Sekretaris Jenderal To Lam menekankan pandangan bahwa Negara harus memastikan hak guna lahan yang adil dan efektif bagi seluruh rakyat. Foto: VNA.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal juga telah mengadakan pertemuan dengan instansi terkait terkait arahan amandemen Undang-Undang Pertanahan. Menurut Sekretaris Jenderal, Negara harus menjamin hak atas pemanfaatan tanah yang adil dan efektif bagi seluruh rakyat, memastikan pemanfaatan tanah yang efektif, distribusi dan alokasi nilai tanah yang adil dan efektif, menghindari pemborosan, dan memaksimalkan efisiensi sumber daya lahan untuk membangun negara.
Pernyataan Sekretaris Jenderal bukan hanya pengamatan praktis, tetapi juga menunjukkan prinsip inti dalam pengelolaan lahan di Vietnam. Pernyataan singkat tersebut telah memunculkan isu teoretis dan praktis yang besar: dalam kondisi tanah dimiliki oleh seluruh rakyat dan dikelola oleh Negara, memaksakan harga tanah untuk "mengikuti pasar" secara mekanis tidaklah sesuai dengan prinsip tersebut dan berpotensi menimbulkan banyak konsekuensi yang membahayakan.
Untuk melihat ini dengan jelas, perlu dianalisis secara mendalam dari sudut pandang kepemilikan, ekonomi, dan kebijakan publik.
Tanah – kepemilikan publik dan karakteristik unik Vietnam
Berbeda dengan banyak negara yang mengakui kepemilikan tanah secara pribadi, Konstitusi Vietnam menegaskan bahwa tanah adalah milik seluruh rakyat, dengan Negara mewakili pemiliknya dan mengelolanya secara seragam. Hal ini menciptakan perbedaan mendasar dalam cara harga tanah terbentuk.
Dalam ekonomi pasar yang umum, harga tanah dibentuk oleh persaingan antar berbagai pemilik. Pasokan beragam, permintaan beragam, sehingga harga ditetapkan berdasarkan persaingan yang nyata. Namun di Vietnam, Negara adalah satu-satunya pemasok di pasar primer. Semua kebutuhan akses tanah harus melalui keputusan Negara tentang alokasi tanah, sewa tanah, dan perubahan penggunaan tanah. Dengan kata lain, pasar tanah Vietnam adalah pasar khusus, di mana Negara berperan sebagai pemasok sekaligus regulator.
Dalam konteks tersebut, jika Negara "menyerahkan penentuan harga tanah kepada daerah sesuai pasar", pada dasarnya Negara menyerahkannya pada fluktuasi yang mudah dimanipulasi oleh spekulan, broker, dan kelompok kepentingan. Pada saat itu, harga tanah tidak lagi mencerminkan nilai guna aktual, melainkan terdistorsi oleh ekspektasi spekulatif. Itulah penyebab paradoksnya: banyak tanah terlantar masih memiliki harga yang sangat tinggi, perusahaan produksi kesulitan mengakses tanah, dan spekulan menjadi kaya berkat perbedaan harga.
Pasar tanah Vietnam adalah pasar khusus di mana Negara berperan sebagai pemasok sekaligus pengatur.
Risiko penerapan prinsip “harga pasar”
Ketika aset publik yang dimiliki oleh semua orang tunduk pada mekanisme penetapan harga "berbasis pasar", serangkaian risiko serius dapat langsung timbul.
Pertama, harga tanah melambung secara tidak wajar. Satu informasi yang belum diverifikasi tentang perencanaan atau infrastruktur saja dapat memicu "demam tanah". Para "broker tanah" dan spekulan dengan mudah menciptakan harga virtual, menaikkan harga berkali-kali lipat dari nilai sebenarnya, menjadikan konsep "harga pasar" sebagai permainan bagi para manipulator.
Kedua, dampak sosial negatif. Kenaikan harga tanah yang tidak wajar mengakibatkan kenaikan harga rumah, harga sewa, biaya hidup, dan biaya produksi—semuanya dibebankan kepada masyarakat dan pelaku usaha. Impian untuk menetap semakin jauh bagi masyarakat berpenghasilan menengah; pelaku usaha kehilangan keunggulan kompetitif akibat tingginya harga tanah; pasar perumahan sosial tercekik.
Ketiga, distorsi dalam alokasi sumber daya. Ketika harga tanah virtual menjadi saluran untuk cepat kaya, modal sosial terdorong ke spekulasi real estat, alih-alih produksi, teknologi, dan inovasi. Banyak orang meninggalkan produksi untuk terburu-buru "berselancar" di lahan, menciptakan ekonomi jangka pendek yang tidak berkelanjutan dengan potensi risiko.
Keempat, risiko ketidakstabilan ekonomi makro. Gelembung tanah menimbulkan risiko bagi sistem perbankan, karena sebagian besar agunan berupa properti. Di saat yang sama, kesenjangan antara kaya dan miskin meningkat karena minoritas menjadi kaya dengan cepat melalui spekulasi tanah, sementara mayoritas terpinggirkan dari akses terhadap tanah untuk pemukiman dan pengembangan karier.
Oleh karena itu, peringatan Sekretaris Jenderal tidak hanya benar menurut kenyataan, tetapi juga mempunyai nilai berorientasi kebijakan yang sangat penting.
Peran Negara yang Tak Terelakkan dalam Penilaian Tanah
Dalam rezim kepemilikan publik, Negara tidak dapat mengabaikan tanggung jawabnya dalam penilaian. Sebaliknya, Negara berkewajiban untuk menetapkan kerangka harga tanah yang baku, karena itulah satu-satunya cara untuk melindungi kepentingan seluruh rakyat dan menghindari hilangnya aset publik.
