Para peneliti di Universitas Elon melakukan studi ekstensif dengan mensurvei ratusan pakar teknologi untuk mengetahui potensi dampak AI terhadap umat manusia. Jawabannya datang dengan peringatan keras: Banyak pakar teknologi khawatir bahwa AI akan memperburuk keterampilan dasar seperti empati dan berpikir mendalam.
Laporan berjudul "Masa Depan Kemanusiaan" ini memiliki panjang hampir 300 halaman dan diterbitkan pada tanggal 4 April, menyediakan analisis dari 301 pemimpin teknologi, termasuk Vint Cerf - salah satu "bapak Internet" dan saat ini Wakil Presiden Google.
Dalam sebuah esai untuk Universitas Elon, futuris John Smart khawatir bahwa sementara sekelompok kecil orang akan semakin mendapat manfaat dari perangkat AI, kebanyakan orang akan menyerahkan otonomi, kreativitas, pengambilan keputusan, dan keterampilan penting lainnya kepada AI yang tidak sempurna.

Perlombaan pengembangan AI saat ini menarik investasi miliaran dolar dari perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Microsoft, dan Meta, dengan tujuan menciptakan "agen AI" yang mampu menggantikan manusia dalam berbagai tugas. Namun, laporan Universitas Elon mempertanyakan apakah janji AI yang membebaskan manusia dari tugas-tugas rutin untuk berfokus pada kreativitas benar-benar terwujud. Penelitian terbaru dari Microsoft dan Universitas Carnegie Mellon juga menunjukkan bahwa penggunaan perangkat AI generatif dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis manusia.
Lebih dari 60% pakar yang disurvei memprediksi bahwa AI akan mengubah kemampuan manusia secara "mendalam dan bermakna" atau "fundamental, revolusioner" dalam dekade mendatang. Namun, hanya 16% yang meyakini perubahan tersebut sebagian besar akan positif, sementara 23% memprediksi dampak negatif akan dominan, sementara sisanya mengatakan manfaat dan risikonya seimbang.
Responden survei juga meramalkan bahwa 12 kualitas seperti EQ, empati, penilaian moral dan kesehatan mental akan terpengaruh secara negatif secara signifikan pada tahun 2035 jika manusia semakin bergantung pada AI untuk memecahkan masalah pribadi dan sosial.

Dalam wawancara dengan CNN, Vint Cert mengatakan bahwa manusia akan segera bergantung pada "agen AI" untuk segala hal, mulai dari mencatat dalam rapat hingga memesan makan malam, menegosiasikan kontrak, dan pemrograman. Namun, meskipun mereka akan menghemat waktu dan energi manusia, ia khawatir mereka akan menjadi tergantung pada AI, meskipun sistemnya rentan terhadap kesalahan. Ia juga menyerukan transparansi dalam pengembangan AI, termasuk pembuatan "jejak audit" untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan AI.
Sementara itu, Tracey Follows, CEO Futuremade, memprediksi bahwa AI tidak hanya berhenti pada chatbot di layar tetapi juga terintegrasi ke dalam kehidupan sehari-hari melalui perangkat yang dapat dikenakan dan ruang hidup.
Namun, ia khawatir manusia bahkan dapat mempercayakan tindakan humanis, seperti empati atau dukungan emosional, kepada AI. "Manusia dapat membentuk ikatan emosional dengan agen AI, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang apakah hubungan nyata akan tergantikan oleh koneksi digital yang lebih terkendali," tulis Follows.
Namun, laporan tersebut juga mencatat beberapa prospek positif. Para ahli memperkirakan AI akan menumbuhkan rasa ingin tahu dan kemampuan untuk belajar, membuat keputusan, dan berpikir kreatif. Perangkat AI saat ini telah menunjukkan potensi dalam menciptakan karya seni atau memecahkan masalah pemrograman, sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru di masa depan.
Mengingat perubahan yang dibawa oleh AI, para ahli menekankan bahwa masih ada waktu untuk mengarahkan teknologi ini ke arah yang positif melalui regulasi, “buta huruf” digital, dan, yang paling sederhana, memprioritaskan hubungan antarmanusia.
(Menurut CNN)
Sumber: https://vietnamnet.vn/cha-de-internet-lo-ngai-con-nguoi-qua-phu-thuoc-ai-2387979.html






Komentar (0)