Seiring dunia bersiap memasuki era 6G, para pakar telekomunikasi menegaskan: Jaringan generasi mendatang tidak hanya akan menghadirkan kecepatan superior, tetapi juga dirancang ramah lingkungan. Diharapkan akan diterapkan pada awal 2030-an, jaringan 6G akan mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sejak tahap perancangan.

Jaringan 6G diperkirakan akan mulai diterapkan pada awal tahun 2030-an. (Sumber: Nokia)
Faktanya, infrastruktur telekomunikasi saat ini seperti stasiun penyiaran, kabel bawah tanah, dan pusat data sangat terdampak oleh cuaca ekstrem dan kenaikan suhu akibat perubahan iklim. Dalam situasi ini, operator jaringan terpaksa menerapkan inisiatif ramah lingkungan untuk beradaptasi dan meminimalkan dampak lingkungan.
Lebih dari sekadar tren internal, tekanan dari regulasi internasional seperti CSRD Uni Eropa dan CSDS Tiongkok memaksa penyedia layanan telekomunikasi (CSP) untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam mengurangi emisi di seluruh siklus hidup produk — mulai dari manufaktur, penerapan, operasi hingga pembuangan akhir masa pakai.
Para "orang besar" pionir
Dalam upaya mengembangkan jaringan 6G – konektivitas generasi mendatang yang diperkirakan akan diluncurkan pada awal 2030-an – perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka dunia tidak hanya berfokus pada kecepatan dan latensi, tetapi juga menempatkan keberlanjutan sebagai inti dari desainnya. Nama-nama besar seperti Nokia, Ericsson, Samsung, Huawei, LG, dan Qualcomm semuanya berinvestasi besar-besaran dalam solusi hemat energi, mengurangi emisi, dan mengoptimalkan infrastruktur jaringan.
Nokia adalah salah satu pelopor dalam penerapan lima prinsip "desain berkelanjutan" pada jaringan 6G. Perlu diketahui, sekitar 80% energi yang dikonsumsi dalam operasi jaringan berasal dari sistem akses radio (RAN). Untuk mengatasi masalah ini, Nokia menerapkan teknologi seperti pembelajaran mesin, analitik data, dan model kembaran digital untuk mengotomatiskan penghematan energi, memungkinkan stasiun pintar, dan pemeliharaan prediktif.
Subho Mukherjee – Wakil Presiden Global Keberlanjutan di Nokia – menekankan: “ Teknologi digital merupakan fondasi bagi banyak aspek penting kehidupan, tetapi kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa biaya manfaat ini tidak ditanggung oleh generasi mendatang.”

Bapak Subho Mukherjee - Wakil Presiden Global Pembangunan Berkelanjutan di Nokia. (Sumber: Nokia)
Ericsson dan Huawei bertujuan membangun jaringan "kognitif" – di mana AI dan sensor membantu jaringan menyesuaikan diri untuk mengurangi konsumsi daya. Samsung dan LG sedang menguji transmisi data terahertz dan mengembangkan perangkat lunak serta chip hemat energi. Qualcomm mengintegrasikan teknologi ramah lingkungan sejak awal, menggabungkan AI dan sensor untuk menciptakan ekosistem jaringan cerdas.
Pada saat yang sama, industri telekomunikasi juga beralih dari metrik tradisional seperti kecepatan dan latensi ke indikator nilai berkelanjutan (KVI), seperti konsumsi energi minimal dan jejak karbon rendah.
Menghadapi risiko lingkungan dan geopolitik yang semakin kompleks, desain jaringan modern harus memastikan ketahanan yang tinggi. Hal ini mencakup manajemen lalu lintas adaptif, sistem redundan, dan kemampuan pemulihan yang cepat.
Komitmen negara-negara
Untuk mewujudkan tujuan pengembangan jaringan 6G secara berkelanjutan, inisiatif SUSTAIN-6G telah diterapkan oleh Uni Eropa sebagai proyek "mercusuar" – sebuah proyek model yang memandu program penelitian di masa mendatang. Proyek ini menyatukan 24 mitra dari 10 negara, termasuk operator jaringan utama, organisasi standar internasional, dan lembaga penelitian terkemuka.
SUSTAIN-6G tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga menetapkan kriteria lingkungan, sosial, dan ekonomi untuk jaringan 6G. Proyek ini telah menerbitkan dokumen D2.1 tentang "Persyaratan Platform Keberlanjutan, Kasus Penggunaan, dan Standardisasi", yang menekankan pengurangan emisi gas rumah kaca, penghematan energi, dan promosi kesetaraan digital.

Diagram visi Hexa-X dengan jaringan elemen kunci 6G: Konektivitas cerdas, kendali waktu nyata, dan komitmen terhadap masa depan yang ramah lingkungan. (Sumber: Hexa-X)
Selain itu, negara-negara seperti Prancis, Jerman, Finlandia, Jepang, dan AS juga bergabung dengan aliansi seperti Hexa-X, Next G Alliance, dan IOWN Global Forum untuk bersama-sama mengembangkan standar 6G global. Organisasi-organisasi ini tidak hanya meneliti teknologi inti tetapi juga mengintegrasikan faktor-faktor seperti ketahanan bencana, konektivitas daerah terpencil, dan perlindungan privasi pengguna.
Patut dicatat, Uni Eropa telah menginvestasikan hampir 14 juta euro dalam proyek SUSTAIN-6G saja, di mana hampir 13 juta euro berasal dari anggaran Horizon Europe – program pendanaan riset dan inovasi terbesar di Eropa. Investasi ini dengan jelas menunjukkan komitmen politik dan finansial negara-negara untuk menjadikan 6G sebagai platform konektivitas yang hijau, cerdas, dan inklusif.
Dengan upaya seperti itu, diharapkan 6G akan mengantarkan era konektivitas yang lebih hijau, lebih adil, dan inklusif.
Sumber: https://vtcnews.vn/6g-se-thay-doi-mang-di-dong-nhanh-hon-sach-hon-ar968020.html
Komentar (0)