Kecerdasan Buatan (AI) ditetapkan sebagai teknologi kunci dalam Strategi Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan AI hingga 2030, yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri pada 26 Januari 2021. Tujuan penting dari Strategi ini adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat inovasi AI di kawasan dan dunia , termasuk dalam 4 besar ASEAN dalam penelitian dan penerapan AI, dan termasuk dalam kelompok 50 negara terkemuka di dunia dalam bidang AI. Strategi ini juga mengidentifikasi perlunya membangun sistem norma hukum dan koridor hukum terkait kecerdasan buatan.
Dr. Pham Thi Thuy Nga, Institut Negara dan Hukum (Akademi Ilmu Sosial Vietnam), mengatakan bahwa hukum memainkan peran penting dalam membimbing dan melindungi dunia akademis, dan perlu diakui secara jelas kewajiban untuk mengungkapkan penggunaan AI, baik secara teknis (algoritma, data pelatihan) maupun secara etis (dampak sosial, potensi bias) untuk melindungi legitimasi dan transparansi pengetahuan yang dihasilkan. Karena AI bukanlah subjek yang memiliki kapasitas hukum, tidak memiliki kemauan, moralitas, atau kemampuan untuk bertanggung jawab di hadapan hukum, segala konsekuensi negatif yang timbul dalam proses penggunaan AI perlu secara khusus dibebankan kepada individu atau organisasi terkait.
Kerangka kebijakan yang jelas akan menjadi dasar untuk mendefinisikan batasan dan tanggung jawab para pihak dalam pemrosesan data, mendorong inovasi yang aman dalam bisnis dan organisasi penelitian, berkontribusi dalam menghubungkan kegiatan pengembangan AI Vietnam dengan standar internasional, dan membuka peluang bagi integrasi dan kerja sama teknologi global. Dengan demikian, kerangka kebijakan ini bukan hanya alat, tetapi juga fondasi bagi pengembangan AI yang aman dan manusiawi.
Banyak negara di dunia telah dengan cepat menyelesaikan kerangka kebijakan untuk mengembangkan kecerdasan buatan. Misalnya, Amerika Serikat menerbitkan Undang-Undang Akuntabilitas Algoritma pada tahun 2022, Kanada menerbitkan Undang-Undang Kecerdasan Buatan dan Data pada tahun 2023, dan Uni Eropa (UE) menerbitkan Undang-Undang AI pada tahun 2024. Di Asia, Tiongkok adalah negara yang dengan cepat menyelesaikan kerangka kebijakan yang komprehensif, terfokus, dan berorientasi strategis. Tiongkok tidak hanya telah menerbitkan rencana strategis untuk "mengembangkan AI generasi baru", tetapi juga telah menetapkannya melalui peraturan perundang-undangan, yaitu "Peraturan tentang Pengelolaan Algoritma Rekomendasi di Internet" dan "Peraturan tentang Konten Sintetis yang Dihasilkan oleh AI".
Kementerian Sains dan Teknologi Tiongkok telah menerbitkan "Pedoman Etika AI" dengan prinsip mengutamakan manusia, memastikan keadilan, keamanan, dan tanggung jawab. Jepang juga segera menerbitkan "Pedoman Dasar Etika AI" dan membentuk Dewan Pakar AI berdasarkan Undang-Undang Dasar Sains, Teknologi, dan Inovasi.
Pada awal 2025, Jepang mengesahkan undang-undang untuk mendorong penelitian, pengembangan, dan penerapan terkait AI. Salah satu isi penting undang-undang ini adalah kewajiban untuk bekerja sama dan menyediakan informasi antar entitas yang mengembangkan, mendistribusikan, dan menerapkan AI. Mekanisme yang mengikat secara hukum ini membantu memperkuat kapasitas manajemen, terutama untuk sistem AI dengan tingkat risiko tinggi.
Hingga saat ini, kerangka kebijakan AI di Vietnam masih dalam tahap awal, hanya pada tingkat orientasi strategis dan penyesuaian tidak langsung melalui regulasi terkait keamanan informasi, hak kekayaan intelektual, serta perlindungan data pribadi dari dokumen-dokumen seperti Undang-Undang Keamanan Siber tahun 2018, Undang-Undang Teknologi Tinggi tahun 2008, dan Undang-Undang Hak Kekayaan Intelektual yang telah diamandemen tahun 2022. Regulasi tentang AI masih bersifat umum, belum mencakup semua isu spesifik AI seperti: tanggung jawab hukum sistem otomatis, akses ke data pelatihan, kendali algoritma, atau transparansi dalam pengambilan keputusan AI.
