Pada lokakarya terbaru "Dari uji coba ke kebijakan: Memecahkan limbah plastik yang tidak dapat didaur ulang melalui ko-proses di industri semen", Bapak Karee Helge Karstensen, Kepala tim ilmiah dan Direktur Program "Mengubah limbah plastik laut menjadi peluang dalam ekonomi sirkular" (OPTOCE), menyampaikan: Norwegia telah menggunakan dua tanur semen untuk memproses limbah organik berbahaya selama lebih dari 30 tahun.
Norwegia mengganti 75% batubara dengan limbah dalam produksi semen
Menurut Bapak Karee Helge Karstensen, lebih dari 75% bahan bakar batu bara dalam produksi semen di Norwegia telah digantikan oleh limbah. Prosesnya tertutup, tidak menghasilkan abu dasar, dan sepenuhnya digunakan kembali dalam produksi. Suhu tanur yang tinggi membantu menghancurkan limbah berbahaya dan senyawa organik yang sulit terurai secara menyeluruh, sekaligus mengendalikan emisi pada tingkat yang aman.
Dengan infrastruktur yang ada, operasi terus-menerus 24/7, dan kapasitas pemrosesan yang besar, pabrik semen dapat menerima limbah domestik dan industri dalam jumlah besar.
"Proses pengolahannya tertutup, tidak menghasilkan abu dasar, dan semuanya dapat digunakan kembali dalam produksi. Selain itu, suhu tinggi di tungku membantu menghancurkan limbah berbahaya dan senyawa organik yang sulit terurai secara menyeluruh, serta mengendalikan emisi pada tingkat yang aman sesuai standar lingkungan," ujarnya.
Dibandingkan dengan teknologi pembakaran sampah atau penimbunan sampah, menurut orang ini, pemrosesan bersama dalam tanur semen membantu memulihkan energi secara efektif, mengurangi konsumsi batu bara dan bahan bakar fosil, serta berkontribusi dalam pengurangan emisi CO2.

Bapak Karee Helge Karstensen berbicara di konferensi (Foto: Panitia Penyelenggara).
Tidak hanya di Norwegia, program OPTOCE juga diujicobakan di banyak negara Asia, termasuk Vietnam. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ko-proses plastik yang sulit didaur ulang dalam tanur semen layak, aman, dan sesuai dengan standar internasional.
"Hasil pengukuran tidak menunjukkan peningkatan emisi, kualitas klinker tidak terpengaruh, dan semua masalah operasional dapat dikendalikan. Ini dianggap sebagai solusi aman yang tidak menghasilkan abu, membantu mengurangi polusi plastik, dan menggunakan bahan bakar fosil secara efektif," ujarnya.
Ada banyak hambatan
Menurut Associate Professor, Dr. Luong Duc Long, Wakil Presiden Asosiasi Semen Vietnam, tingkat penggunaan bahan bakar alternatif dalam industri semen saat ini hanya sekitar 3-4%, sementara target nasional adalah 15% tahun ini.
Penyebab utamanya adalah sumber limbah sebagai bahan bakar tidak stabil, rantai pasokan mulai dari pengumpulan, pengolahan hingga penyediaan tidak lengkap, dan belum adanya sistem standar teknis khusus untuk jenis bahan bakar ini.
"Selain itu, kebijakan insentif negara tidak spesifik terhadap subjek yang terlibat dalam proses pra-pemrosesan, penyediaan, dan penggunaan bahan bakar alternatif; prosedur administratif untuk mengizinkan penggunaan bahan bakar alternatif masih rumit; belum ada regulasi yang jelas tentang pengurangan emisi gas rumah kaca saat menggunakan sumber bahan bakar ini," ujarnya.

Sampah rumah tangga dikumpulkan di Pabrik Pengolahan Sampah Menjadi Energi Soc Son ( Hanoi ) (Foto: Quan Do).
Bapak Palash Kumar Saha, Penasihat Senior SINTEF (salah satu lembaga penelitian independen terbesar di Eropa), mengatakan bahwa untuk memperluas pemrosesan bersama, Vietnam perlu segera menyelesaikan kerangka kebijakan yang transparan dan wajib.
Menurutnya, perlu melarang penimbunan sampah bernilai kalori tinggi (di atas 1.500 kkal/kg), memindahkan plastik yang sulit didaur ulang ke tanur semen, sementara sampah campuran atau basah harus dikirim ke instalasi pengolahan sampah menjadi energi. Bersamaan dengan itu, perlu segera menerbitkan standar nasional untuk bahan bakar dari sampah, menetapkan kriteria kualitas secara jelas, menyelaraskan standar emisi dengan standar Uni Eropa, dan mempublikasikan data pemantauan.
"Co-processing perlu diintegrasikan ke dalam perencanaan limbah, dengan target tingkat penggantian yang spesifik untuk setiap tahap, dan disertai dengan mekanisme tanggung jawab produsen yang diperluas. Hanya dengan demikian, solusi ini akan menciptakan kekuatan pendorong yang kuat dan berjangka panjang bagi industri semen," tegas Bapak Saha.
Semen - "mesin" pengolahan limbah berkelanjutan
Program Ocean Plastic Turned into an Opportunity in Circular Economy (OPTOCE) yang diinisiasi Pemerintah Norwegia saat ini tengah diujicobakan di sejumlah negara Asia seperti Vietnam, China, India, Myanmar, dan Thailand.
OPTOCE bertujuan untuk menemukan solusi yang layak dan aman untuk memproses plastik yang sulit didaur ulang dan limbah organik berbahaya, sehingga mengurangi polusi plastik di laut dan memanfaatkan sumber energi alternatif. Hasil awal menunjukkan bahwa ko-proses dalam tanur semen tidak meningkatkan emisi, kualitas klinker tetap stabil, dan masalah operasional terkendali dengan baik.
Dibandingkan dengan metode insinerasi atau penimbunan, ko-proses dalam tanur semen menawarkan banyak keuntungan. Suhu tinggi dalam tanur semen menghancurkan limbah berbahaya dan senyawa organik yang sulit terurai secara menyeluruh, tanpa menghasilkan abu dasar, sehingga seluruh residu yang tersisa dapat digunakan kembali dalam produksi klinker.
Teknologi ini membantu memulihkan energi secara efisien, mengurangi ketergantungan pada batu bara dan bahan bakar fosil, sehingga berkontribusi pada pengurangan emisi CO₂. Berkat operasi berkelanjutan dan infrastruktur berkapasitas besar, industri semen dapat menjadi salah satu "mesin" pengolah limbah yang paling efisien, hemat biaya, dan ramah lingkungan.
Sumber: https://dantri.com.vn/kinh-doanh/co-co-che-nganh-xi-mang-se-xu-ly-phan-lon-rac-thai-tai-viet-nam-20251006014925661.htm
Komentar (0)