Orang-orang di sini memanggilnya "Yen Xoi Bertangan Satu", seorang wanita yang tidak menyerah pada takdir, menggunakan kakinya yang kokoh dan hati yang berapi-api untuk mengatasi batas-batas yang diuji kehidupan padanya.
Selama hampir tiga puluh tahun, Ibu Vu Hai Yen, 54 tahun, bangun sebelum fajar untuk mencari nafkah dengan menjual nasi ketan, meskipun kehilangan lengannya karena sakit di usia dua puluhan. |
Hanya dengan satu tangan, ia dengan cepat menata nampan-nampan daging, kotak-kotak bawang goreng keemasan, mangkuk-mangkuk buncis yang empuk, stoples-stoples acar asam manis... semuanya tertata rapi di atas meja kecil di depan teras. Ia berkata: "Hidup dan mantel tidak menunggu orang punya cukup uang untuk bekerja." |
Dengan tangan yang lincah, Ibu Yen masih dengan terampil membuka tutup panci, menyendok, dan membungkus nasi ketan. "Pada tahun 1997, saya harus mengamputasi tangan saya karena tumor ganas. Tetapi jika saya kehilangan tangan saya, apakah saya akan kehilangan nyawa saya? Saya masih punya anak dan saya masih harus hidup," ujarnya sambil tersenyum tipis, seolah rasa sakit itu bukan lagi hal yang berarti dalam perjalanan hidupnya yang penuh ketangguhan. |
Nasi ketannya selalu panas, harum, dan lembut, bagaikan hati sang juru masak. Kehangatan dari sepanci nasi ketan tak hanya menghangatkan hati para pengunjung sarapan, tetapi juga menyehatkannya selama bertahun-tahun hidup sendirian di dunia ini. |
Tanpa lengan kanan, Ibu Yen belajar membungkus nasi ketan dengan satu tangan dan lutut sebagai tumpuan. Setiap gerakan, mulai dari menyendok nasi ketan hingga membungkus daun, dilakukan dengan rapi layaknya seorang seniman pertunjukan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, tanpa panggung, tanpa penonton, hanya tekadnyalah yang menjadi satu-satunya cahaya yang membimbingnya melewati tahun-tahun sulit. "Awalnya, daunnya sobek, dan nasi ketan terus berjatuhan. Tapi setelah sering melakukannya, saya jadi terbiasa. Tidak ada yang mengajari saya cara hidup dengan satu tangan, saya harus belajar sendiri," ujarnya sambil membungkus nasi, gerakannya tegas, matanya berbinar-binar. |
Sudut teras kecil itu kini menjadi tempat orang-orang tak hanya datang untuk membeli nasi ketan, tetapi juga untuk menemukan sapaan hangat dan kisah positif untuk mengawali hari. "Saya sudah menyantap nasi ketan Anda selama lebih dari 20 tahun, tetapi yang saya kagumi adalah vitalitas Anda. Dengan satu tangan, Anda bisa melakukan lebih banyak hal daripada banyak orang dengan dua tangan," kata Bapak Hoang Phi Hung, pelanggan tetapnya, sambil tersenyum. |
"Saya sudah memakannya sejak kecil, mungkin lebih dari sepuluh tahun. Waktu SD, Ibu sering mengajak saya ke sana untuk membelinya. Sekarang kalau saya berangkat sekolah pagi-pagi, saya juga mampir makan di tempatmu. Bu Yen tidak hanya menjual ketan, tapi juga mengajari saya untuk tekun," ujar Mai Duc Minh, siswa kelas 9, dengan gembira. |
Tak hanya berjualan nasi ketan, ia kini juga menjadi "tiktoker yang berkemauan keras". Setiap pagi, ia menyalakan siaran langsung untuk bercerita, membalas komentar, dan menyebarkan semangat positif. Terkadang, barang dagangannya belum habis terjual, tetapi penonton sudah membanjirinya untuk memujinya sebagai "pahlawan sehari-hari". "Semua orang sangat menyemangati saya, membuat saya lebih bahagia dan optimis," ungkapnya. |
Setiap sore, ia pergi ke pusat kebugaran. Bukan untuk memamerkan lekuk tubuhnya, melainkan untuk menjaga kakinya tetap kuat, punggungnya tegak, dan pikirannya tetap tenang. Ia berkata: "Saya hanya punya satu tangan, jadi saya harus lebih memperhatikan kesehatan saya daripada orang lain. Selama saya sehat, saya akan hidup dan bekerja." |
Tak ada wajah di pusat kebugaran yang lebih cerah daripada senyumnya. Ia berkeringat, tetapi saya tak pernah mendengarnya mengeluh lelah. Perempuan ini berolahraga bukan untuk estetika, melainkan untuk harga diri, untuk kehidupan, karena ia ingin menjalani setiap hari dengan maksimal dalam setiap tarikan napasnya. |
Meskipun ia adalah "Yen yang membuat nasi ketan dengan satu tangan", ia telah mengangkat seluruh hidupnya, sedikit demi sedikit. Karena terkadang, tekad tak perlu diungkapkan dengan kata-kata, cukup diam-diam dan gigih, seperti cara Yen membungkus nasi ketan dengan satu tangan selama hampir 30 tahun.
Laporan foto: Mai Anh
Sumber: https://baotuyenquang.com.vn/xa-hoi/202508/nghi-luc-cua-yenxoi-mot-tay-db20751/
Komentar (0)