Setelah dua setengah tahun kemarau, hujan kembali turun di wilayah Borena di Ethiopia selatan. Hujan deras baru-baru ini telah menghijaukan kembali pemandangan. Namun, hujan datang terlambat bagi Saku Shuna, 89 tahun, yang meringkuk di tenda sempit.
Seperti 28.000 orang lainnya di kamp pengungsi di luar kota Dubuluk, Shuna adalah seorang penggembala yang pindah ke kamp setahun yang lalu setelah ternaknya mati karena kekurangan air dan makanan. "Ibu saya adalah perempuan yang kuat dan bersemangat. Ia biasa pergi ke mana-mana dan minum susu kapan pun ia mau," ujar putrinya, Loko, kepada The Guardian.
Kini ia begitu lemah karena kelaparan hingga tak bisa duduk atau bahkan berbicara. Ia menerima beberapa kilogram tepung jagung setiap bulan dari sebuah LSM , tetapi terlalu sulit dicerna. Meskipun Loko tahu bahwa susu adalah satu-satunya makanan yang bisa dimakan ibunya, ia tidak punya uang untuk membelinya. "Saya merasa tak berdaya," katanya sedih. "Saya menyaksikannya sekarat."
Saku Shuna bersandar lelah pada putrinya di tenda yang sempit. Foto: The Guardian |
Tanduk Afrika dilanda kekeringan terburuk dalam empat dekade, yang dipicu oleh perubahan iklim. Duduk di luar tendanya di kamp, Kiro Godana, berusia 90-an, mengatakan ia telah menyaksikan banyak kekeringan, tetapi kali ini adalah yang terburuk. “Dulu, mungkin tidak ada hujan selama satu musim. Kami mungkin kehilangan satu atau dua sapi, dan yang lainnya masih hidup. Namun, kekeringan ini jauh lebih lama. Itulah sebabnya sapi-sapi kami tidak bertahan hidup,” kata Godana. Sementara itu, Boru Dido yang berusia 85 tahun mengatakan kekeringan telah membuat keluarganya tidak punya apa-apa. Ia tidak punya harapan untuk masa depan. “Akhir-akhir ini memang ada hujan, tetapi ternak mati, tanaman mati, kesehatan kami menurun, kami tidak punya apa-apa,” keluhnya.
Curah hujan terendah yang mencapai rekor telah menyebabkan sekitar 22 juta orang di Kenya, Etiopia, dan Somalia berisiko kelaparan. Lansia termasuk yang paling terdampak. Di Borena, separuh dari mereka yang berusia di atas 60 tahun mengalami malnutrisi, angka tertinggi yang pernah tercatat untuk lansia di wilayah tersebut. Lembaga-lembaga bantuan hanya memberikan sedikit dukungan kepada lansia, dengan anak-anak dan ibu sebagai prioritas, kata Samson Yigezu dari LSM HelpAge International. Lansia yang kelaparan membutuhkan bantuan khusus, seperti makanan bergizi yang mudah ditelan, kata Yigezu. Makanan ini terkadang didistribusikan di kamp tempat Shuna tinggal, tetapi hanya kepada ibu-ibu yang memiliki anak kecil.
TU ANH
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)