Berbicara kepada media, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia tidak memiliki rencana untuk memblokir Telegram setelah serangan teroris, tetapi meminta CEO Telegram Pavel Durov untuk lebih memperhatikan.
"Kami mengharapkan perhatian lebih dari Pavel Durov, karena pada kenyataannya, penerapan teknologi yang unik dan luar biasa ini semakin menjadi alat di tangan teroris, yang digunakan untuk tujuan teroris," kata Peskov.
Teater Crocus City Hall terbakar setelah serangan teroris. Foto: Reuters
Telegram adalah aplikasi perpesanan populer di Rusia dan di seluruh dunia , berkantor pusat di Dubai. Pemilik Telegram adalah Pavel Durov, 39 tahun, lahir di Rusia dan tinggal di Dubai (UEA). Ia meninggalkan Rusia pada tahun 2014.
Menyusul komentar Kremlin, Durov mengunggah sebuah posting di Telegram yang menyatakan bahwa ia telah mengambil tindakan segera untuk memblokir serangkaian akun anonim yang mengunggah pesan yang tampaknya menyerukan tindakan kekerasan baru.
"Puluhan ribu upaya pengiriman pesan semacam itu diblokir, dan ribuan akun Telegram yang mencoba mengirimkan pesan-pesan ini menghadapi pemblokiran akun permanen," tulis Durov.
Mulai minggu depan, pengguna akan dapat membatasi jumlah orang yang mengirimi mereka pesan pribadi, ujarnya, dan mekanisme kecerdasan buatan akan diperkenalkan untuk menyaring komunikasi yang tidak diinginkan. "Telegram bukan tempat untuk spam atau ajakan kekerasan," kata Durov.
Kantor berita Rusia RIA mengatakan para teroris dikumpulkan melalui saluran Telegram ekstremis organisasi Negara Islam Khorasan (ISIS-K).
Menurut TASS, Telegram telah menghapus lebih dari 256.000 dokumen terlarang sejak 2021 atas permintaan Layanan Federal Rusia untuk Pengawasan Komunikasi, Teknologi Informasi, dan Komunikasi Massa.
Ngoc Anh (menurut TASS, RIA, Reuters)
[iklan_2]
Sumber
Komentar (0)