Masyarakat di Desa Song An (Vu Thu) memiliki keterampilan menerbangkan layang-layang.
Sejak zaman dahulu, festival desa Sao Den di komune Song An telah dianggap sebagai festival besar di kota Son Nam Ha. Masyarakat mengadakan tradisi bermain layang-layang seruling dari tanggal 22 hingga 28 bulan ketiga kalender lunar, dengan perayaan utama pada tanggal 24 hingga 26 bulan lunar. Prasasti yang tersimpan di Sao Den mencatat sebagai berikut: Tradisi bermain layang-layang seruling dikaitkan dengan legenda Nyonya Ngoc Dao yang membawa Le Tu Thanh kembali ke kampung halamannya untuk berlindung. Ia sering mengajak anak-anaknya berlomba menerbangkan layang-layang bersama anak-anak di desa.
Legenda lain mengatakan bahwa tradisi menerbangkan layang-layang ini bertujuan untuk mengenang Adipati Dinh Le, yang menginstruksikan para prajurit untuk membuat dan menerbangkan layang-layang, baik untuk menyemangati prajurit maupun sebagai tanda komando pasukan. Oleh karena itu, ketika ia dianugerahi tanah di An Lao, keturunan Dinh menyelenggarakan kompetisi menerbangkan layang-layang untuk mengenang prestasinya, yang lambat laun menjadi tradisi dalam festival Sao Den.
Kompetisi layang-layang dan seruling dikaitkan dengan ritual sakral dan memiliki banyak aturan ketat serta konten yang kaya, seperti: Kompetisi layang-layang besar, kompetisi seruling indah, dan kompetisi seruling yang bagus. Namun, yang paling unik adalah kompetisi menerbangkan layang-layang dengan sabit. Sore hari tanggal 25 bulan ke-3 setiap tahunnya merupakan hari paling meriah dalam festival Sao Den, karena Panitia Penyelenggara melakukan ritual sakral, termasuk: Upacara persembahan layang-layang, upacara penobatan, prosesi Dewi Ibu mengarungi gunung dan sungai, serta kompetisi menerbangkan layang-layang dengan sabit.
Direktur Pusat Pelestarian Warisan Budaya Layang-layang Vietnam Hoang Van Diep menyampaikan: Di seluruh negeri, ada banyak tempat yang menyelenggarakan lomba menerbangkan layang-layang, namun lomba di Kecamatan Song An, Provinsi Thai Binh ini memiliki keunikan tersendiri, terdiri dari dua bagian, bagian pertama adalah teknik menerbangkan layang-layang di atas kail; bagian kedua adalah upacara membawa layang-layang yang tidak ditemukan di tempat lain.
Para tetua di komune Song An mengatakan bahwa menerbangkan layang-layang di atas mata sabit itu sulit dan unik karena peserta harus mengendalikan tali layang-layang agar ketika dilepaskan ke langit, layang-layang tersebut dapat melewati dua mata sabit yang tajam tanpa putus. Layang-layang pemenangnya adalah yang dapat melewati mata sabit dan terbang tinggi tertiup angin, dengan tali layang tegak lurus dan kendur paling rendah.
Panitia Penyelenggara dengan jelas menetapkan aturan lomba layang-layang: Layang-layang harus berukuran 2,5 m atau lebih, tanpa ekor, dan harus dilengkapi dengan suling yang sesuai. Tali layang-layang harus terbuat dari tali parasut atau tali rami, dan panjangnya tidak boleh lebih dari 50 m. Satu suling layang-layang harus terdiri dari minimal dua orang: satu orang untuk menerbangkan layang-layang (layang-layang besar dapat dipegang oleh dua orang atau lebih) dan satu orang untuk melepaskan layang-layang. Kompetisi ini mengharuskan para peserta untuk tangkas, berpengalaman, dan berkoordinasi dengan baik satu sama lain.
Layang-layang yang tertiup angin telah lama menjadi gambaran yang melekat pada masa kanak-kanak dan hari-hari bermain yang dipenuhi tawa polos. Layang-layang tak hanya menjadi sumber kegembiraan anak-anak, tetapi juga kreativitas dalam bentuk dan warna, seni menguasai angin, dan tempat untuk mencurahkan aspirasi terbang tinggi.
Saat ini, permainan layang-layang sudah tidak lagi sekedar permainan rakyat, melainkan sudah berkembang menjadi kegiatan pertukaran budaya yang sarat akan nilai-nilai tradisional sekaligus keindahan modern.
Tari layang-layang di Song An kemungkinan akan terus berkembang, karena selain dapat menghadirkan kegembiraan di hari-hari musim panas, tarian ini juga merupakan budaya rakyat unik yang diwariskan melalui layang-layang dan gema seruling layang-layang.
Masyarakat setempat juga menyadari bahwa bermain layang-layang harus dikaitkan dengan tanggung jawab menjaga keselamatan jaringan listrik, dan tidak mengganggu ketertiban serta aktivitas masyarakat setempat.
Setelah hampir 600 tahun, tradisi menerbangkan layang-layang di Song An memiliki nilai sejarah yang mendalam karena mengandung cerita sejarah tentang periode pembangunan bangsa dan pertahanan Dinasti Le Akhir di kota Son Nam Ha secara umum dan proses pembangunan dan pengembangan desa An Lao secara khusus.
Kecintaan terhadap tanah air, negara, dan kehidupan masyarakat di sini tersampaikan melalui layang-layang yang terbang tinggi dan suling yang bersiul. Itulah momen-momen luhur para pekerja, tekad untuk mengatasi segala kesulitan dan tantangan demi meraih kebahagiaan, mengekspresikan kebanggaan dan hasrat akan kehidupan yang damai.
Tradisi memainkan suling juga turut memperkuat komunitas desa dan komunitas pemain layang-layang di daerah lain. Hal ini merupakan produk budaya masyarakat yang berharga, yang berdampak positif pada kehidupan spiritual masyarakat.
Kementerian Kebudayaan, Olahraga , dan Pariwisata memasukkan tradisi layang-layang dalam Festival Sao Den ke dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Nasional pada Desember 2019 berkat nilai-nilainya yang luar biasa. Dengan nilai-nilai uniknya, kini kaum muda di komunitas Song An melanjutkan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun, melestarikan dan mengembangkan budaya rakyat ini selaras dengan kehidupan kontemporer.
Menurut nhandan.vn
Sumber: https://baothaibinh.com.vn/tin-tuc/19/219691/choi-dieu-sao-o-song-an










Komentar (0)