Jika kita membiarkan pasar "mengatur dirinya sendiri", pada dasarnya kita menyerahkan kekuasaan untuk menentukan nilai aset publik kepada sekelompok spekulan. Hal ini tidak hanya salah dalam hal prinsip-prinsip pengelolaan aset publik, tetapi juga berbahaya dalam hal konsekuensi sosial.
Penetapan harga tanah oleh Negara bukan berarti meniadakan peran pasar. Sebaliknya, ini merupakan rancangan pasar yang terkendali, di mana harga tanah yang ditetapkan Negara berperan sebagai "jangkar standar", sementara transaksi perdata dapat berfluktuasi dalam rentang yang wajar. Ini adalah model yang menyeimbangkan fleksibilitas pasar dan stabilitas pengelolaan Negara yang diperlukan.
Secara khusus, harga tanah yang dikeluarkan oleh Negara juga merupakan alat kebijakan strategis untuk membantu: Memastikan orang memiliki akses ke tanah untuk pemukiman dan pengembangan karir; menciptakan lingkungan biaya yang stabil untuk bisnis, meningkatkan daya saing; mengarahkan modal sosial ke dalam produksi alih-alih spekulasi; meningkatkan pendapatan anggaran publik dan transparan, dan mencegah hilangnya aset publik.
Dengan demikian, sudut pandang Sekretaris Jenderal memiliki dasar teori yang kuat: Penilaian tanah oleh Negara bukanlah intervensi administratif yang sewenang-wenang, tetapi persyaratan yang tak terelakkan dari rezim kepemilikan khusus - kepemilikan publik atas tanah.
Mekanisme yang tepat untuk menentukan harga tanah di Vietnam
Untuk menerapkan pandangan ini, perlu dibangun mekanisme penetapan harga yang ilmiah, layak, dan transparan.
Pertama, tetapkan kerangka kerja harga tanah standar nasional. Dewan Penilaian Tanah Nasional yang independen perlu menerbitkan kerangka kerja harga tanah berdasarkan data besar, konsultasi ahli, dan pengawasan ketat. Mustahil membiarkan setiap daerah menetapkan harganya sendiri, yang dapat dengan mudah jatuh ke dalam "wilayah gelap" kepentingan kelompok.
Kedua, bangun basis data pertanahan terpadu. Ini akan menjadi "sistem saraf pusat" pengelolaan pertanahan, yang mencatat semua transaksi, informasi pajak, dan kredit secara real-time, sehingga secara akurat mencerminkan penawaran dan permintaan objektif dan menghilangkan transaksi virtual.
Ketiga, terapkan pajak antispekulasi . Kenakan pajak progresif atas tanah terlantar atau tanah yang diperjualbelikan dalam waktu singkat untuk menghilangkan motif spekulatif, sehingga tanah dapat kembali ke fungsi produksi dan kehidupannya yang semestinya.
Keempat, terapkan mekanisme pemulihan selisih sewa tanah. Ketika Negara berinvestasi dalam infrastruktur yang meningkatkan nilai tanah, peningkatan nilai tersebut harus dipungut oleh Negara melalui pajak, retribusi, atau lelang. Ini adalah prinsip keadilan: nilai tersebut merupakan milik seluruh penduduk, dan tidak dapat dinikmati oleh satu kelompok individu saja.
Kelima, pastikan transparansi dan pengawasan. Proses penilaian tanah harus transparan dan diawasi oleh Majelis Nasional, Front Tanah Air, pers, dan masyarakat. Hanya transparansi yang dapat mencegah kepentingan pribadi dan memperkuat kepercayaan sosial.
Keenam, berikan rentang fluktuasi yang wajar. Harga transaksi sipil dapat berbeda dari harga negara bagian dalam rentang tertentu, tetapi tidak boleh melebihi batas atas, demi menjaga fleksibilitas sekaligus menjaga stabilitas.
Mekanisme ini, jika dirancang dan dioperasikan dengan serius, akan menciptakan pasar tanah yang adil, transparan, dan berkelanjutan – persis seperti yang ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal.
Orientasi strategis untuk mengubah kebijakan pertanahan secara fundamental
Sekretaris Jenderal To Lam mengusulkan arahan strategis untuk mengubah kebijakan pertanahan secara fundamental. Dalam rezim kepemilikan publik, tidak ada "harga pasar" yang tepat jika Negara tidak menetapkan harganya. Hanya harga standar yang ditetapkan oleh Negara yang dapat menjamin kepentingan publik, mencegah spekulasi, dan mengembalikan pasar tanah ke orbit pembangunan berkelanjutan.
Ini menjadi pengingat bagi kita untuk mengakhiri kelonggaran, inflasi harga, dan spekulasi tanah, sekaligus seruan untuk mendesain ulang mekanisme penetapan harga tanah menuju keadilan dan transparansi. Negara harus menjadi arsitek pasar tanah, penetapan harga bukan untuk intervensi administratif, melainkan untuk menciptakan fondasi bagi pembangunan.
Pesannya sangat jelas: menentukan harga tanah dalam kepemilikan publik merupakan tanggung jawab historis Negara, dan juga merupakan kunci bagi pasar real estat Vietnam untuk keluar dari spiral spekulatif, memasuki orbit yang stabil dan adil, serta menciptakan premis bagi pembangunan berkelanjutan.
Dr. Nguyen Si Dung
Sumber: https://baochinhphu.vn/gia-dat-va-dinh-huong-chien-luoc-cua-tong-bi-thu-102251001144833045.htm
Komentar (0)