Dalam konteks umat manusia yang menghadapi ancaman runtuhnya ekosistem Bumi, gagasan untuk menemukan "rumah" baru selalu menjadi topik hangat.
Namun, alih-alih perjalanan tanpa harapan ke planet ekstrasolar yang jauh, sebuah hipotesis berani telah muncul: Mengapa tidak membangun planet buatan di sini, di Tata Surya kita?

Teknologi seperti apa yang kita butuhkan untuk membangun planet baru? Di mana kita akan menemukan cukup bahan mentah untuk dunia masa depan kita? (Gambar: Whatifshow).
Tantangan Sang "Pencipta"
Untuk memainkan peran sebagai "pencipta," umat manusia menghadapi tuntutan teknis yang sangat besar. Sebuah planet buatan perlu memiliki beberapa elemen penting: atmosfer yang dapat dihirup, suhu yang moderat, gravitasi yang sebanding dengan Bumi, dan orbit yang stabil mengelilingi Matahari.
Lokasi ideal untuk proyek monumental ini sudah pasti harus berada di dalam "zona layak huni" Matahari, di mana suhu tidak terlalu panas atau terlalu dingin sehingga air cair dapat eksis.
Namun, masalah yang paling menantang bukanlah pada lokasinya, melainkan pada materialnya. Untuk membuat replika Bumi, kita membutuhkan sejumlah besar materi; bahkan jika kita mengumpulkan semua sabuk asteroid di Tata Surya, kita hanya akan memiliki massa kurang dari 1/2000 dari massa planet biru kita.
Pencarian material di seluruh angkasa
Para insinyur antariksa mungkin harus mengalihkan perhatian mereka ke awan Oort, massa puing es di tepi terluar Tata Surya. Meskipun cadangannya melimpah, jarak merupakan kendala yang sangat penting.
Meskipun wahana antariksa Voyager 1 telah menempuh perjalanan dengan kecepatan 17 km/detik selama 41 tahun terakhir, masih dibutuhkan waktu 300 tahun lagi untuk mencapai tepi awan ini dan 30.000 tahun untuk menembusnya.
Opsi yang lebih layak adalah dengan "mencuri" bulan-bulan tersebut. Jika kita dapat menarik semua bulan Jupiter keluar dari orbit raksasa gas itu, kita akan mendapatkan cukup material untuk menciptakan planet dengan ukuran 7% dari Bumi.

Saat ini, masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang alam semesta (Gambar: Whatifshow).
Teknik kompresi gravitasi dan rekonstruksi kehidupan.
Ukuran kecil tidak selalu berarti gravitasi lemah. Para ilmuwan berhipotesis bahwa jika kita dapat memampatkan sepersepuluh massa Bumi menjadi bola seukuran Bulan, kita dapat menciptakan kembali gaya gravitasi yang kita alami saat ini. Namun, bahkan proses konstruksi dasar ini akan memakan waktu ratusan tahun.
Begitu planet berada dalam orbit yang stabil, proses "menghidupkan kembali" planet yang sekarat akan dimulai. Air akan dituangkan untuk menguap dan menciptakan atmosfer. Skenario paradoks namun bermanfaat adalah kita dapat memindahkan industri-industri yang mencemari lingkungan ke sana untuk memompa CO2, yang selanjutnya akan mempertebal atmosfer.
Selanjutnya, tanaman akan dibudidayakan untuk melakukan fotosintesis, mengubah CO2 menjadi oksigen.
Harga dari kepalsuan
Butuh ribuan tahun bagi penghuni pertama untuk menginjakkan kaki di dunia baru ini. Meskipun menawarkan perasaan yang familiar dalam hal suhu dan gravitasi, planet buatan ini tidak akan pernah mencapai stabilitas alami Bumi. Planet ini membutuhkan perawatan aktif dan berkelanjutan, mulai dari lingkungannya hingga parameter orbitnya, untuk mencegah keruntuhan.
Mengingat keterbatasan pengetahuan kita saat ini tentang alam semesta, membangun planet baru tampaknya merupakan pertaruhan yang terlalu besar dalam hal waktu dan sumber daya. Mungkin memodifikasi benda langit yang sudah ada (terraforming) akan menjadi pilihan yang lebih bijaksana dan lebih layak untuk masa depan umat manusia.
Sumber: https://dantri.com.vn/khoa-hoc/loai-nguoi-co-the-tu-xay-dung-mot-trai-dat-thu-hai-ngay-trong-he-mat-troi-20251217002606676.htm






Komentar (0)