Foto ilustrasi.
Kekacauan darurat di Lembah Silikon
Dalam beberapa jam setelah perintah tersebut dikeluarkan, gelombang kecemasan dengan cepat menyebar dari perusahaan-perusahaan teknologi besar AS ke kabin-kabin maskapai penerbangan internasional. Meskipun aturan tersebut belum diluncurkan secara rinci, aturan tersebut telah membuat puluhan ribu pekerja terampil, sebagian besar dari India dan Tiongkok, menjadi kacau.
Menurut CNBC, segera setelah Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan biaya $100.000 untuk setiap aplikasi visa H-1B baru, Silicon Valley dan Wall Street langsung menjadi "medan perang". Selama akhir pekan, kantor-kantor teknologi besar dan rapat daring berbagai perusahaan dilanda kepanikan. Peraturan ini bukan hanya perubahan hukum, tetapi juga guncangan langsung bagi platform rekrutmen perusahaan-perusahaan Amerika, yang telah bergantung pada sumber daya manusia asing selama bertahun-tahun.
Pada malam 19 September 2025, departemen sumber daya manusia dan hukum perusahaan-perusahaan besar seperti Microsoft, Amazon, Google, Meta, JPMorgan, dan Goldman Sachs terpaksa terus-menerus mengeluarkan peringatan mendesak. "Tetaplah di AS dan hindari semua perjalanan internasional", yang menimbulkan ketakutan ekstrem di kalangan pekerja H-1B.
Mereka yang tinggal di AS diimbau untuk tidak meninggalkan negara tersebut, sementara mereka yang bekerja di luar negeri diwajibkan memesan tiket darurat dan kembali sebelum pukul 00.01 pada 21 September untuk menghindari risiko. Banyak penumpang pemegang visa H-1B yang tidak berani meninggalkan AS, bergegas turun dari pesawat, dan meninggalkan bagasi mereka di ruang kargo.
Firma hukum imigrasi dibanjiri telepon dari klien korporat maupun individu, yang semuanya bertanya-tanya bagaimana aturan tersebut akan berlaku. Gedung Putih baru mengklarifikasi pada akhir pekan bahwa biaya yang lebih tinggi hanya akan berlaku untuk aplikasi visa baru, bukan perpanjangan atau perjalanan bagi pemegang visa yang sudah ada. Biaya tersebut, yang 60 kali lipat dari biaya saat ini, akan berlaku untuk semua aplikasi visa H-1B baru yang diajukan setelah 21 September.
Pukulan berat bagi Big Tech dan startup
Perusahaan teknologi besar sangat bergantung pada visa H-1B untuk merekrut insinyur, ilmuwan , dan programmer dari luar negeri, terutama India. Amazon adalah yang paling khawatir, dengan lebih dari 14.000 karyawan asing yang memegang visa H-1B. Pada paruh pertama tahun 2025, Amazon menyetujui lebih dari 10.000 visa H-1B, sementara Microsoft dan Meta Platforms masing-masing menyetujui lebih dari 5.000 visa.
Meskipun perusahaan besar seperti Microsoft dan Google mampu menanggungnya, biaya sebesar $100.000 tetap merupakan biaya operasional yang signifikan. Di sisi lain, bagi perusahaan rintisan dan usaha kecil menengah (UKM), biaya ini merupakan beban besar yang dapat menghambat pertumbuhan mereka. Banyak pemodal ventura berpendapat bahwa tidak ada perusahaan baru yang mampu menanggung pajak setinggi itu, yang mengancam akan merusak ekosistem perusahaan rintisan AS, pendorong utama inovasi.
Para ahli memperingatkan bahwa biaya baru ini dapat memperlambat pertumbuhan California dan posisi AS dalam persaingan AI dengan mempersulit perusahaan merekrut pekerja internasional. Program H-1B memainkan peran penting dalam merekrut pekerja terampil, terutama karena persaingan untuk mendapatkan talenta terbaik dunia semakin ketat sejak ChatGPT milik OpenAI diluncurkan.
