Manchester City memperoleh kemenangan gemilang 5-1 atas Burnley. |
Dua kekalahan beruntun melawan Tottenham dan Brighton pernah menimbulkan gejolak di Etihad. Serangkaian hasil seperti itu cukup membuat orang mempertanyakan kekuatan sesungguhnya Man City di musim baru, terutama ketika Liverpool memulai musim dengan baik.
Namun dalam beberapa minggu, keadaan berbalik. Empat kemenangan dalam lima pertandingan terakhir – dan gaya bermain yang perlahan kembali ke jalurnya – menunjukkan Guardiola masih memegang kendali.
Dari krisis hipotetis menjadi serangan balik nyata
September diawali dengan derby Manchester, di mana Man City menghancurkan rival sekota mereka untuk memulihkan kepercayaan diri. Kemudian Napoli di Liga Champions, lalu Huddersfield di piala domestik, semuanya terjebak dalam siklus biru. Satu-satunya pengecualian adalah hasil imbang di menit-menit akhir melawan Arsenal – sebuah kenangan kecil di tengah rentetan hasil positif.
Kemenangan 5-1 atas Burnley di pekan ke-6 Liga Primer Inggris pada malam 27 September merupakan rangkuman yang sempurna. Man City memang tidak selalu bermain gemilang sepanjang 90 menit, tetapi ketika dibutuhkan, mereka tetap tahu cara mengalahkan lawan dengan kekuatan dan kegigihan.
Dua gol bunuh diri Maxime Esteve baru permulaan. Akhir pertandingan benar-benar menjadi ciri khas Man City: dua gol cepat Erling Haaland di menit ke-90 dan ke-93. Skenario yang dingin, menunjukkan naluri pembunuh sebuah tim yang tahu bagaimana menunggu momen yang tepat.
Pep Guardiola membantu Man City kembali ke kemenangan beruntun. |
Guardiola membantah telah mengubah metodenya. Ia tetap teguh pada filosofi kontrolnya, tetapi menyesuaikan ritme agar sesuai dengan skuad yang lebih muda. Mencadangkan Bernardo Silva, John Stones, atau Nathan Aké juga merupakan sebuah pernyataan: Man City punya kedalaman, punya penerus, dan Pep bersedia mempercayainya.
Ia tidak banyak bicara tentang gelar juara setelah enam pertandingan, tetapi menekankan "meningkatkan performa di setiap pertandingan". Pesan itu bukan sekadar pesan kepada para pemain baru, tetapi juga pengingat akan DNA City di bawah Guardiola: menang adalah kewajiban, tetapi kemenangan tak mudah diraih tanpa konsentrasi.
Kepergian Kevin De Bruyne dianggap sebagai pukulan telak. Namun paradoksnya, kekosongan itu justru menciptakan peluang bagi Phil Foden untuk kembali menjadi pusat perhatian. Pemain Inggris ini menemukan kembali performa yang membawanya meraih dua gelar juara pada musim 2023/24. Ia percaya diri, kreatif, dan yang terpenting, mampu menghubungkan lini serang City dengan sempurna.
Di sisi sayap, Jeremy Doku semakin konsisten. Tiga assist dalam tiga pertandingan terakhir menunjukkan bahwa pemain muda ini tidak hanya memiliki kecepatan dan keberanian, tetapi juga tahu cara berkontribusi secara efektif. Inilah tipe pemain yang selalu diinginkan Guardiola: mengubah pemain muda menjadi senjata praktis.
Haaland tengah meledak dengan gol-golnya. |
Erling Haaland masuk ke pertandingan melawan Burnley pada menit ke-90 dengan performa yang tampak kurang memuaskan. Namun, hanya dalam empat menit, ia menghabisi lawan-lawannya dengan dua gol yang patut dicontoh. 15 gol dalam sembilan pertandingan untuk klub dan negaranya – angka yang akan membuat tim mana pun di Eropa iri.
Guardiola meringkas peran tersebut dengan sederhana: "Itulah tugasnya." Bagi Pep, Haaland bukanlah keajaiban, melainkan perwujudan keniscayaan: jika Man City menciptakan peluang, Haaland akan mencetak gol. Kepastian inilah yang menjadi fondasi City mengatasi kesulitan.
Lompatan raksasa Man City
Kekalahan mengejutkan Liverpool dari Crystal Palace menambah nilai kemenangan atas Burnley. Dari yang tadinya tampak tertinggal, Man City berhasil memperkecil selisih menjadi 5 poin.
Dalam balapan jarak jauh, momen-momen seperti ini sama pentingnya dengan kemenangan mutlak atas pesaing Anda. Pep tahu ini lebih baik daripada siapa pun, dan ia berseri-seri gembira setelah pertandingan.
Tujuh pertandingan beruntun dalam 22 hari di tiga kompetisi menjadi ujian krusial untuk menilai posisi Man City. Dengan hanya satu hasil imbang dan sisanya kemenangan, jawabannya jelas: sang juara masih di sana, masih kuat, dan masih tahu cara mengatasi badai.
Man City masih menjadi pusat kekuatan sepak bola Inggris. |
Selanjutnya adalah laga tandang ke Monaco dan Brentford. Jika ia mampu mempertahankan rentetan kemenangannya, Pep bisa menutup September dengan kepuasan penuh - bulan yang bisa saja berubah menjadi krisis, tetapi kini telah menjadi titik balik untuk menegaskan kembali kekuatannya.
Manchester City bukan lagi tim yang tak terkalahkan seperti beberapa tahun lalu, tetapi Guardiola masih memiliki sesuatu yang lebih berharga: kemampuan untuk memperbarui tim, menanamkan semangat juara dalam diri setiap pemain. Haaland masih mencetak gol secara teratur, Foden dan Doku sedang naik daun, dan tim tahu bagaimana memanfaatkan situasi ketika Liverpool tersandung.
Agustus adalah bulan yang mengkhawatirkan, tetapi September menunjukkan bahwa Man City tetaplah Man City - bukan tim yang mudah dikalahkan.
Sumber: https://znews.vn/man-city-khong-de-bi-ha-be-post1588953.html
Komentar (0)