuk segera memenuhi kriteria ESG agar dapat mempertahankan daya saing.
"Meskipun telah menunjukkan hasil awal, implementasi ESG di Vietnam masih menghadapi banyak tantangan, yang membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan. Perjalanan ini membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan, mulai dari lembaga manajemen, bursa efek, organisasi bisnis, investor, hingga masyarakat," ujar Wakil Ketua Komisi Sekuritas Negara, Bui Hoang Hai.
Dalam laporan terbaru oleh Perusahaan Audit PwC Vietnam yang dilakukan dengan banyak organisasi dan unit terkait, saat mensurvei 234 peserta, tercatat bahwa 80% perusahaan di Vietnam berkomitmen atau berencana berkomitmen terhadap ESG dalam 2-4 tahun ke depan.
[iklan_2]
Sumber: https://kinhtedothi.vn/doanh-nghiep-vat-lieu-xay-dung-cai-thien-noi-luc-de-mo-rong-thi-truong.html
Komentar (0)