Aku masih ingat betul saat aku tahu aku hamil. Setelah lebih dari 2 tahun menikah, bulan-bulan penantianku terasa tak berujung. Melihat anak-anak di sekitarku tumbuh dewasa, aku selalu bertanya-tanya: "Kapan aku akan merasakan perasaan itu?" Dan ketika melihat dua garis muncul di tes kehamilan, hatiku dipenuhi rasa terkejut sekaligus bahagia. Air mata mengalir di pipiku, bukan karena takut, melainkan karena sukacita yang manis, perasaan diberi tanggung jawab, cinta yang tak ternilai. Seluruh dunia terasa tenang, hanya menyisakan jantungku yang berdebar-debar karena makhluk kecil yang perlahan terbentuk di dalam tubuhku.
Di awal-awal menjadi ibu, saya menyadari bahwa perjalanan ini tidaklah mudah. Malam-malam tanpa tidur, menggendong bayi saya, mengkhawatirkan setiap gerakan, setiap tarikan napas, dan mengingat tenggat pekerjaan yang masih menumpuk di meja, saya pikir saya akan pingsan. Namun, hanya melihat bayi saya tidur nyenyak, mendengar napasnya yang teratur, dan melihat bibir mungilnya tersenyum dalam mimpinya, semua rasa lelah saya lenyap. Cinta untuk bayi saya bagaikan sumber kekuatan yang tak terlihat, menopang saya melewati setiap kesulitan, membuat saya percaya bahwa tidak ada yang mustahil untuk diatasi.
Sebelum punya anak, saya tidak pandai memasak. Masakan sederhana terkadang membuat saya bingung, tetapi dengan anak-anak, saya mulai belajar dan bereksperimen dengan setiap masakan, dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit. Kebahagiaan yang sederhana namun mendalam adalah ketika saya melihat anak saya menghabiskan makanannya, matanya berbinar, mulutnya tersenyum: "Bu, ini sangat lezat!". Saat itu, saya menyadari bahwa cinta kepada anak-anak dapat membuat seseorang melakukan hal-hal yang sebelumnya tampak mustahil. Menjadi seorang ibu membantu saya belajar untuk bersabar, belajar untuk mencurahkan seluruh upaya saya pada hal-hal yang tampak kecil tetapi sangat penting bagi anak saya.
Tak hanya mengajari saya memasak, menjadi seorang ibu juga mengajari saya cara mengendalikan amarah, cara mendengarkan, dan memahami. Ada kalanya anak saya nakal dan saya marah, tetapi kemudian saya berkata pada diri sendiri untuk mengendalikan diri, memahami anak saya lebih baik, dan belajar bersimpati dengan perasaannya. Anak saya mengajari saya bahwa cinta tidak selalu sempurna, tetapi jika tulus, cinta akan membantu ibu dan anak tumbuh bersama. Setiap kali anak saya menjelaskan alasannya melakukan sesuatu, saya belajar untuk bersabar dan menghargai pikirannya, meskipun terkadang belum dewasa dan ceroboh.
Waktu berlalu begitu cepat. Menengok ke belakang, anak saya hampir berusia sepuluh tahun dan memiliki pemikiran serta alasannya sendiri. Setiap kali saya berbicara dengannya, saya belajar untuk lebih banyak mendengarkan, belajar membiarkannya berekspresi dengan bebas, dan menyadari bahwa setiap anak perlu dipahami. Momen-momen ketika ia berlari memeluk saya sepulang sekolah, pertanyaan-pertanyaan polos atau cerita jujur tentang hari itu, membuat saya merasa bahagia dan bersyukur karena ia telah mengajarkan saya banyak hal berharga tentang kehidupan, tentang cinta dan kesabaran. Setiap kali saya melihatnya bermain, melihatnya tersenyum cerah, hati saya dipenuhi cahaya, dan saya tahu bahwa semua kesulitan dan kelelahan di tahun-tahun terakhir ini sepadan, karena kebahagiaan itu unik, tak tergantikan.
Anakku, sebentar lagi usiamu akan menginjak sepuluh tahun. Aku hanya berharap kamu bisa hidup dengan damai, polos, dan percaya diri. Aku tidak butuh kamu untuk menjadi yang terbaik, aku hanya butuh kamu menjadi dirimu sendiri, untuk tahu bagaimana mencintai dan menghargai hal-hal sederhana di sekitarmu. Bagiku, setiap hari aku menjadi seorang ibu adalah hari yang membahagiakan, anugerah tak ternilai yang diberikan kehidupan kepadaku. Berapa pun usiamu, ketahuilah selalu bahwa aku akan selalu di sini, mencintaimu, mendukungmu, dan menemanimu di setiap langkah. Aku mencintaimu!
Ha Linh
Sumber: https://baodongnai.com.vn/van-hoa/202510/moi-ngay-duoc-lam-me-la-mot-ngay-hanh-phuc-0aa09ff/






Komentar (0)