Tanggul di kampung halaman saya adalah harta karun masa kecil, sahabat karib kami semua, anak-anak zaman dulu. Tanggul itu dibangun oleh warga dan membentang mengelilingi ladang-ladang yang luas. Ada yang melengkung seperti busur, ada pula yang lurus, bagaikan ular yang terkadang menggeliat, terkadang dengan santai meregangkan tubuhnya.
Rumput tumbuh di seluruh tanggul, hijau sepanjang tahun. Terutama di musim semi, saat cuaca hangat, rumput sirih, gurita, dan rumput ayam, masing-masing memiliki daun hijau mudanya sendiri. Terkadang, bunga liar tumbuh dalam berbagai warna: putih, biru, merah, dan ungu. Bunga aster juga mekar di musim semi, bunga-bunga putih bersih dengan putik kuning berkilauan memamerkan keindahannya di bawah sinar matahari pagi yang cerah. Hati saya tersentuh ketika berdiri dari kejauhan dan menyaksikan tanggul bermekaran dengan bunga-bunga indah, begitu damai hingga menyentuh hati.
Ilustrasi: HUU HUNG |
Ada parit di sebelah tanggul desa, yang memudahkan air untuk mengairi sawah dan bagi warga untuk mencuci dan mencuci pakaian. Kami, anak-anak, sering pergi ke parit, "tonjolan" terbesar itu untuk berenang, menangkap kepiting, dan memancing. Di musim panas, air parit terasa sejuk dan jernih, dan tawa anak-anak selalu menggema di seluruh ruangan. Jika ingin mencari anak ini atau itu, tak perlu pergi ke mana pun, cukup lari ke tanggul dan langsung terlihat. Sapi-sapi gemuk berbulu berkilau merumput santai di tanggul. Ada hari-hari kami duduk di punggung kerbau dan sapi, memainkan seruling dan menyanyikan lagu anak-anak yang familiar. Ada hari-hari kami berbaring di sisi tanggul, tempat rumputnya paling lebat dan hijau. Tak ada yang bisa dilakukan, hanya membiarkan angin berlalu, memandangi awan-awan yang melayang di atas kepala dan berharap kami adalah burung-burung kecil yang terbang bebas di langit.
Kenangan itu seakan melayang ke masa lalu, tetapi tidak, setiap kali aku mengingat atau melewati tanggul desa, aku ingat dengan sangat jelas setiap wajah teman-temanku, setiap kulit kecokelatan, setiap rambut pirang yang terbakar matahari. Aku bercerita kepada anak-anakku bahwa tanggul desa itu mengadakan pesta-pesta masa kecil yang berharga. Masa-masa bermain layang-layang itu sangat menyenangkan, leherku lelah karena menengadah ke langit, tetapi aku selalu menikmatinya. Kami berlomba untuk melihat layang-layang siapa yang terbang paling tinggi, hadiah bagi pemilik layang-layang terbaik adalah menjadi pemimpin desa. Kenangannya memang seperti itu tetapi sangat menyenangkan. Kemudian pestanya, seluruh kelompok menyumbangkan buah-buahan dari kebun, duduk di tanggul dan mengunyah buah-buahan itu. Dunia tanpa ponsel pintar dan internet pada saat itu sungguh luar biasa!
Tanggul desa juga menjadi tempat terukirnya jejak kaki dan keringat para petani yang bekerja keras. Musim panen datang dengan harumnya padi muda, dengan baju cokelat tua mereka, mereka duduk di tanggul untuk beristirahat. Musim tanam memiliki harumnya bibit padi muda, lumpur cokelat yang menyengat. Tiang-tiang orang tuaku dibebani padi dan jerami, bahu mereka membungkuk naik turun setiap kali melangkah. Di musim hujan, tanggul desa licin, orang tuaku harus berjalan tanpa alas kaki, sepuluh jari kaki mereka mencengkeram tanah dengan erat. Aku membekas di hatiku gema kerja keras, kesulitan-kesulitan memikul tanggul kecil itu, ketika pikiranku mengizinkanku untuk berteriak keras, untuk merasa lebih kasihan pada ibuku.
"Si kecil" ternganga ketika ibunya bercerita tentang tanggul desa. Ia begitu terpesona oleh tanggul desa itu sehingga ia bersikeras agar ibunya mengajaknya kembali ke pedesaan di akhir pekan. Namun kini setelah ia kembali ke rumah, tanggul itu masih ada, tetapi ia tak lagi bisa membayangkan anak-anak bermain riang seperti saat kami masih kecil. Mimpi tentang tanggul desa dalam diriku dan dirinya masih ada. Dan anehnya, malam itu, aku bermimpi menjadi anak kecil lagi, berbaring damai di antara rerumputan pedesaan yang harum, di tanggul desa tua itu. Tanggul desa itu adalah tanah airku, aliran sejuk kenangan masa kecil yang menyegarkan jiwa mudaku, membawa mimpiku jauh ke sana...
Mai Thi Truc
Sumber: https://baoquangtri.vn/van-hoa/202509/giac-mo-de-lang-52e6945/
Komentar (0)