Meski mendapat tekanan besar dari berbagai faktor, Sinner tetap mampu mengatasinya dan memenangkan kejuaraan Wimbledon - Foto: REUTERS
Jannik Sinner telah lama dijuluki "robot" di dunia tenis karena kepribadiannya yang tenang dan jarang menunjukkan emosi di lapangan. Namun, perjalanannya menuju puncak di Wimbledon 2025 telah melukiskan potret baru petenis Italia tersebut: seorang juara Wimbledon dengan jati diri yang mendalam dan emosional.
Kesendirian, Air Mata dan Ledakan
Terutama dalam perjalanannya menjuarai Wimbledon tahun ini, para penggemar menyaksikan Sinner menunjukkan emosi yang lebih kuat dari sebelumnya. Mulai dari rasa kesepian saat dihukum karena doping, yang membuat banyak rekan setimnya menjauhinya, hingga air mata setelah kekalahan menyakitkan dari Carlos Alcaraz di Roland Garros yang membuatnya tak bisa tidur.
Dan sekarang di Wimbledon 2025, seorang Sinner yang benar-benar baru telah muncul, bukan lagi "robot" seperti di masa lalu.
Sinner menyalahkan dirinya sendiri atas kehilangan poin - Foto: REUTERS
Dalam pertandingan final yang dramatis melawan Alcaraz, setelah setiap tembakan yang meleset atau poin yang hilang, Sinner langsung menghadap staf pelatih, terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri. Gambaran ini sangat langka bagi seorang pemain tenis yang selalu menjaga ketenangannya.
Tak hanya itu, luapan emosinya juga terlihat jelas saat ia meraih poin-poin penting. Orang-orang melihatnya berteriak kegirangan—sebuah aksi yang hampir tak pernah terlihat dalam gaya bermain Sinner yang "robot" sebelumnya.
Mematahkan julukan "robot"
"Robot" Sinner tidak selalu sempurna, atau tak terkalahkan seperti yang sering orang sebut. Ia juga terkadang melakukan kesalahan, ia bukanlah mesin yang diprogram untuk menghancurkan lawan tanpa kesalahan.
Ada kalanya ia pingsan, jatuh ke dalam situasi hidup atau mati. Biasanya, dalam pertandingan melawan Dimitrov di babak keempat Wimbledon, ia kalah 2 set, tetapi beruntung menang berkat cedera lawannya.
Sinner berteriak lantang di poin penting yang diraihnya - Foto: REUTERS
Menanggapi komentar negatif bahwa ia beruntung bisa maju, Sinner hanya diam dan terus membuktikan kelasnya dengan penampilan terbaik. Namun, itu bukan berarti ia tanpa emosi.
Setelah masa-masa sulit itu, Sinner bercerita bahwa ia berjuang keras untuk mengatasinya, dan dorongan dari orang-orang terkasihlah yang memberinya kekuatan untuk bangkit. Hal ini membuktikan bahwa di balik penampilan luar yang dingin terdapat jati diri yang dalam, seseorang yang penuh emosi, mengenal kesedihan, mengenal kekecewaan, dan kemudian mengubahnya menjadi motivasi untuk mengatasi tantangan.
Momen-momen jujur ini tidak hanya membantah julukan "robot", tetapi juga menunjukkan sisi Jannik Sinner yang lebih manusiawi dan mudah dipahami.
Tantangan dan kegagalan telah melunakkan petenis Italia ini. Hal itu membantunya menjadi lebih kuat dan lebih dewasa dalam mengekspresikan emosinya. Faktor-faktor inilah yang berkontribusi melahirkan juara Wimbledon yang berbakat, membuat para penggemar semakin mencintai dan mengaguminya.
TUAN LONG
Sumber: https://tuoitre.vn/jannik-sinner-khi-nguoi-may-cung-roi-nuoc-mat-20250715110607237.htm






Komentar (0)