Presiden Turki untuk pertama kalinya menyebutkan kemungkinan menyerahkan kekuasaan setelah lebih dari dua dekade memimpin negara itu.
"Saya bekerja tanpa henti. Saking paniknya, saya hampir lupa bernapas, karena bagi saya pemilu ini juga merupakan pemilu terakhir. Dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, ini akan menjadi pemilu terakhir saya," ujar Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 8 Maret, dalam sebuah pertemuan dengan asosiasi pemuda TUGVA di Istanbul.
Politisi berusia 70 tahun ini yakin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpinnya akan tetap berkuasa meskipun ia meninggalkan dunia politik. Ia mengatakan hasil pemilihan kepala daerah akan menjadi "berkah bagi saudara-saudaranya yang akan menyusul".
"Pemilu ini akan menjadi sebuah transfer kepercayaan," kata Erdogan.
Sekitar 64 juta pemilih Turki berhak berpartisipasi dalam pemilihan umum tanggal 31 Maret untuk memilih personel baru untuk posisi wali kota dan pemimpin pemerintahan daerah di 81 provinsi dan distrik administratif di seluruh negeri.
Presiden Turki Tayyip Erdogan berpidato di Budapest, Hongaria pada 18 Desember 2023. Foto: AFP
APK berharap untuk mendapatkan kembali kursi wali kota Istanbul, setelah kalah dari partai oposisi pada tahun 2019. Tn. Erdogan juga pernah menjabat sebagai wali kota Istanbul.
Ini adalah pertama kalinya Presiden Erdogan berkomentar secara terbuka tentang kemungkinan mengakhiri lebih dari dua dekade kepemimpinan negara, menurut media Turki.
Ia terpilih sebagai perdana menteri pada tahun 2003, saat jabatan tersebut masih merupakan posisi paling berkuasa dalam politik Turki. Setelah tiga periode berturut-turut sebagai perdana menteri, ia terpilih sebagai presiden pada tahun 2014.
Turki mereformasi konstitusinya pada tahun 2017, beralih dari sistem parlementer ke sistem presidensial. Reformasi ini juga menghapus posisi perdana menteri dalam kabinet dan menjamin kekuasaan tertinggi di tangan Presiden Erdogan.
Ia terpilih kembali untuk masa jabatan ketiga berdurasi lima tahun pada Mei 2023, di tengah pertentangan sengit dari pihak oposisi, karena konstitusi membatasi seseorang untuk menjabat dua periode presiden berturut-turut. Komisi pemilihan umum kemudian menyimpulkan bahwa Erdogan masih memenuhi syarat untuk mencalonkan diri, karena konstitusi diamandemen pada tahun 2017, yang memisahkan masa jabatan pertamanya dan periode ini.
Ercan Ozcan, seorang aktivis oposisi Turki, menyuarakan skeptisismenya terhadap klaim "pemilu terakhir" Erdogan, menuduh pemimpin berusia 70 tahun itu "mencoba mengubah konstitusi lagi untuk memastikan pemilihannya kembali".
Thanh Danh (Menurut AFP, Reuters )
[iklan_2]
Tautan sumber
Komentar (0)