Jika dulu, membaca sering dikaitkan dengan sosok pendiam yang duduk di samping halaman, kini kebiasaan itu "dikolektifkan" di ruang publik. Alih-alih hanya membaca sendirian, banyak anak muda bergabung dengan klub buku untuk berbagi perasaan, berdiskusi, dan memperluas hubungan sosial. Di Hanoi , Kota Ho Chi Minh, atau Da Nang, mudah menemukan aktivitas membaca di kedai kopi, perpustakaan, atau ruang kreatif. Sebuah buku dipilih sebagai pusat kegiatan, para anggota membacanya di rumah terlebih dahulu, lalu mendiskusikannya dengan antusias, dan setiap orang membawa perspektif mereka sendiri.

Perkembangan jejaring sosial juga menjadi pendorong penting untuk membantu penyebaran gerakan klub buku. Awalnya, banyak kelompok hanya beroperasi daring dengan tujuan memperkenalkan dan mengomentari buku. Kemudian, kebutuhan untuk bertemu langsung meningkat, yang mengarah pada pertemuan luring rutin. Contoh tipikal adalah komunitas "Book Club Vietnam" di Facebook dengan puluhan ribu anggota, yang secara rutin mengadakan diskusi di kedai kopi; atau grup "Bookworm Saigon" dengan motto "Membaca untuk memahami, berbagi untuk mengingat lebih lama" yang menarik banyak siswa untuk berpartisipasi. Beberapa perpustakaan komunitas juga membangun klub buku khusus untuk remaja guna menumbuhkan kebiasaan membaca sejak usia dini.
Dapat dikatakan bahwa peralihan dari daring ke luring mencerminkan kebutuhan ganda kaum muda masa kini: keinginan untuk terhubung dengan pengetahuan dan keinginan untuk berinteraksi dalam kehidupan nyata. Quynh Chi (23 tahun, Hanoi), anggota Klub Buku dan Aksi, berbagi: “Klub buku pertama-tama menciptakan motivasi untuk membaca. Jika membaca sendirian, banyak orang mudah menyerah atau cepat melupakan isinya. Namun, ketika bergabung dengan klub, adanya 'batas waktu membaca buku' dan kesempatan untuk bertukar pikiran membuat kebiasaan membaca lebih terjaga.”
Klub buku tidak hanya memotivasi, tetapi juga membuka peluang pembelajaran multidimensi. Sebuah buku, melalui sudut pandang banyak orang, menjadi lebih kaya dan bermakna: mahasiswa ekonomi dapat memahami novel dari perspektif manajemen, sementara mahasiswa sastra menganalisis bahasa dan simbol. Multisuara inilah yang menjadi daya tarik, membuat banyak anak muda terus membacanya dalam jangka waktu lama.
Klub buku juga menjadi wadah untuk terhubung dengan komunitas. Dalam kehidupan modern, menemukan teman dengan minat yang sama tidaklah mudah. Berkat klub buku, para kutu buku bertemu satu sama lain, mengubah minat pribadi menjadi kegiatan kolektif, sehingga terjalin hubungan yang erat di dunia nyata.
Patut dicatat bahwa klub buku remaja tidak terbatas pada sastra klasik. Banyak kelompok memilih beragam topik, mulai dari buku pengembangan diri, filsafat, teknologi, keterampilan karier, hingga "tantangan membaca" bulanan seperti: "September - baca buku tentang lingkungan" atau "Oktober - jelajahi sastra Jepang". Berkat hal tersebut, pesan-pesan dari buku-buku tersebut tersebar lebih dekat dan alami.
Ibu Nguyen Thu Trang, Direktur Hak Cipta dan Penerbitan Tan Viet Books, berpendapat bahwa pengembangan budaya membaca tidak hanya terbatas pada buku cetak tradisional, tetapi perlu diperluas secara signifikan melalui platform digital, terutama di kalangan anak muda. Namun, seiring dengan modernisasi, melestarikan kebiasaan membaca buku cetak tetap sangat penting untuk menjaga keindahan budaya.
Faktanya, perkembangan pesat gerakan klub buku belakangan ini merupakan bukti nyata dari semangat inovatif tersebut. Tak hanya mempertahankan kebiasaan membaca tradisional, klub-klub ini juga telah memperluas jangkauannya secara daring, berkontribusi pada terciptanya komunitas pembaca yang dinamis, beragam, dan kohesif. Para pakar penerbitan mengatakan bahwa klub buku menjadi jembatan antara buku dan pembaca dalam masyarakat digital, membangkitkan semangat belajar mandiri, berpikir kritis, dan menyebarkan kecintaan akan pengetahuan di masyarakat.
Sumber: https://baolaocai.vn/trend-book-club-lan-toa-trong-gioi-tre-post881918.html






Komentar (0)