Konsekuensi ekonomi dan perubahan strategis
Para ekonom memperingatkan bahwa keputusan untuk menaikkan biaya visa H-1B dapat menghambat pertumbuhan ekonomi AS. Atakan Bakiskan, ekonom di Bank Berenberg, menyebutnya sebagai contoh "perencanaan anti-pertumbuhan", dan memperingatkan bahwa brain drain akan berdampak serius pada produktivitas karena AS tidak menghasilkan cukup banyak pekerja dengan keterampilan yang dibutuhkan, seperti ilmuwan komputer dan insinyur.
Salah satu konsekuensi yang paling mengkhawatirkan adalah kemungkinan perusahaan akan memindahkan pekerjaan dari AS. Karena perekrutan talenta asing menjadi terlalu mahal dan rumit, perusahaan dapat meningkatkan investasi mereka di kantor-kantor di luar negeri, seperti di Vancouver atau Mexico City, di mana kebijakan imigrasi lebih terbuka. Steven Hall, Presiden dan Chief AI Officer ISG, mengatakan bahwa kedekatan zona waktu akan mendorong Pusat Kompetensi Global (GCC) dan sumber daya di Kanada, Meksiko, dan Amerika Latin.
Langkah Trump juga menimbulkan tantangan besar bagi industri TI India yang bernilai $283 miliar, negara yang paling diuntungkan oleh visa H-1B (mencakup 71% visa yang dikeluarkan tahun lalu). India telah menentang keras biaya baru tersebut, dengan peringatan bahwa biaya tersebut akan menimbulkan "konsekuensi kemanusiaan." Saham Infosys dan Tata Consulting Services, dua perusahaan teknologi besar India yang menggunakan program H-1B untuk mendatangkan ribuan pekerja ke AS, turun sekitar 3% setelah berita tersebut.
Pemerintahan Trump berargumen bahwa H-1B "disalahgunakan" untuk menekan upah rakyat Amerika. Juru bicara Gedung Putih, Taylor Rogers, mengatakan langkah tersebut bertujuan untuk "mencegah perusahaan mengganggu sistem dan menurunkan upah rakyat Amerika."
Namun, para ahli teknologi mengatakan kebijakan tersebut akan memaksa perusahaan menjadi jauh lebih selektif, dengan hanya memperbolehkan aplikasi H-1B untuk posisi bisnis yang paling penting saja.
Prospek hukum dan masa depan yang tidak pasti
Asosiasi pengacara imigrasi telah berencana untuk mengajukan gugatan guna memblokir perintah tersebut, dengan alasan bahwa Gedung Putih tidak memiliki dasar hukum yang jelas untuk mengenakan biaya sebesar itu. Banyak pengacara memperkirakan beberapa gugatan akan diajukan dalam minggu ini.
Ketidakpastian kebijakan memaksa Silicon Valley untuk memikirkan kembali strategi kepegawaian jangka panjangnya. Ray Wang, pendiri Constellation Research, memprediksi langkah Trump akan menghasilkan lebih banyak negara GCC di India, lebih banyak perekrutan lokal di AS, lebih sedikit alih daya, lebih sedikit visa H-1B, dan mobilitas pekerjaan yang lebih rendah.
Beberapa pemodal ventura dan lembaga penelitian India bahkan melihat sisi positif dalam ketidakpastian seputar regulasi H-1B, yang dapat mendorong para insinyur berbakat untuk kembali ke negara asal mereka guna membangun perusahaan rintisan, sehingga meningkatkan sektor teknologi India dan menciptakan lebih banyak persaingan bagi perusahaan AS.
Di tengah persaingan ketat dalam kecerdasan buatan dan teknologi tinggi, ketidakpastian kebijakan imigrasi bisa menjadi kelemahan fatal bagi AS. CEO Adam Kovacevich mengatakan peluncuran perubahan baru ini "sangat kacau" dan "Anda tidak pernah tahu seperti apa kebijakan akhirnya di dunia Trump."
Sumber: https://doanhnghiepvn.vn/doanh-nhan/gioi-cong-nghe-thung-lung-silicon-chan-dong-voi-sac-lenh-h-1b-cua-tong-thong-trump/20250923034307067
Komentar (0)