
Kebijakan penyatuan seperangkat buku pelajaran nasional berdasarkan Resolusi No. 71-NQ/TU Politbiro mendapat konsensus dari para ahli, guru, orang tua dan siswa.
Pembelajaran akan lebih mudah ketika siswa di seluruh negeri mengakses konten yang sama, sehingga mengurangi kesulitan saat pindah sekolah. Kebijakan ini juga berkontribusi dalam mengurangi beban biaya dan mendorong pendidikan yang adil dan modern.
Pindah sekolah tidak lagi khawatir tentang "ketidakcocokan buku"
Setiap tahun, banyak siswa harus pindah sekolah karena keadaan keluarga, pekerjaan orang tua, atau alasan pribadi. Perubahan yang tampaknya kecil ini berujung pada masalah besar: Siswa harus terbiasa dengan buku pelajaran baru, karena setiap sekolah mungkin mengajarkan buku yang berbeda.
Hal ini telah menjadi kenyataan selama beberapa tahun sekarang, sejak model "satu program, banyak buku teks" diterapkan.
Menurut Dr. Nguyen Tung Lam, Wakil Presiden Asosiasi Psikologi Pendidikan Vietnam, setiap sekolah yang memilih buku yang berbeda menciptakan penyebaran dan kurangnya keseragaman, sehingga menyulitkan siswa untuk melanjutkan belajar di tempat baru. Beberapa siswa bahkan harus mempelajari ulang beberapa materi, atau kehilangan pengetahuan karena perbedaan isi buku.
Nguyen Thi Minh Thu, seorang siswa kelas delapan di sebuah SMP di Hanoi, menceritakan pengalamannya ketika ia pindah dari daerah lain untuk belajar di pertengahan tahun: "Banyak pelajaran yang belum saya pelajari sudah dipelajari oleh teman-teman sekelas saya. Saya harus meminjam buku catatan lama teman-teman sekelas saya untuk belajar lebih lanjut."
Tak hanya siswa, orang tua pun menghadapi kesulitan ketika anak-anak mereka pindah sekolah. Ibu Le Thi Mai, orang tua siswa kelas 11, berbagi: “Anak saya mempelajari buku ini di sekolah lama, tetapi ketika ia pindah ke sekolah baru, bukunya berbeda. Saya tidak tahu konten mana yang mirip dan mana yang berbeda, jadi sulit untuk membantu anak saya belajar lebih banyak di rumah.”
Menurut para ahli dan guru, kebijakan penyatuan satu set buku pelajaran nasional berdasarkan Resolusi No. 71-NQ/TU Politbiro dianggap sebagai penyesuaian yang tepat waktu, wajar, dan perlu. Ketika semua siswa mempelajari satu set buku pelajaran yang sama, perpindahan sekolah dan kelas tidak akan lagi menjadi hambatan dalam mempelajari materi pelajaran.
Penggunaan satu set buku juga membantu guru dan siswa di seluruh negeri memiliki "kesepakatan bersama" dalam hal konten, sehingga memudahkan pengorganisasian pengajaran, ujian, dan evaluasi. Guru tidak perlu menyesuaikan rencana pembelajaran saat mengganti buku; siswa dapat merujuk ke dokumen dan berlatih daring dengan lebih mudah karena kontennya konsisten.
Namun, banyak pendapat yang menyatakan bahwa peran buku teks di sekolah perlu diakui dengan baik. Dr. Nguyen Tung Lam berpendapat bahwa buku teks seharusnya hanya menjadi bahan referensi. Persoalan utamanya adalah kurikulum dan metode pengajaran dan pembelajaran. Buku-buku yang terpadu bukan berarti kaku, melainkan membangun fondasi bersama untuk perkembangan yang fleksibel.
Dr. Nguyen Tung Lam juga menekankan bahwa menyatukan seperangkat buku teks bukan berarti meniadakan model "satu program, banyak set buku" yang sedang diterapkan. Sebaliknya, ini merupakan langkah pewarisan selektif, menghilangkan kekurangan, dan mempertahankan poin-poin yang sesuai untuk disesuaikan agar lebih dekat dengan kenyataan.
