Meski tidak berada di Cincin Api Pasifik , Malaysia tetap berisiko gempa bumi - Foto: IPROPERTY
Menurut situs berita The Star pada tanggal 31 Maret, para ahli Malaysia memperingatkan bahwa Malaysia masih berisiko terkena dampak gempa bumi meskipun tidak terletak di Cincin Api Pasifik , dan menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat untuk lebih waspada.
Selalu waspada terhadap gempa bumi
Meskipun Malaysia tidak terletak di zona tumbukan antara lempeng tektonik utama, getaran kecil telah tercatat selama beberapa dekade, jadi penting untuk waspada ketika gempa bumi terjadi di negara tetangga, seperti gempa bumi baru-baru ini di Myanmar, kata Abd Rasid Jaapar, presiden Institut Geologi Malaysia.
Secara khusus, risiko gempa bumi lebih tinggi di negara bagian Sabah karena kedekatan wilayah tersebut dengan zona seismik aktif, tempat sering terjadi tabrakan dua lempeng tektonik di bawah Samudra Pasifik, serta pergerakan di sepanjang patahan aktif.
Sejarah menunjukkan bahwa Malaysia pernah mengalami gempa bumi dahsyat, terutama di Sabah dengan kekuatan berkisar antara 6,0 hingga 6,3 SR pada tahun 1923, 1958, 1976, dan 2015. Beberapa gempa bumi juga terjadi di Semenanjung Malaysia, dengan kekuatan berkisar antara 1,6 hingga 4,6 SR pada periode 1984-2013.
Menanggapi peringatan ini, Ketua Asosiasi Kontraktor Bumiputera Malaysia, Datuk Azman Yusoff, mengatakan bahwa sebagian besar bangunan tinggi baru di Malaysia dalam dekade terakhir dibangun dengan standar tahan gempa, termasuk Eurocode 8.
Fitur penting dari Eurocode 8 adalah penggunaan peredam pegas, yang memungkinkan bangunan untuk "mengisolasi" fondasinya dari pergerakan tanah. Fleksibilitas ini membantu menyerap energi seismik dan mengurangi risiko keruntuhan struktur saat terjadi gempa bumi.
Selain itu, Direktur Jenderal Badan Nasional Penanggulangan Bencana Datuk Khairul Shahril Idrus mengatakan, Tim Bantuan dan Pemulihan Bencana Khusus Malaysia (SMART) selalu bersiaga dan rutin melakukan latihan tanggap bencana di wilayah berisiko tinggi seperti Gunung Kinabalu (gunung tertinggi di Malaysia) di negara bagian Sabah.
Peta bahaya gempa bumi dan sistem peringatan tsunami
Departemen Meteorologi Malaysia saat ini mengoperasikan 80 sensor seismik untuk memantau dan mendeteksi gempa bumi. Selain itu, 83 sirene peringatan tsunami (SAATNM) telah dikerahkan di wilayah-wilayah rawan, yang mampu menyampaikan peringatan gempa bumi dalam waktu 8 menit setelah mendeteksi sinyal.
Dr Khamarrul Azahari Razak, direktur Pusat Kesiapsiagaan dan Tanggap Bencana di Universitas Teknologi Malaysia (UTM), menekankan perlunya meningkatkan koordinasi antara lembaga penyelamat dan tim tanggap darurat.
Menurutnya, Pemerintah Malaysia perlu mempertimbangkan strategi evakuasi yang efektif, respon cepat yang terkoordinasi dan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat, terutama dalam memindahkan sejumlah besar orang ke daerah yang lebih aman ketika bencana terjadi.
Sebelumnya pada tahun 2015, gempa bumi berkekuatan 6,0 skala Richter di Sabah, yang terkuat yang pernah tercatat di wilayah tersebut, menewaskan 18 orang.
Pada tahun 2019, Kementerian Sumber Daya Mineral dan Ilmu Kebumian (JMG) memperkenalkan peta bahaya gempa bumi Semenanjung Malaysia, negara bagian Sabah dan Sarawak (Malaysia timur) untuk mengurangi risiko yang terkait dengan gempa bumi.
Peta ini berfungsi sebagai referensi untuk desain bangunan tahan gempa dengan mengklasifikasikan zona bahaya berdasarkan metode percepatan tanah puncak (PGA), sehingga menjamin keselamatan yang lebih besar untuk pekerjaan konstruksi di Malaysia.
Sumber: https://tuoitre.vn/chuyen-gia-malaysia-canh-bao-nong-sau-dong-dat-o-myanmar-20250401093930499.htm
Komentar (0)