Menurut Reuse Economic Journal, ketidakpastian tentang masa depan ekonomi membuat kaum muda memprioritaskan pencarian produk langka yang dapat mempertahankan nilainya, atau bahkan meningkatkan nilainya seiring waktu. Arisa Tanii, pakar perilaku konsumen anak muda di perusahaan periklanan Dentsu Inc., mengatakan bahwa fesyen adalah alat bagi anak muda untuk mengekspresikan diri. Namun, dalam konteks di mana banyak orang mengkhawatirkan prospek ekonomi, daya tarik pakaian vintage juga terletak pada aspek investasinya: memuaskan hasrat sekaligus memberikan nilai berkelanjutan seiring waktu.

Gaya vintage di Jepang memiliki nuansa nostalgia dan romantis, membantu pengguna mengekspresikan kepribadian mereka melalui pakaian yang terinspirasi dari dekade sebelumnya. Anak muda Jepang menyukai gaya ini karena kecanggihan dan keanggunannya, namun tetap memancarkan pesonanya sendiri. Kombinasi ini membantu mereka mengekspresikan selera estetika unik mereka di jantung kota modern.
Pertengahan bulan lalu, di toko Awesome by Bring Harajuku di Tokyo, sebuah kaus bergambar adegan dari anime legendaris tahun 1990-an, Akira, dipajang dengan harga yang mengejutkan: 790.000 yen (5.300 dolar AS), 260 kali lipat lebih mahal dari harga aslinya (sekitar 3.000 yen). Namun, tak lama kemudian, barang tersebut langsung memiliki pemilik baru. Manajer toko Yuki Shimizu, 25 tahun, mengatakan bahwa detail khusus pada barang-barang lama seperti cetakan yang pudar atau pola yang berjumbai semakin meningkatkan nilai produk tersebut. Tak hanya itu, kaus band ternama juga menjadi "harta karun" bagi para kolektor. Susumu Takahashi, 38 tahun, yang menghabiskan 150.000 yen untuk sebuah kaus bergambar band ternama, berkata: "Kaos itu punya kisahnya sendiri. Entah masih bisa dipakai atau robek, kaus itu tetap bernilai. Ketika saya tidak ingin menyimpannya lagi, saya bisa menjualnya kembali."
Staygold Inc., yang mengoperasikan banyak toko barang antik di Tokyo, mengatakan bahwa anak muda masa kini rela "menghabiskan uang" untuk barang-barang unik dengan penghasilan dari pekerjaan paruh waktu mereka. Mereka kemudian membagikan "trofi" mereka di media sosial, menjadikannya pernyataan mode pribadi. Setelah kegembiraan mereda, barang-barang ini dijual kembali untuk mengumpulkan dana bagi perburuan barang antik berikutnya. Siklus berburu—memamerkan hasil—menjual kembali—membeli barang baru pun terus berlanjut, mengubah mode lama menjadi tren yang semarak dalam gaya hidup generasi muda.
Barang fesyen ini juga menarik wisatawan ke Jepang. Charlotte Xu, 18 tahun, seorang turis Australia, senang mengunjungi toko-toko barang bekas di Harajuku, dan berkata: “Saya merasa di Jepang, semua pakaian bekas berkualitas tinggi…, kalau tidak, mereka akan dengan jelas mencantumkan bagian mana yang rusak. Di negara saya, semuanya menumpuk, kita harus mencarinya sendiri. Sedangkan di sini, semuanya rapi dan bersih, kita bisa dengan mudah menemukan apa yang kita inginkan.”
Tak hanya populer di dalam negeri, barang-barang fesyen vintage dan bekas Jepang juga sangat populer di Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya, karena semua orang tahu bahwa orang Jepang sangat menjaga barang-barang mereka, dan semua yang mereka tawarkan berkualitas tinggi.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/gioi-tre-nhat-ban-chuong-thoi-trang-vintage-post811053.html






Komentar (0)