Dalam menghadapi tren reformasi pendidikan global, Vietnam mempromosikan kebijakan "satu program, banyak buku pelajaran" untuk menciptakan keberagaman, persaingan yang sehat, dan meningkatkan kualitas pendidikan.
Bagaimana negara menggunakan buku teks?
Akan tetapi, agar model ini paling efektif, perlu dikenali dengan jelas tantangannya dan menerapkan pengalaman dari negara-negara maju.
Pengalaman internasional menunjukkan bahwa Jepang telah lama menerapkan model ini secara efektif. Menurut laporan Institut Nasional untuk Penelitian Kebijakan Pendidikan (NIER) Jepang, kunci keberhasilan negara ini adalah membangun kerangka kurikulum nasional yang terpadu dengan standar keluaran yang jelas.
Penerbit bersaing secara bebas, tetapi harus mematuhi kriteria evaluasi yang transparan, ketat, dan independen. Hasilnya, siswa Jepang memiliki akses ke buku teks berkualitas yang sesuai untuk berbagai wilayah dan audiens.
Di AS, menurut penelitian Pusat Kebijakan Pendidikan Nasional (NEPC), sebagian besar negara bagian menerapkan kebijakan buku teks yang beragam berdasarkan kerangka kurikulum standar federal. Guru secara aktif memilih buku yang sesuai dengan metode pengajaran mereka, sementara ujian disusun secara independen dari buku teks. Berkat hal ini, pendidikan di AS menciptakan fleksibilitas dan kreativitas yang tinggi, beradaptasi dengan setiap lokasi.
Finlandia, negara dengan sistem pendidikan kelas dunia , tidak memaksakan satu buku teks saja, tetapi mendorong guru dan sekolah untuk bebas memilih materi ajar. Menurut Institut Pendidikan Nasional Finlandia, kebijakan ini mendorong guru untuk berkreasi dan mengembangkan kemampuan belajar mandiri siswa, sehingga membantu siswa Finlandia selalu menduduki peringkat teratas dalam peringkat pendidikan internasional seperti PISA.
Vietnam perlu belajar dari pengalaman internasional dalam menerapkan kebijakan yang baku. Foto: HUE XUAN
Strategi yang jelas
Namun, kenyataannya di Vietnam masih banyak masalah yang perlu diselesaikan. Sistem manajemen dan penilaian buku teks saat ini kurang transparan dan objektif, sehingga menimbulkan banyak kontroversi dan keraguan tentang kualitas buku. Guru dan sekolah tidak memiliki cukup waktu dan kondisi untuk mengakses buku-buku baru secara penuh, sehingga mereka masih bergantung pada buku-buku tradisional. Desain ujian masih memiliki banyak keterbatasan karena seringkali hanya mengikuti materi detail dari buku teks, sehingga menciptakan tekanan untuk menghafal dan membatasi kreativitas siswa.
Agar berhasil menerapkan kebijakan keragaman buku teks, Kementerian Pendidikan dan Pelatihan harus terlebih dahulu mengembangkan program pendidikan nasional dengan standar pengetahuan inti dan kompetensi yang jelas. Kementerian juga harus mengumumkan kriteria dan proses penilaian buku teks secara transparan, objektif, dan independen. Penilaian harus melibatkan partisipasi luas dari para pakar pendidikan, budaya, dan sosial, bukan hanya para manajer pendidikan.
Kedua, bangun mekanisme penilaian siswa yang sepenuhnya independen dari buku teks tertentu. Ujian nasional harus dirancang berdasarkan kapasitas dan standar keluaran program, bukan berdasarkan isi rinci buku teks apa pun, yang membantu mencegah hafalan mekanis.
Ketiga, berinvestasilah secara besar-besaran dalam pelatihan guru untuk beradaptasi dengan pengajaran buku teks yang beragam. Kementerian harus mengembangkan kursus pelatihan intensif dan menerbitkan sertifikat wajib bagi guru sebelum menerapkan buku teks baru. Inilah pengalaman Singapura – di mana guru terus dilatih dan diuji kemampuannya dalam mengajar ketika terjadi perubahan dalam materi pembelajaran.
Keempat, dorong pengembangan Sumber Daya Pendidikan Terbuka (OER), sebagaimana telah berhasil diterapkan di Kanada dan Australia. Sumber daya pembelajaran terbuka ini akan mendukung sekolah untuk melengkapi konten yang sesuai dengan karakteristik lokal, sekaligus mengurangi biaya materi pembelajaran dan meningkatkan aksesibilitas bagi daerah tertinggal.
Terakhir, digitalisasi buku teks dan pengembangan infrastruktur digital di sekolah perlu dilakukan secara intensif. Mengikuti jejak kesuksesan Korea, buku teks elektronik yang mengintegrasikan multimedia dan interaksi telah membantu siswa menjadi lebih tertarik belajar, sekaligus mengurangi tekanan menghafal.
Singkatnya, kebijakan buku teks yang beragam bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mendorong kreativitas, dan memenuhi beragam kebutuhan belajar siswa. Vietnam dapat sepenuhnya berhasil menerapkan kebijakan ini jika berani menyerap dan menyesuaikan diri berdasarkan pengalaman internasional yang telah terbukti, dan pada saat yang sama secara menyeluruh mengatasi keterbatasan yang masih ada dalam praktik implementasi di negara kita.
Sumber: https://nld.com.vn/doi-moi-chinh-sach-ve-sach-giao-khoa-196250801211232951.htm
Komentar (0)