
Satelit GRACE, yang terbang secara berurutan dari tahun 2002 hingga 2017, mendeteksi perubahan gravitasi Bumi - Foto: NASA
Studi yang dipublikasikan di Geophysical Research Letters ini menunjukkan bahwa struktur batuan di bagian terdalam mantel dapat berubah secara dinamis dalam rentang waktu yang singkat. Temuan ini dapat memiliki implikasi penting untuk memahami bagaimana gempa bumi besar terbentuk atau bagaimana medan magnet, "perisai" yang melindungi kehidupan di Bumi, terbentuk.
Tim peneliti, yang dipimpin oleh ilmuwan Charlotte Gaugne Gouranton (Université de Paris), dengan partisipasi terkemuka ahli geofisika Isabelle Panet (Université Gustave Eiffel, Prancis), memanfaatkan data dari misi satelit GRACE (2002 - 2017), sebuah proyek kerja sama AS-Jerman yang dirancang untuk mengukur medan gravitasi Bumi.
Kedua satelit GRACE terbang beriringan pada jarak tetap, menjadikannya instrumen yang sangat presisi. Ketika satelit utama melewati massa yang besar, seperti pegunungan atau akuifer, tarikan gravitasinya yang lebih kuat menyebabkannya sedikit bergeser, mengubah jaraknya dari satelit di belakangnya. Perubahan skala milimeter ini secara akurat mencerminkan perubahan gravitasi.
GRACE awalnya ditujukan terutama untuk mempelajari siklus air: pencairan es, dan ketinggian air tanah. Namun, berkat sensitivitasnya yang ekstrem, tim menyadari bahwa GRACE juga dapat "menangkap" fluktuasi di kedalaman bawah tanah, dan sebelumnya mereka telah menggunakan data ini untuk mendeteksi tanda-tanda pada kedalaman ratusan kilometer, yang berkaitan dengan gempa bumi besar.
Dalam analisis terbaru, sebuah sinyal yang tidak biasa muncul, paling jelas terlihat pada tahun 2007, berpusat di bawah Samudra Atlantik, di lepas pantai Afrika. Sifat sinyal ini sepenuhnya mengesampingkan kemungkinan bahwa sinyal tersebut disebabkan oleh pergeseran air atau es di permukaan. "Setidaknya sebagian penyebabnya pasti berasal dari dalam Bumi yang padat, dari kedalaman yang sangat dalam," tegas Dr. Panet.
Patut dicatat, pada waktu yang sama di tahun 2007, satelit yang memantau medan magnet juga merekam anomali geomagnetik di area yang sama. Kebetulan dalam ruang dan waktu ini menunjukkan bahwa kedua fenomena tersebut, gravitasi dan magnetisme, kemungkinan merupakan dua aspek dari proses geologis mendalam yang sama.
Tim berhipotesis bahwa di dasar mantel, tempat batuan kaya mineral perovskit ditemukan, terjadi perubahan pada tingkat atom. Di bawah tekanan yang sangat besar, struktur kristal mineral tersebut dapat "runtuh" menjadi bentuk yang lebih padat, sebuah proses yang dikenal sebagai transisi fase.
Perubahan ini membuat batuan semakin padat, menyebabkan area tersebut bertambah massanya, menciptakan sinyal gravitasi. Batuan di sekitarnya terpaksa menata ulang, menyebabkan batas antara mantel dan inti melengkung sekitar 10 cm. Hal ini mungkin terdengar kecil, tetapi perubahan ini cukup untuk memengaruhi arus konveksi besi cair di inti luar, yang merupakan sumber medan magnet Bumi dan menyebabkan gangguan geomagnetik pada tahun 2007.
Dr. Panet memperingatkan bahwa skenario ini perlu diuji lebih lanjut: "Ini hanyalah hipotesis, kita masih membutuhkan lebih banyak bukti." Namun, pengamatan atas peristiwa semacam itu saja akan dianggap sebagai langkah maju yang besar dalam ilmu Bumi.
"Untuk pertama kalinya kami memiliki bukti kuat bahwa proses dinamis di dasar mantel terjadi cukup cepat untuk dipelajari saat terjadi," kata Profesor Barbara Romanowicz, seorang seismolog di Universitas California, Berkeley.
Sejauh ini, tim belum mendeteksi sinyal gravitasi serupa sejak 2007. Namun, pemantauan terus berlanjut. Data dari satelit GRACE generasi berikutnya diharapkan dapat membantu mengungkap lebih banyak misteri di lapisan terdalam planet ini, tempat Bumi "bernapas" dan bergerak dengan tenang.
Sumber: https://tuoitre.vn/phat-hien-bien-dong-bi-an-sau-2-900km-duoi-long-dat-20250918183852224.htm






Komentar (0)