Dalam sesi diskusi evaluasi hasil implementasi rencana pembangunan sosial ekonomi 2025 dan proyeksi rencana pembangunan sosial ekonomi 2026 yang diselenggarakan Majelis Nasional pada 29 Oktober, delegasi Dang Thi Bao Trinh, Delegasi Majelis Nasional Kota Da Nang, menyampaikan pendapatnya bahwa hanya dalam beberapa minggu, negara kita terus menerus dilanda bencana alam yang parah. Bulan lalu, hujan lebat yang berkepanjangan menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor di banyak provinsi pegunungan di wilayah utara. Namun, belum sempat diatasi, provinsi-provinsi di wilayah tengah telah dilanda hujan lebat, banjir bandang, dan tanah longsor. Banyak permukiman terisolasi, dan ribuan rumah tangga terpaksa dievakuasi.
Bila pada masa lampau bencana alam dahsyat kerap terpusat di wilayah Tengah, kini pusaran badai, banjir, dan tanah longsor telah menjalar ke wilayah tengah dan pegunungan Utara dengan frekuensi lebih tinggi, intensitas lebih kuat, dan kerusakan lebih parah.
Citra desa-desa yang terkubur, jalan-jalan yang rusak, dan masyarakat yang berjuang melawan banjir kembali mengingatkan bahwa bencana alam bukan lagi fenomena yang tidak biasa, melainkan menjadi tantangan permanen bagi negara ini, sementara pihak berwenang bekerja siang dan malam untuk menyelamatkan dan mendukung masyarakat. Yang dibutuhkan negara ini lebih dari sebelumnya bukanlah hanya dukungan, tetapi juga pengendalian dan pencegahan dengan mengevaluasi kembali dampak lingkungan, meninjau perencanaan, dan mengelola pembangunan infrastruktur perumahan sesuai dengan hukum alam.

Delegasi Dang Thi Bao Trinh - Delegasi Majelis Nasional Kota Da Nang berbicara pada diskusi tersebut.
Menurut delegasi, bencana alam di wilayah pegunungan merupakan hasil kombinasi antara alam dan manusia, karena pada kenyataannya, banyak tanah longsor serius akhir-akhir ini tidak lepas dari hukum alam. Akibat dampak dan campur tangan manusia, seperti pembukaan jalan, konstruksi, eksploitasi batuan dan tanah, pembangkit listrik tenaga air, penanaman hutan ekonomi, atau alih fungsi lereng untuk produksi, kegiatan-kegiatan ini telah melemahkan perisai ekologis, merusak struktur geologis wilayah pegunungan yang rapuh, menjadikan setiap hujan lebat sebagai ujian berat bagi ketahanan alam.
Hal ini menimbulkan kebutuhan mendesak untuk memandang bencana alam tidak hanya sebagai peristiwa iklim tetapi sebagai konsekuensi kumulatif dari eksploitasi yang tidak terkendali yang bertentangan dengan hukum alam.
Delegasi Dang Thi Bao Trinh mengatakan bahwa jika bencana alam di daerah pegunungan merupakan hasil resonansi antara alam dan manusia, maka infrastruktur pegunungan adalah tempat yang paling jelas mengungkapkan batasan dan perbedaan dalam pembangunan.
Dalam beberapa tahun terakhir, berkat perhatian Partai dan Negara, penampilan dataran tinggi telah berubah secara signifikan. Banyak jalan baru telah dibuka; jembatan gantung dan jembatan beton secara bertahap menggantikan jembatan sementara; listrik, sekolah, dan stasiun telah diinvestasikan secara bertahap. Namun, harus diakui secara terus terang bahwa infrastruktur teknis wilayah pegunungan masih menjadi titik lemah perekonomian nasional. Jembatan sementara, dasar jalan yang tipis, sistem drainase yang lemah, dan desain konstruksi yang belum beradaptasi dengan geologi, aliran air, tanah longsor, dan perubahan iklim. Hanya satu hujan lebat saja dapat mengganggu lalu lintas, menyebabkan barang-barang tertahan, mencegah siswa pergi ke sekolah, mencegah pasien pergi ke rumah sakit, dan setiap saat kerapuhan infrastruktur akan menjadi kelambatan pembangunan dan kedalaman risiko sosial.
Delegasi Dang Thi Bao Trinh menekankan bahwa wilayah pegunungan dan dataran tengah negara kita merupakan khazanah alam yang tak ternilai harganya, tempat lanskap yang megah, iklim yang sejuk, dan nilai-nilai budaya asli yang unik bertemu. Mulai dari sawah terasering, air terjun, hutan purba hingga tenun brokat, kuliner, festival, dan pengetahuan rakyat serta suku bangsa, semuanya merupakan sumber daya untuk pembangunan hijau dan berkelanjutan. Namun, pariwisata pegunungan masih terhambat oleh keterbatasan infrastruktur dan perencanaan. Banyak daerah memiliki potensi besar tetapi masih belum tereksplorasi dalam peta pariwisata nasional.

