|
Di usianya yang ke-30, Luke Shaw tak asing lagi dengan kritik publik. Cederanya yang terus-menerus membuatnya sering disorot, terutama selama periode ketika MU menunjukkan banyak tanda-tanda ketidakstabilan.
Namun, teguran pedas Gary Neville setelah kekalahan dari Everton – "dia pergi begitu saja, dia tidak membodohi siapa pun" – menyentuh hati seorang pemain yang telah berjuang melewati dua manajer dan serangkaian pergantian di Old Trafford. Dan Shaw merespons dengan cara biasanya: diam dan bermain sepak bola.
Keberanian Luke Shaw
MU tiba di Selhurst Park pada pekan ke-13 Liga Premier dengan skor 30/11 dalam kondisi ragu-ragu. Kekalahan memalukan dari Everton telah meninggalkan gelombang skeptisisme yang menyelimuti tim asuhan Ruben Amorim. Dan babak pertama melawan Crystal Palace semakin memperkeruh suasana.
United bermain tidak konsisten, lini tengah mereka ditembus oleh tekanan Palace, dan pertahanan mereka terus-menerus terekspos. Tim tuan rumah melepaskan tujuh tembakan dalam 45 menit pertama, tiga kali lebih banyak daripada United, dan empat kali mereka memasukkan bola ke kotak penalti dengan sangat berbahaya. Penalti Mateta hanyalah hasil dari permainan yang berat sebelah.
Di tengah kekacauan itu, Luke Shaw menjadi tumpuan yang langka. Ia menyelamatkan MU sebelum segalanya menjadi tak terkendali. Situasi terpenting terjadi di penghujung babak pertama, ketika Eddie Nketiah melepaskan diri dan Shaw melompat untuk menekel bola dengan akurasi sentimeter, menutup peluang mencetak gol yang jelas.
Beberapa menit sebelumnya, mantan pemain Southampton itu juga berhasil memblok tembakan Yeremi Pino setelah De Ligt terpeleset dan seluruh pertahanan lawan terbuka lebar. Dua momen itu tak hanya menyelamatkan MU dari kebobolan, tetapi juga mencegah tim dari kepanikan.
|
Luke Shaw menjaga pertahanan MU tetap stabil saat melawan Palace. |
Bisa dibilang babak pertama MU disokong oleh kesigapan Shaw. Ketika Leny Yoro melakukan kesalahan dalam tendangan penalti, dan De Ligt kesulitan menghalau, Shaw berada di posisi yang tepat dan menangani situasi dengan tegas. Ia memenangkan ketiga duel udara, merebut bola lima kali, mengoper dengan akurasi hampir 90%, dan tidak pernah dioper. Setiap statistik ini menunjukkan bahwa Shaw menutup semua celah di sayap kiri, arah serangan yang paling sering dimanfaatkan Palace.
Di babak kedua, MU mengubah penampilan mereka. Amorim meminta anak didiknya untuk meningkatkan tempo, menekan lebih keras, dan lebih banyak menyerang dari sisi sayap. Namun perubahan itu hanya berhasil karena MU masih memiliki titik awal untuk bangkit. Mereka tidak terlalu tertinggal, tidak kalah secara mental, yang disebabkan oleh Shaw yang berhasil menjaga selisih tipis 0-1 di babak pertama.
Titik balik terjadi pada menit ke-63 ketika Zirkzee melepaskan tembakan melengkung ke sudut jauh gawang dari posisi yang sulit. Gol ketiga pemain Belanda itu dalam enam pertandingan terakhirnya menunjukkan semakin percaya diri pada sistem permainan Amorim.
Pada menit ke-78, Mason Mount mencetak gol kemenangan setelah tendangan bebas cerdik Bruno Fernandes. Dua momen penting di babak kedua berhasil membalikkan keadaan, tetapi inti pertandingan terletak pada apa yang terjadi sebelumnya.
Luke Shaw jaga MU tetap kuat lawan Palace
Secara taktis, sulit bagi United untuk bangkit jika tertinggal lebih dari satu gol. Kekalahan dari Chelsea musim lalu dan banyak pertandingan besar lainnya telah membuktikan hal itu. Hari ini, Palace juga berada di posisi untuk menghabisi United di babak pertama, tetapi itu tidak terjadi karena Shaw muncul di waktu yang tepat di semua titik panas.
Statistik Shaw di pertandingan ini menunjukkan dengan tepat. Ia memiliki jumlah tembakan yang diblok, sapuan terbanyak, perolehan bola terbanyak, tidak digiring bola melewatinya, dan mempertahankan rasio umpan tinggi yang membantu United lolos dari tekanan lawan secara efektif. Ketika De Ligt dan Yoro berada dalam kesulitan, Shaw menunjukkan energi yang konsisten, penilaian yang baik, dan ketegasan dalam setiap situasi.
|
Luke Shaw sedang memulihkan performanya. |
Shaw tak hanya bertahan, tetapi juga mengatur tempo setiap kali United menguasai bola. Enam umpan panjang akurat dan 13 umpannya ke sepertiga akhir lapangan menunjukkan pengaruhnya yang besar terhadap cara United mengatasi lini serang pertama Palace. Setiap aksi Shaw meredam kekacauan di lini belakang, membuka jalan bagi serangan balik di babak kedua.
Menariknya, Amorim sempat mengisyaratkan sebelum pertandingan bahwa Shaw bisa diturunkan sebagai bek sayap setelah Lisandro Martinez fit. Namun, penampilannya di Selhurst Park menunjukkan hal sebaliknya: dalam pertandingan bertekanan tinggi, Shaw paling cocok bermain di formasi empat bek, di mana ia bisa bertahan sekaligus memberikan stabilitas.
Kemenangan atas Palace membawa banyak tanda positif. Zirkzee terus menunjukkan peningkatan, Mount menemukan kebebasan dalam permainannya, dan Bruno Fernandes terus membuat perbedaan dengan umpan-umpan bola matinya. Namun, terlepas dari semua tanda tersebut, fondasi kemenangan tetap berada di tangan Shaw. Ia tidak mencetak gol, tidak memberikan assist, tetapi ia adalah orang yang memberi MU cukup waktu untuk bangkit, memperbaiki kesalahan, dan melakukan serangan balik.
Di musim di mana lini pertahanan United terus-menerus berantakan, konsistensi Shaw bisa menjadi penentu antara sukses dan gagal. Di usia 30 tahun, ia memang tidak lagi eksplosif seperti dulu, tetapi ia lebih tajam, lebih berpengalaman, dan tahu kapan harus mundur atau menyerang. Dalam sepak bola, terkadang bukan pencetak gol yang menentukan hasil pertandingan, melainkan orang yang menjaga tim agar tidak terpuruk.
Dan di Selhurst Park, pria itu adalah Luke Shaw.
Sumber: https://znews.vn/shaw-dap-tra-neville-bang-thu-bong-da-cua-ban-linh-post1607375.html









Komentar (0)