Tu Than Duong lahir pada tahun 1981, dari keluarga intelektual di kota Chongqing (Tiongkok). Pada usia 3 tahun, Duong menunjukkan kepekaan terhadap angka. Sebagai seorang guru kawakan, ayah Than Duong menyadari bakat putranya dalam matematika dan mulai menerapkan metode pendidikan yang sistematis.
Di bawah bimbingan orang tuanya, Than Duong dengan cepat menguasai penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dasar pada usia 4 tahun, menjadi anak ajaib di mata semua orang.
Profesor Matematika Tu Than Duong. (Foto: Sohu)
Jenius Matematika
Di sekolah dasar, Than Duong menunjukkan kesenjangan yang jelas dengan teman-temannya ketika ia menguasai semua pengetahuan Matematika dan selalu memperoleh hasil terbaik.
Pada tahun 1993, Than Duong diterima di Sekolah Menengah Thu Duc, sebuah sekolah unggulan di Provinsi Sichuan. Selama di sekolah menengah, sekolah tersebut memberinya kesempatan untuk belajar intensif, yang membantunya mengembangkan bakat Matematikanya.
Sementara siswa lain kebingungan memikirkan pengetahuan matematika di buku, Than Duong merasa pengetahuan itu terlalu sederhana. Bahkan para guru di sekolah pun tak kuasa menahan diri untuk "mengeluh" atas pemikiran matematika siswa yang luar biasa itu.
Berkat bakat dan ketekunannya, Than Duong meraih banyak prestasi gemilang di bidang Matematika dan terpilih menjadi bagian dari tim Provinsi Sichuan untuk Olimpiade Matematika Nasional. Siswa tersebut memenangkan babak final.
Namun, jenius matematika ini hampir tidak bisa masuk universitas karena ia menghabiskan seluruh waktunya untuk matematika dan mengabaikan mata pelajaran lain.
Untungnya, dalam Kompetisi Matematika Nasional tahun itu, Shen Yang meninggalkan kesan yang mendalam bagi Profesor Tian Gang dari Universitas Peking—salah satu dari dua universitas terbaik di Tiongkok. Tak ingin menyia-nyiakan bakatnya, Profesor Tian Gang secara pribadi merekomendasikan Shen Yang kepada komite penerimaan mahasiswa baru. Dengan demikian, Shen Yang mendapatkan tiket "penerbangan langsung" ke Jurusan Matematika Universitas Peking.
Tak mau mengecewakan kepercayaan gurunya, setelah masuk universitas, Than Duong terus belajar dan meneliti Matematika dengan giat. Ia menghabiskan hampir seharian memeluk berbagai macam buku Matematika di perpustakaan.
Berkat bakat dan usahanya yang tak kenal lelah, Than Duong menyelesaikan program sarjananya di Universitas Peking hanya dalam tiga tahun. Ia melanjutkan program pascasarjana di universitas tersebut dan meraih gelar magisternya pada usia 23 tahun.
Para profesor di sekolah tersebut mengakui prestasi Than Duong. Mereka semua melihat bahwa Than Duong masih memiliki banyak potensi, sehingga mereka mendorongnya untuk melanjutkan studi di luar negeri.
Berkat dorongan guru-gurunya dan usahanya yang tak kenal lelah, ia akhirnya berhasil meraih beasiswa doktoral di Universitas Princeton di AS.
Universitas Princeton dikenal sebagai pusat Matematika dunia, tempat para jenius matematika dunia bertemu. Hal ini menciptakan terobosan besar dalam penelitian akademis Than Duong, khususnya di bidang Aljabar.
Pada tahun 2008, Than Duong meraih gelar doktor di bidang Matematika dari Universitas Princeton. Namun, ia masih merasa pengetahuannya terlalu terbatas, sehingga ia melanjutkan studi pascadoktoral di Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk meneliti lebih lanjut Geometri Aljabar.
Selama waktu ini, Than Duong menerbitkan banyak artikel berkualitas tentang penelitian matematika yang menggemparkan dunia akademis.
Than Duong menerbitkan banyak artikel berkualitas tentang penelitian matematika yang mengejutkan dunia akademis.
Kembali ke rumah dan kemudian meninggalkan rumah lagi
Pada tahun 2012, dihadapkan pada pilihan untuk tetap tinggal di AS untuk bekerja atau kembali ke Tiongkok untuk berkontribusi, Shen Yang menerima surat dari Profesor Tian Gang. Dalam surat tersebut, Profesor Tian menyatakan keinginannya untuk mengundang mantan mahasiswanya kembali ke Universitas Peking dan berpartisipasi dalam pengajaran. Untuk membalas kebaikan gurunya, Shen Yang kembali ke Tiongkok.
Sekembalinya ke Tiongkok, Shen Yang mendapati sistem kurikulumnya kurang memadai, sehingga ia sendiri yang menata ulangnya. Ia dianugerahi penghargaan profesor berprestasi oleh Universitas Peking pada tahun 2013, di usia 32 tahun.
Profesor muda itu juga memenangkan banyak penghargaan seperti Penghargaan Sains dan Teknologi Pemuda, Penghargaan Ilmuwan Muda, Sains dan Teknologi Pemuda Tiongkok.
Pada tahun 2017, ia merasa terhormat menjadi satu-satunya profesor muda di Tiongkok yang menerima Penghargaan Henri Poincaré yang disponsori oleh Yayasan Daniel Iagolnitzer senilai 1 juta dolar AS (24 miliar VND). Pada tahun yang sama, ia berhasil diterima di Institut Poincaré, sebuah lembaga yang mungkin tidak dapat diikuti oleh banyak peneliti matematika seumur hidup mereka.
Tepat ketika rakyat Tiongkok bangga memiliki seorang jenius yang memimpin Matematika negara itu ke tingkat yang lebih tinggi, Shen Yang tiba-tiba memutuskan untuk kembali ke Amerika Serikat. Ia memilih menjadi profesor penuh waktu di Departemen Matematika di Institut Teknologi Masson. Keputusan ini membingungkan banyak orang, dan terkadang Shen Yang menjadi sasaran kritik publik.
Meninggalkan segalanya, Shen Yang kembali ke AS untuk melanjutkan karier matematikanya. Pada tahun 2019, ia memenangkan Penghargaan New Horizons atas kontribusinya di bidang matematika. Pada tahun 2020, jenius Tiongkok ini menjadi anggota American Mathematical Society.
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)