
Menurut penulisnya, “kisah-kisah itu bagaikan kepingan tembikar berkilau yang tergeletak di sana-sini”, yang diam-diam menuntun penulis melewati berbagai tingkatan emosi dan menyadari keindahan magis kehidupan.
Secara khusus, cara penulis secara alami mencerminkan dampak dua sisi era digital terhadap kehidupan perkotaan dalam setiap cerita pendek, membawa pembaca pada pemikiran dan kekhawatiran tentang hal-hal "sepele" yang sering dilupakan orang.
Dengan gaya penulisan yang lembut dan mendalam, penulis tak hanya membangkitkan kenangan dan empati, tetapi juga membisikkan pesan yang penuh kemanusiaan. Dalam hal-hal yang paling sederhana dan terkecil, tersimpan nilai-nilai kemanusiaan yang agung.
Penulis tampaknya memahami betul pikiran setiap tokoh. Ada beberapa cerita yang hanya berupa konflik kecil dalam hidup, tetapi jelas bahwa tokoh-tokohnya mewakili sekelompok orang, sebuah kelas. Oleh karena itu, pembaca melihat bayangan mereka sendiri, masalah mereka sendiri, dalam diri mereka.
Misalnya, penulis menceritakan kisah sepasang suami istri modern yang berkonflik kecil dan remeh saat memilih merayakan Tet di rumah pihak ayah atau ibu. Hal itu tampak sepele, tetapi menjadi obsesi psikologis bagi sang putri, sampai-sampai ia berharap tidak ada Tet agar orang tuanya berhenti bertengkar...
Setiap akhir cerita adalah suara yang berdering, membuka pikiran dan penilaian yang lembut dalam benak setiap orang, mendesak orang untuk bertindak cepat demi hal-hal yang lebih baik.
Seni menggunakan bahasa dan bercerita merupakan poin yang paling mengesankan. Bahasa dalam setiap cerita diceritakan secara alami, tetapi tidak asal-asalan. Setiap kata dipilih dengan cermat dan dinamis oleh Le Hang. Ketika menggambarkan langkah kaki seorang lelaki tua yang lelah, ia menggunakan kata-kata: "jatuh" di jalan dan menggemakan "suara sedih", atau ketika menggambarkan wajah seorang tua, ia menggunakan kata-kata "keriput mulai terisak"...
Gaya bercerita yang beragam dan beragam perspektif menciptakan daya tarik tersendiri bagi pembaca. Tampaknya, dengan bakat seninya, Le Hang telah dengan terampil menerapkannya untuk membuat cerita pendeknya diresapi dengan bahasa artistik sinema, puisi, dan lukisan, sehingga menciptakan daya tarik tersendiri di setiap cerita.
Jika salah satu nilai magis sastra adalah mengambil keindahan dan kebaikan sebagai pusatnya, dengan tujuan mengubah manusia, membangun kepribadian, dan memberi sumbangan pada pembaharuan sosial, maka Le Hang telah melakukannya lewat cerita-cerita yang disebutnya "potongan-potongan magis".
Setiap cerita pendek menabur benih cinta, pengampunan, dan kasih sayang di hati orang-orang, membangkitkan mereka untuk menjalankan pikiran, tindakan, dan tanggung jawab mereka terhadap keluarga dan masyarakat, yang terkadang terlupakan karena perubahan kehidupan yang cepat di era digital.
Pasti Anda akan seperti saya, ketika menutup halaman-halaman kumpulan cerita pendek "The Magical Fragments", gemanya akan berdentang bagai lonceng yang mengingatkan Anda untuk memperlambat langkah, melihat lebih dalam setiap momen kecil, dan lebih percaya pada kebaikan. "The Magical Fragments" bukanlah kumpulan cerita yang mengejutkan, tetapi ia mampu menyentuh hati pembaca dengan kesunyiannya, dengan keindahan kebaikan yang masih ada di suatu tempat dalam hidup ini.
Nama asli penulis Le Hang adalah Le Thi Le Hang, lahir tahun 1988, berasal dari Thua Thien Hue. Le Hang tinggal di Da Nang dan telah menulis 7 buku berbahasa Vietnam dan 5 buku berbahasa Inggris. Karya-karyanya dikenal pembaca melalui berbagai cerpen, puisi, epos, esai kritis, ilustrasi... yang diterbitkan di surat kabar dan majalah sastra pusat dan daerah. Le Hang saat ini menjadi anggota Komite Eksekutif Asosiasi Penulis Kota Da Nang, salah satu penulis muda khas Da Nang yang dianggap serba bisa, serius, dan kaya akan kekuatan batin. Berbagi di sebuah forum sastra, ia berharap karya-karyanya dapat membantu dirinya dan para pembaca "melihat jauh ke dalam hati mereka".
Sumber: https://baodanang.vn/nhung-vun-vat-nhiem-mau-3265035.html
Komentar (0)