Satu buku terpadu, banyak metode pembelajaran terbuka

Disamping membangun satu set buku pelajaran nasional yang terpadu, para ahli pendidikan sepakat bahwa perlu mengembangkan buku pelajaran digital secara kuat untuk memperluas metode pembelajaran, membantu siswa mengakses pengetahuan secara lebih fleksibel dan efektif.
Menurut Dr. Nguyen Tung Lam, di era teknologi yang berkembang pesat, pembelajaran tidak seharusnya terbatas pada buku cetak tradisional. Buku teks digital dapat memperbarui konten dengan cepat, mengintegrasikan multimedia seperti video, simulasi eksperimen, dan gambar 3D, sehingga siswa lebih tertarik dan lebih mudah memahami materi. Dengan perangkat yang terhubung internet, siswa di seluruh wilayah Indonesia memiliki kesempatan untuk mengakses basis pengetahuan yang sama, yang berkontribusi dalam mempersempit kesenjangan pendidikan antara daerah perkotaan dan daerah terpencil.
Para guru juga menghargai manfaat buku teks digital, karena tidak hanya menghemat biaya tetapi juga memungkinkan siswa belajar kapan saja, di mana saja. Namun, pelatihan menyeluruh bagi para guru, terutama yang belum familiar dengan teknologi, diperlukan untuk memaksimalkan efektivitas buku-buku baru ini.
Buku teks digital membuka beragam kemungkinan pembelajaran, memenuhi beragam kebutuhan dan kemampuan setiap siswa. Siswa dengan kemampuan baik dan sangat baik dapat dengan mudah mengakses materi lanjutan dalam satu platform, alih-alih dibatasi oleh jumlah halaman buku cetak tradisional. Ini juga merupakan alat yang berguna untuk membantu melatih keterampilan belajar aktif, berpikir kritis, dan kemampuan menerima informasi selektif – kualitas penting bagi warga digital masa depan.
Namun, untuk menerapkan kebijakan ini secara efektif, selain mengembangkan konten, perlu juga sinkronisasi infrastruktur teknologi dan kebijakan untuk mendukung peralatan bagi siswa, terutama di daerah tertinggal. Selain itu, staf pengajar perlu dilatih secara menyeluruh untuk menggunakan platform digital secara efektif dalam mengajar.
Di samping faktor teknologi, para ahli juga menekankan perlunya peta jalan implementasi yang wajar saat mengkonversi dari banyak set buku teks saat ini ke satu set buku terpadu.
Kebijakan penyediaan buku pelajaran gratis bagi siswa mulai sekarang hingga tahun 2030 sebagaimana semangat Resolusi tersebut dinilai sebagai kebijakan yang manusiawi, membantu mengurangi beban keuangan keluarga, terutama di daerah pedesaan dan pegunungan.
Namun, seperti yang diungkapkan oleh orang tua Nguyen Van Phong (Kelurahan My Duc): "Dulu, anak-anak saya biasa menggunakan kembali buku-buku dari orang tua mereka agar mereka tahu cara melestarikannya. Sekarang, jika buku-buku itu diberikan gratis setiap tahun, saya khawatir mereka tidak akan lagi memiliki kesadaran untuk melestarikannya." Banyak pendapat menyarankan agar sekolah-sekolah membuat komitmen untuk mengumpulkan buku-buku yang masih layak pakai untuk digunakan kembali, yang berkontribusi pada pengurangan sampah.
Kebijakan penyatuan perangkat buku pelajaran yang dipadukan dengan pengembangan buku pelajaran digital dan peta jalan implementasi yang wajar diharapkan dapat menciptakan wadah pembelajaran yang sinkron, modern, adil dan manusiawi bagi peserta didik di seluruh Indonesia.
Sumber: https://baolaocai.vn/thong-nhat-sach-giao-khoa-theo-nghi-quyet-so-71-nqtu-giam-ganh-nang-hoc-thuan-loi-post882111.html
Komentar (0)