Menurut Dr. Truong Thi Thu Trang, Institut Informasi Ilmu Sosial (Akademi Ilmu Sosial Vietnam)
Menurut Dr. Truong Thi Thu Trang, Institut Informasi Ilmu Sosial (Akademi Ilmu Sosial Vietnam), hingga kini, kerangka kebijakan tentang AI di Vietnam masih dalam tahap awal, hanya berhenti pada tataran orientasi strategis dan penyesuaian tidak langsung melalui regulasi terkait keamanan informasi, kekayaan intelektual, serta perlindungan data pribadi dari dokumen-dokumen seperti Undang-Undang Keamanan Siber tahun 2018, Undang-Undang Teknologi Tinggi tahun 2008, dan Undang-Undang Kekayaan Intelektual yang diamandemen tahun 2022.
Regulasi tentang AI masih bersifat umum, belum mencakup semua isu spesifik AI seperti tanggung jawab hukum sistem otomatis, akses ke data pelatihan, kendali algoritma, atau transparansi dalam pengambilan keputusan AI. Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan praktis, dalam konteks AI yang berkembang pesat dan semakin kompleks, perlu segera dikeluarkan kerangka kebijakan hukum serta pedoman etika, standar teknis, dan keselamatan yang sesuai dengan karakteristik nasional.
Dr. To Van Truong, mantan Direktur Institut Perencanaan Sumber Daya Air Selatan, mengatakan bahwa kerangka kebijakan untuk pengembangan AI perlu dirancang sebagai sistem orientasi strategis, yang mempromosikan inovasi dan mengendalikan risiko, memastikan manfaat umum bagi masyarakat, dengan jelas mengidentifikasi AI sebagai infrastruktur teknologi strategis, yang terkait dengan tujuan mengembangkan ekonomi digital dan meningkatkan daya saing nasional.
Untuk menerapkan kerangka kebijakan pengembangan AI secara efektif, perlu dibentuk badan khusus, seperti Komite Nasional Kecerdasan Buatan. Sistem ini harus memiliki mekanisme pemantauan yang transparan dan saluran konsultasi publik, yang memungkinkan masyarakat dan organisasi sosial berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini tidak hanya melindungi pengguna tetapi juga menciptakan kepercayaan yang kuat bagi bisnis dan investor untuk mengembangkan produk dengan percaya diri.
Selain itu, kerangka kebijakan untuk AI perlu menciptakan mekanisme yang mendorong inovasi dan kerja sama internasional secara substantif. Langkah-langkah seperti insentif pajak, dana dukungan litbang, dan khususnya program pengujian terkendali (sandbox) untuk perusahaan AI perlu diimplementasikan secara kuat.
Keberhasilan mekanisme ini bergantung langsung pada kualitas sumber daya manusia dan koridor hukum yang fleksibel. Selain itu, regulasi dalam kerangka kebijakan harus selalu mempertimbangkan etika dan tanggung jawab sosial sebagai prinsip fundamental, dan harus "dikodekan" sejak awal ke dalam sistem hukum maupun standar teknis.
Kerangka kebijakan yang baik bukan hanya koridor hukum, tetapi juga kekuatan pendorong bagi AI untuk menjadi alat dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. Dalam sejumlah forum baru-baru ini, banyak pakar berkomentar bahwa, dalam kondisi Vietnam saat ini, kerangka kebijakan AI haruslah merupakan keseimbangan yang tepat antara mempromosikan teknologi dan melindungi nilai-nilai inti kemanusiaan.
Dengan mengintegrasikan mekanisme tata kelola yang jelas, strategi data terbuka, keterlibatan masyarakat, dan prinsip etika sebagai fondasi, kami akan mengembangkan ekosistem AI yang dinamis dan dapat dipercaya yang memastikan kami tidak tertinggal di era digital.
Sumber: https://nhandan.vn/hoan-thien-khung-chinh-sach-quan-ly-ai-post901557.html
Komentar (0)