Ketika teknologi merambah setiap kegiatan pendidikan
Dulu, siswa menghormati guru mereka dan menganggap mereka sebagai simbol ilmu pengetahuan dan moralitas. Kini, guru dan siswa berswafoto dan berbagi foto di media sosial. Kehidupan guru menjadi lebih "transparan" karena siswa dapat mengikuti, berkomentar, dan lebih memahami kehidupan sehari-hari guru mereka melalui teknologi.

Jika AI modern dalam informasi dan aplikasi, maka guru adalah pembicara inspiratif sejati dalam setiap pelajaran.
FOTO: DAO NGOC THACH
Kita hidup di era digital—di mana pengetahuan dibagikan hanya dengan satu sentuhan, di mana teknologi membuka pintu menuju koneksi tanpa batas. Berkat teknologi, siswa masa kini dapat belajar kapan pun dan di mana pun, mengakses sumber pengetahuan global, mengembangkan pemikiran kreatif, dan berintegrasi secara internasional dengan percaya diri. Kelas daring, kuliah daring, materi pembelajaran terbuka, dan kecerdasan buatan (AI) menjadi alat pendukung yang ampuh bagi pendidikan modern.
Namun, seiring dengan peluang, terdapat pula kekhawatiran dan kekhawatiran. Guru tidak lagi memiliki "monopoli" dalam menyampaikan pengetahuan. Hanya dengan beberapa pencarian, siswa dapat mengakses kekayaan pengetahuan manusia. Papan tulis dan kapur tulis secara bertahap digantikan oleh layar interaktif, kuliah digital, dan ruang kelas daring. Ketika teknologi mengambil alih dan robot dapat mengajar, akankah rasa berbagi dan keterikatan antara guru dan siswa—yang merupakan nilai-nilai inti pendidikan—akan memudar atau tergantikan?
Teknologi dapat membuat kelas lebih pintar, tetapi gurulah yang menghadirkan kehangatan dan kehidupan di setiap halaman rencana pelajaran, dengan demikian menabur benih pengetahuan, memelihara jiwa dan membantu generasi berikutnya tumbuh dan menjadi orang baik.
Pada kenyataannya, teknologi dapat mengubah cara mengajar dan belajar, tetapi tidak dapat mengubah hakikat profesi guru—sebuah profesi yang penuh emosi, cinta, dan tanggung jawab. Jika AI modern dalam informasi dan penerapannya, maka guru adalah pembicara yang benar-benar menginspirasi dalam setiap pelajaran. Robot dapat menulis di papan tulis, dapat mengajar dengan akurat, tetapi tidak dapat menyampaikan emosi, semangat, dan kasih sayang. Siswa dapat mencintai suatu mata pelajaran bukan hanya karena kontennya yang menarik, tetapi karena mereka mencintai gurunya—mengagumi bakat, kebajikan, dan gaya mengajarnya yang inspiratif, serta pengabdian yang tulus di balik setiap pelajaran.
AI dapat menilai dan membedakan kemampuan siswa dengan cepat dan akurat, tetapi AI tidak tahu bagaimana tersenyum dan menyemangati siswa ketika mereka melakukan hal yang benar, tidak tahu bagaimana menyemangati siswa ketika mereka berusaha keras, atau dengan tenang menghibur mereka ketika mereka tersandung. Hanya guru—dengan pemahaman mereka tentang psikologi, toleransi, dan pengalaman pendidikan—yang dapat mengenali tatapan cemas siswa, tahu kapan harus tegas, kapan harus lembut, kapan harus membuka tangan untuk menciptakan kesempatan bagi siswa memperbaiki kesalahan mereka. Dengan ketekunan, kecerdikan, dan perasaan yang tulus, guru dapat mengubah siswa yang sulit menjadi siswa yang baik, siswa yang lemah menjadi siswa yang lebih baik—sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh mesin mana pun.
Perpaduan antara hati yang penuh kasih sayang dan kecerdasan teknologi
Dalam konteks pendidikan 4.0 yang terus berubah, AI menjadi pendamping yang andal bagi guru dan siswa. Guru tidak bisa tinggal diam, tetapi perlu secara proaktif mendekati dan menguasai teknologi. Guru yang cerdas adalah seseorang yang tahu bagaimana mendampingi teknologi, mengubahnya menjadi sarana untuk membuat perkuliahan lebih hidup, menarik, dan merangsang pemikiran kreatif siswa.

