Pesan Sekretaris Jenderal di Majelis Nasional tidak hanya menunjukkan pemikiran strategis, tetapi juga membuka pendekatan yang mendalam: komentar terhadap rancangan Dokumen harus "langsung menyentuh isu-isu paling mendasar tentang kelembagaan dan metode penyelenggaraan kekuasaan negara", tetapi juga harus dijiwai dengan semangat kehidupan; menjadi pengingat, mengajak para anggota Majelis Nasional untuk memberikan komentar dan menyempurnakan Dokumen tersebut, sebagai landasan bagi nasib bangsa di masa mendatang.

Inti pesan Sekretaris Jenderal adalah pengakuan yang jujur atas hambatan yang ada. Ketika Partai bertekad untuk membangun negara melalui supremasi hukum, semua upaya reformasi harus dimulai dari sistem hukum—tempat pemikiran dan pengorganisasian kekuasaan ditunjukkan dengan paling jelas. Pertanyaan "mengapa hukum itu benar tetapi sulit diimplementasikan?" bukan sekadar pertanyaan retoris, melainkan pertanyaan tentang tanggung jawab atas keseluruhan sistem: jika hukum tidak dijalankan, rakyatlah yang akan menderita terlebih dahulu; jika dunia usaha kesulitan, berarti momentum pembangunan terhambat; jika pejabat akar rumput takut akan kesalahan dan tanggung jawab, maka reformasi tidak akan berhasil.
Dari pertanyaan tersebut, kita dapat melihat semangat yang konsisten untuk menemukan "titik-titik macet", menangani "titik-titik lemah", dan menghilangkan "kemacetan". Hukum bukan untuk mempersulit, melainkan untuk membuka jalan. Mekanismenya bukan untuk mengendalikan dengan dokumen, melainkan untuk memberikan kepercayaan, mendorong inovasi, serta memastikan keadilan dan disiplin. Dan ini juga merupakan pengingat yang kuat: pembuatan hukum tidak boleh hanya bertujuan untuk kesempurnaan di atas kertas, tetapi harus berasal dari praktik, sehingga masyarakat dapat "mudah memahami dan mudah menerapkan", dan para pejabat dapat "mudah menerapkan dan berani menerapkan".
Selain itu, Sekretaris Jenderal berfokus pada isu fundamental dalam membangun negara hukum: mengendalikan kekuasaan. Tidak hanya mengendalikan korupsi dan negativitas, tetapi juga mengendalikan stagnasi, penghindaran, dan ketidakpedulian terhadap pelayanan publik. Masyarakat hukum adalah masyarakat di mana "tidak seorang pun berada di luar hukum, tidak seorang pun berada di atas hukum, tidak seorang pun berada di bawah hukum"; semua kekuasaan harus terikat oleh tanggung jawab, transparansi, akuntabilitas, dan demi kebaikan bersama. Di sini, semangat "berpusat pada rakyat" bukan hanya prinsip politik, tetapi juga menjadi standar untuk mengukur kinerja seluruh sistem.

Dari pola pikir tersebut, tuntutan desentralisasi dan pendelegasian kekuasaan dijabarkan lebih jelas dan praktis daripada sebelumnya. Desentralisasi bukan sekadar "memotong untuk menyelesaikan", bukan pula "menekan pekerjaan" sebagai langkah administratif, melainkan harus disertai dengan sumber daya, kapasitas, dan kepastian hukum. Desentralisasi bukan hanya untuk merampingkan aparatur, tetapi juga untuk mendekatkan rakyat dengan negara, mempercepat terwujudnya keputusan, memenuhi kebutuhan esensial rakyat tanpa "terjebak", tanpa "dipaksa", tanpa "diminta-tunggu-tunggu". Sekali lagi, semangat "Pemerintahan yang konstruktif" dan "aksi untuk rakyat" ditegaskan oleh pemimpin tertinggi Partai.
Sekretaris Jenderal secara khusus menekankan peran kepemimpinan Partai: tidak hanya memimpin dengan pedoman, tetapi juga dengan mengorganisir pelaksanaan, dengan pengawasan, dengan memberi contoh, dan dengan bertanggung jawab kepada rakyat. Peran tersebut tidak hanya ditunjukkan dalam visi strategis, tetapi juga dalam setiap isu spesifik: melindungi mereka yang berani bertindak, melawan kepentingan pribadi, menangani korupsi dan hal-hal negatif secara tegas, memperkuat kepercayaan rakyat, dan mempromosikan demokrasi sejati. Inilah semangat inovasi dalam pemikiran kepemimpinan Partai, yang sejalan dengan tuntutan zaman, memenuhi harapan rakyat, dan menciptakan fondasi bagi negara untuk maju dengan kecerdasan, disiplin, dan hati nurani rakyat.
Sekretaris Jenderal juga menyerukan perubahan dalam pemikiran tata kelola nasional: dari manajemen yang berbasis pada perintah administratif menjadi manajemen yang berbasis pada hukum, data, teknologi, dan layanan. Pergeseran ini bukanlah sebuah pilihan, melainkan keniscayaan.
Sekretaris Jenderal meminta agar disiplin diperketat seiring dengan kepedulian terhadap kehidupan rakyat; aspirasi pembangunan sejalan dengan tugas mewujudkan keadilan sosial; membangun negara yang kuat sejalan dengan tujuan untuk tidak jauh dari rakyat; melawan kezaliman sejalan dengan melindungi mereka yang berani berinovasi. Itulah semangat "mengutamakan rakyat", nilai inti yang menciptakan prestise dan vitalitas model Partai yang berkuasa, dari rakyat, oleh rakyat, dan berdasarkan rakyat.

Di saat seluruh sistem sedang menantikan Kongres ke-14 dengan hasrat kuat untuk berinovasi, pidato Sekretaris Jenderal To Lam menjadi pengingat dan pedoman bagi Majelis Nasional, Pemerintah, dan seluruh aparatur: untuk mengubah Resolusi ini menjadi "kehangatan hidup", sehingga masyarakat dapat melihat inovasi dalam setiap prosedur, setiap keputusan, setiap tanggapan dari otoritas publik; sehingga setiap dokumen hukum dapat diimplementasikan secara efektif di desa-desa, sekolah, bisnis, rumah sakit; sehingga setiap delegasi Majelis Nasional dan setiap pejabat merasakan tanggung jawab besar dan kehormatan suci untuk berkontribusi dalam membentuk masa depan negara.
Dokumen partai harus menjadi dokumen rakyat; resolusi partai harus menjadi kekuatan dalam kehidupan sehari-hari; semua arahan strategis harus diubah menjadi kebijakan yang efektif, yang membawa kedamaian, kepercayaan, dan kebahagiaan bagi rakyat. Pesan Sekretaris Jenderal di Majelis Nasional tidak hanya meneguhkan visi, tetapi juga menetapkan tanggung jawab, menanamkan kepercayaan, dan sangat membangkitkan semangat bertindak setiap delegasi Majelis Nasional.
Sumber: https://daibieunhandan.vn/trao-trach-nhiem-truyen-niem-tin-khoi-y-thuc-hanh-dong-10394390.html






Komentar (0)