Delegasi yang menghadiri sesi diskusi pada tanggal 29 Oktober
Para delegasi meyakini bahwa inilah saatnya untuk mendefinisikan secara jelas arah infrastruktur tahan bencana dalam perencanaan nasional dan rencana investasi publik jangka menengah. Prioritas diberikan pada jalur penghubung regional, jalan antar-kabupaten dan antar-provinsi, yang menjamin sirkulasi ekonomi, budaya, dan sosial untuk mendukung pembangunan wilayah pegunungan.
Situasi wilayah pegunungan saat ini sedang menghadapi berbagai tekanan secara bersamaan. Untuk mengatasi dan menciptakan pembangunan berkelanjutan di wilayah ini, delegasi Dang Thi Bao Trinh mengusulkan beberapa solusi utama sebagai berikut:
Pertama , perlu dibangun mekanisme penilaian yang komprehensif, interdisipliner, dan berkelanjutan mengenai dampak sinergis antara konstruksi, eksploitasi, dan perencanaan permukiman terhadap keseimbangan ekologis. Hal ini harus menjadi syarat wajib sebelum menyetujui proyek-proyek pegunungan. Pemerintah perlu mengarahkan pengembangan peta peringatan longsor pada bencana alam publik pada sistem digital nasional agar masyarakat dan pihak berwenang dapat merespons secara proaktif.
Kedua , beralihlah secara signifikan dari investasi infrastruktur ke pembangunan infrastruktur berkelanjutan. Semua proyek pegunungan perlu dirancang untuk memenuhi kriteria ketahanan terhadap bencana alam dan geologi. Perencanaan investasi publik jangka menengah perlu memprioritaskan rute transportasi antarwilayah dan antarkomune, pekerjaan sipil, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Ketiga , investasi dalam pariwisata pegunungan untuk pembangunan ekonomi dan pelestarian warisan budaya harus dianggap sebagai pilar dalam strategi pembangunan regional dan nasional, baik untuk memperluas ruang pembangunan maupun melestarikan identitas dan lingkungan ekologis pegunungan dan hutan. Perlu ada mekanisme dan kebijakan yang mendukung masyarakat, terutama perempuan dan etnis minoritas, untuk menjadi subjek utama dalam pengembangan pariwisata pegunungan.
Keempat, setiap kebijakan relokasi penduduk perlu dibarengi dengan rencana penghidupan jangka panjang. Bersamaan dengan itu, bangunlah mekanisme pencegahan dan penanggulangan bencana alam, segera selesaikan peta risiko nasional, dan pasanglah sistem peringatan dini modern di wilayah dan titik rawan. Setiap komune dan desa harus memiliki tim keamanan masyarakat yang terlatih, diperlengkapi, dan terhubung dengan otoritas yang lebih tinggi agar masyarakat tidak pasif dan terkejut ketika bencana alam terjadi.
"Sudah saatnya kita memandang wilayah pegunungan bukan hanya sebagai wilayah yang sulit, tetapi juga sebagai wilayah dengan peluang besar untuk pembangunan hijau dan pelestarian warisan budaya masyarakat adat. Berinvestasi di wilayah pegunungan bukan hanya untuk mengatasi dampak bencana alam, tetapi juga untuk berinvestasi dalam stabilitas jangka panjang bagi penghidupan jutaan orang, demi keamanan lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan negara," ujar delegasi Dang Thi Bao Trinh.
Source: https://bvhttdl.gov.vn/dau-tu-cho-du-lich-mien-nui-de-phat-trien-kinh-te-bao-ton-di-san-van-hoa-phai-duoc-xem-la-mot-cot-trong-chien-luoc-phat-trien-vung-va-quoc-gia-2025102920370584.htm






Komentar (0)