Teknologi dapat mengubah bentuk pengajaran dan pembelajaran, tetapi tidak dapat mengubah hakikat profesi guru - suatu profesi yang penuh emosi, cinta, dan tanggung jawab.
FOTO: DAO NGOC THACH
Dalam kimia, misalnya, AI telah mengubah wajah perkuliahan secara menyeluruh. Guru dapat merancang pembelajaran yang melampaui batas papan tulis dan laboratorium. Eksperimen virtual dan simulasi 3D yang hidup memungkinkan siswa mengamati reaksi, struktur molekul, atau pembentukan ikatan kimia langsung di layar, membantu mereka memahami sifat fenomena secara mendalam. Kombinasi AI dan perangkat lunak simulasi menghasilkan hasil yang luar biasa – mengubah konsep abstrak seperti model atom menjadi pengalaman yang intuitif, hidup, dan mudah dipahami.
Guru juga memanfaatkan alat seperti ChatGPT untuk menjelaskan materi pelajaran secara detail, merangsang pemikiran kritis, dan mendukung siswa dalam belajar mandiri. Di saat yang sama, mereka juga memanfaatkan platform seperti Kahoot dan Quizizz untuk menciptakan kelas yang dinamis, umpan balik yang cepat, dan menilai kemampuan setiap siswa secara akurat. AI tidak hanya menyediakan informasi, tetapi secara bertahap menjadi "asisten karier", membantu siswa menemukan kekuatan, minat, dan orientasi karier masa depan mereka.
Namun, AI hanyalah sarana—manusia adalah pusatnya. Dengan menggabungkan mesin, hati, dan pikiran, guru akan mengubah teknologi menjadi perpanjangan tangan untuk menyentuh emosi siswa. AI dapat membantu memilih karier berdasarkan data, tetapi hanya guru yang dapat membantu siswa memilih jalur berdasarkan minat, kepribadian, dan cita-cita hidup.
Teknologi dapat membuat kelas lebih cerdas, tetapi gurulah yang menghadirkan kehangatan dan kehidupan di setiap halaman rencana pembelajaran, dengan demikian menabur benih pengetahuan, memelihara jiwa, dan membantu generasi penerus tumbuh dan menjadi manusia. Teknologi dapat menjadi sayap yang membantu siswa terbang jauh, tetapi guru adalah sumber inspirasi yang tak berujung, angin yang mengangkat mimpi-mimpi muda tinggi ke langit kebaikan. Karena tanpa guru, siswa tidak akan memiliki dukungan spiritual; tanpa hati yang cukup toleran terhadap kebodohan mereka, akan sulit bagi mereka untuk menjadi dewasa dan menjadi warga negara yang baik, berguna bagi masyarakat.
Apa yang datang dari hati akan menyentuh hati. Ketika seorang guru memiliki kecintaan yang tulus terhadap profesinya, dipadukan dengan keterampilan digital dan pemikiran digital modern, semangat dalam perjalanan pendidikan akan berkobar lebih kuat dari sebelumnya. Perpaduan antara hati yang welas asih dan kecerdasan teknologi inilah yang akan membantu siswa berkembang secara komprehensif dalam hal kapasitas, kualitas, dan keberanian, siap menjadi warga dunia di era integrasi.
Sumber: https://thanhnien.vn/cong-nghe-la-doi-canh-thay-la-ngon-gio-nang-uoc-mo-hoc-sinh-bay-cao-185251113170852335.htm






Komentar (0)