Saat daun-daun kuning terakhir berguguran, aku tahu November telah tiba. Bulan di mana angin pertama musim berembus lembut di sela-sela pakaianku, bulan di mana aroma samar sinar matahari masih tercium di atap genteng tua, pagi yang sejuk yang membuat semua orang ingin berlama-lama dalam hangatnya selimut. Setiap tahun, ketika musim ini berganti, hatiku dipenuhi perasaan yang tak terlukiskan—sekaligus sendu, sekaligus hangat, dan sekaligus seperti merindukan sesuatu yang belum terucapkan.
November membawa hawa dingin yang cukup untuk membuat orang-orang ingin lebih dekat satu sama lain. Saya menyebutnya "musim cinta", karena ketika cuaca dingin, orang-orang lebih mudah tersentuh, mudah merasakan kehangatan tangan, tatapan, atau pelukan ringan. Di tengah hiruk pikuk jalanan, terkadang hanya melihat sepasang kekasih bersandar di bahu satu sama lain, berjalan diterpa angin, sudah cukup membuat hati kita mencelos, melihat betapa lembutnya hidup ini.
Di bulan November, angin muson berhembus di sela-sela pepohonan, membawa aroma tajam pergantian musim. Jalanan tiba-tiba terasa lebih sepi, seolah kota ini juga tahu cara menenangkan diri. Kios-kios pinggir jalan mulai menyala, asap mengepul dari jagung bakar, kentang bakar, dan pisang goreng... Aroma itu menyatu dengan angin, menyusup ke setiap sudut, membangkitkan begitu banyak kenangan lama. Aku masih ingat waktu kecil dulu, setiap kali sekolah usai, kami anak-anak akan pergi ke warung Bu Tu di ujung gang, dengan penuh semangat menunggu kentang bakar matang, dikupas, dan masih mengepulkan uap. Sensasi meniup-niup kentang sambil makan, tertawa-tawa bersama teman-teman, kini jika dipikir-pikir lagi, semuanya terasa begitu sederhana namun begitu menghangatkan hati.
Bulan November juga membuat kita semakin merasakan betapa berharganya kehangatan cinta. Di luar, angin muson bertiup kencang, dan di rumah kecil itu, Ibu bangun pagi-pagi untuk menyalakan tungku arang. Panci air jahe mendidih, aroma pedasnya menyebar ke seluruh dapur. Ibu berkata: "Cuaca semakin dingin, minumlah air jahe di pagi hari untuk menghangatkan perutmu, agar tidak masuk angin." Di awal musim dingin ini, hanya mendengar tawa Ibu, melihat sosoknya bekerja keras di dekat api unggun sudah cukup untuk merasakan betapa lembut dan hangatnya bulan November ini.
November - bulan ketika hari belum berganti, tetapi malam telah tiba. Baru pukul 6 sore, tetapi langit sudah gelap, lampu-lampu jalan menyinari jalan-jalan kecil. Di luar, orang-orang bergegas pulang setelah hari yang panjang, membawa hawa dingin pertama musim ini yang masih menempel di pakaian mereka. Di setiap rumah, aroma nasi baru tercium, suara tawa di sekitar nampan makanan yang hangat, suara sendok sayur yang menyentuh panci sup yang mengepul - semuanya menciptakan gambaran kebahagiaan yang sederhana. Di tengah dinginnya udara di luar, tak ada yang lebih menyenangkan daripada perasaan duduk bersama orang-orang terkasih, menyantap hidangan sederhana bersama, saling bercerita setelah hari yang sibuk, khawatir, dan berjuang mencari nafkah.
November juga bulan yang membuat hati mudah tersentuh. Ada sore hari, berdiri di tengah angin dingin, tiba-tiba kita merasakan kesedihan samar merayapi hati kita - kesedihan tanpa wujud yang jelas, hanya tahu bahwa ia hilang. Merindukan seseorang, merindukan masa lalu, atau sekadar merindukan diri sendiri di masa lalu. Ada yang bilang November adalah bulan bagi jiwa-jiwa yang peka, orang-orang yang mudah tersentuh oleh setiap perubahan kecil di alam. Mungkin itu benar. Karena di awal musim yang dingin, siapa yang tidak merasakan hatinya melunak, seolah ingin menemukan sesuatu yang jauh.
Dan di tengah segudang emosi itu, November juga mengingatkan kita pada hari yang sangat istimewa - Hari Apresiasi Guru. Bunga segar, ucapan sederhana, tatapan penuh syukur... semua seolah membawa kita kembali ke masa sekolah. Gambar seorang guru yang berdedikasi di samping rencana pembelajaran, setiap garis kapur putih di papan tulis tetap menjadi kenangan indah di hati setiap orang. Sejauh apa pun kita pergi, ketika November mengetuk pintu, hati kita tetap terenyuh, kita tetap merasa perlu untuk berhenti sejenak dan mengucapkan kata terima kasih, meskipun hanya di dalam hati.
Bagi setiap orang, November punya warna tersendiri. Bagi mereka yang jauh dari rumah, November adalah bulan kerinduan. Bagi mereka yang sedang jatuh cinta, November adalah bulan kehangatan dan pelukan. Bagi mereka yang kesepian, November adalah bulan kenangan yang tenang. Namun, apa pun keadaannya, November selalu membuat orang merasa lembut—bagaikan nada hening dalam musik kehidupan.
Ha Trang
Sumber: https://baodongnai.com.vn/van-hoa/dieu-gian-di/202511/thang-11-noi-yeu-thuong-tim-ve-272020a/






Komentar (0)