
Rahasianya terletak di otak Anda – sang ahli ilusi, yang terus-menerus menyesuaikan dan menghaluskan segala sesuatu yang Anda lihat, hingga Anda sama sekali tidak menyadarinya (Foto: SP).
Realita atau ilusi?
Coba ini sekali: buka kamera ponsel Anda dalam mode perekaman video dan tatap layarnya seperti jendela bidik. Anda akan melihat gambar yang goyah, sedikit terdistorsi, dan kurang halus.
Namun, inilah cerminan sebenarnya dari apa yang dilihat mata Anda.
Perbedaannya terletak pada intervensi otak untuk menyesuaikan, menghaluskan, dan menstabilkan gambar, mengubah pengalaman visual yang kacau menjadi aliran yang mulus dan menyenangkan.
Hiduplah di masa lalu untuk bertahan hidup di masa kini.
Para peneliti dari Universitas Aberdeen dan Universitas California, Berkeley, telah menerbitkan penemuan penting dalam jurnal Science Advances: Otak kita tidak mempersepsikan dunia secara real time.
Sebaliknya, ia mengandalkan 15 detik terakhir untuk menciptakan citra visual yang koheren dan mengalir dari lingkungan sekitar. Dengan kata lain, kita hidup dalam ilusi visual alami, yang terus-menerus membuat kita menyadari masa lalu, bukan masa kini.
Setiap detik, mata kita menerima serangkaian gambar yang tidak stabil, yang terus berubah karena cahaya, sudut pandang, jarak, gerakan, kedipan mata, dan objek yang muncul atau menghilang.
Namun, semuanya masih tampak stabil. Objek-objek tidak bergerak secara sembarangan, wajah-wajah tidak terdistorsi, dan dunia tidak berguncang seperti dalam video amatir.
Karena otak kita melakukan "penghalusan waktu". Otak tidak hanya menganalisis momen saat ini tetapi juga merata-ratakan informasi visual yang diterima dalam beberapa detik sebelumnya.
Mekanisme ini, yang disebut ketergantungan sekuensial, menyebabkan kita mempersepsikan objek sebagai mirip dengan objek yang pernah kita lihat sebelumnya, menciptakan ilusi kontinuitas visual—dunia yang tampak stabil, meskipun sebenarnya tidak.
Sebuah ilusi, tetapi ilusi yang diperlukan.
Penelitian ini didukung oleh serangkaian eksperimen menarik. Misalnya, ketika peserta mengamati wajah yang secara bertahap berubah usia (dari muda ke tua atau sebaliknya), sebagian besar meremehkan atau melebih-lebihkan usia sebenarnya wajah tersebut berdasarkan gambar sebelumnya.
Hal ini menunjukkan bahwa persepsi visual kita saat ini sangat dipengaruhi oleh citra masa lalu, seolah-olah otak menolak untuk mengatur ulang semuanya dari waktu ke waktu.
Sebaliknya, sistem ini memilih untuk menggabungkan data menjadi gambar yang koheren, mudah dipahami, dan tidak membingungkan. Ini bukan bug, melainkan fitur penting untuk menjaga stabilitas kognitif dalam konteks visual yang kacau.
Namun, mekanisme ini juga memiliki kelemahan. Membiasakan kita pada masa lalu visual yang baru saja terjadi dapat membuat kita buta terhadap perubahan-perubahan halus.
Fenomena ini disebut "kebutaan perubahan": Suatu objek yang telah diubah atau dipindahkan dapat luput dari perhatian kita karena otak tidak memiliki waktu untuk memperbarui persepsi visualnya.
Fenomena terkait lainnya adalah kebutaan karena kurang perhatian, yang terjadi ketika suatu elemen nyata tidak dirasakan hanya karena perhatian kita dialihkan ke tempat lain.
Bias-bias ini menunjukkan bahwa persepsi kita kurang objektif daripada yang terlihat, dan bahwa persepsi tersebut dibentuk oleh ingatan langsung, perhatian, dan prioritas yang secara tidak sadar ditetapkan oleh otak untuk memastikan koherensi.
Aplikasi praktis
Penelitian ini tidak hanya bersifat akademis tetapi juga memiliki implikasi praktis yang signifikan.
Hal ini telah menginspirasi teknologi stabilisasi video pada ponsel pintar, yang secara akurat meniru cara kerja otak kita secara alami.
Hal ini juga memberikan wawasan tentang gangguan neurologis yang memengaruhi persepsi visual atau perhatian.
Pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana otak terus-menerus merekonstruksi realitas dapat membantu merancang antarmuka yang lebih alami dan imersif atau alat diagnostik kognitif yang efektif.
Yang lebih penting lagi, penemuan-penemuan ini mengingatkan kita pada sebuah kebenaran yang mencolok: Apa yang kita lihat tidak pernah sepenuhnya benar. Otak, demi kenyamanan kita, lebih menyukai versi dunia yang stabil daripada realitas yang mentah dan tidak pasti.
Ia sengaja menunda kita selama beberapa detik, dan berkat mekanisme inilah manusia dapat melihat dengan jelas di tengah kekacauan saat ini.
Sumber: https://dantri.com.vn/khoa-hoc/nao-bo-luon-lua-doi-ban-chung-ta-chi-nhan-thuc-the-gioi-tu-15-giay-truoc-20250722102759244.htm






Komentar (0)