
Agar pelaporan aset dan pendapatan tidak hanya menjadi prosedur administratif tetapi juga alat untuk mengendalikan kekuasaan, inovasi dalam pemikiran, mekanisme, teknologi, dan sanksi diperlukan. Ketika didigitalkan, transparan, dan dikaitkan dengan akuntabilitas, pelaporan menjadi tolok ukur integritas dan kepercayaan publik.
Untuk memperjelas masalah ini, reporter Dan Tri membahas masalah ini dengan Bapak Do Duc Hong Ha, Wakil Ketua Komite Hukum dan Keadilan Majelis Nasional.

Bapak, sesuai peraturan, deklarasi harta dan penghasilan orang yang wajib deklarasi dilakukan dalam dua bentuk utama: diumumkan secara terbuka atau diumumkan secara terbuka pada rapat-rapat di instansi, organisasi, atau unit tempat orang tersebut bekerja. Lalu, menurut Bapak, dalam bentuk apa deklarasi tersebut sebaiknya diumumkan agar dapat dipantau oleh masyarakat di perkotaan atau pedesaan pegunungan?
Saya pikir perbedaan geografi, pendidikan, dan infrastruktur teknologi antarwilayahlah yang menciptakan "kesenjangan transparansi" yang jelas. Ketika deklarasi aset publik terutama dilakukan di instansi pemerintah atau di portal informasi elektronik, masyarakat perkotaan memiliki akses yang lebih mudah dibandingkan masyarakat di daerah terpencil.
Transparansi hanya benar-benar bermakna ketika masyarakat menjadi pengawas tertinggi dan memiliki akses terhadap informasi. Jika deklarasi "dibekukan" oleh hambatan administratif, teknologi, atau geografis, itu hanyalah transparansi formal dan tidak mencapai tujuan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Untuk menutup "kesenjangan transparansi", saya rasa perlu menerapkan berbagai solusi secara bersamaan. Pertama-tama, perlu melokalisasi publisitas: deklarasi tidak hanya harus ditempel di instansi tempat pejabat tersebut bekerja, tetapi juga harus dipublikasikan di tempat tinggal, seperti kantor pusat Komite Rakyat komune, balai adat desa dan dusun, agar masyarakat dapat dengan mudah mengakses dan memantau secara langsung.
Pada saat yang sama, peran pengawasan masyarakat perlu ditingkatkan. Front Tanah Air dan organisasi-organisasi seperti Asosiasi Petani, Asosiasi Perempuan, dan Asosiasi Veteran secara proaktif menyebarluaskan informasi dan menjaring pendapat publik dalam kegiatan dan pertemuan terkait deklarasi para pejabat.
Selain itu, pemerintah daerah perlu menerapkan teknologi secara fleksibel. Di wilayah yang memiliki akses internet, mereka dapat memanfaatkan Zalo, portal informasi elektronik tingkat komune dan provinsi, atau aplikasi pemerintah digital untuk membantu masyarakat mencari dan memantau informasi dengan mudah. Di wilayah "palung" atau wilayah yang terfragmentasi, perlu dibentuk kelompok kerja keliling, yang membawa deklarasi cetak ke setiap wilayah permukiman untuk memastikan semua orang memiliki akses terhadap informasi yang transparan.

Praktik deklarasi aset secara publik dalam rapat kini cukup populer, tetapi masih memiliki banyak keterbatasan. Hal ini dapat dengan mudah menyebabkan favoritisme, kurangnya pertanyaan substantif, dan sempitnya cakupan pengawasan. Bagaimana Anda menilai formalitas pendekatan ini, dan apa yang perlu direformasi?
Agar rapat tidak lagi menjadi formalitas, dua faktor perlu diubah: peserta dan cara penyelenggaraannya. Peserta tidak terbatas pada internal, tetapi harus ada perwakilan dari Inspektorat Rakyat instansi tersebut. Inspektorat Rakyat adalah organisasi yang mewakili hak pengawasan kolektif pekerja dan bertanggung jawab untuk mengajukan pertanyaan. Pada saat yang sama, perwakilan dari Front Tanah Air atau Dewan Rakyat di kelurahan atau komunitas tempat instansi tersebut berada perlu diundang untuk meningkatkan objektivitas.
Penyelenggaraan rapat juga perlu diinovasi. Tidak hanya terbatas pada pembacaan laporan, agenda rapat perlu memiliki bagian terpisah: "Pertanyaan dan penjelasan tentang deklarasi aset".
Deklarasi tersebut harus dikirimkan terlebih dahulu kepada komponen-komponen kunci, seperti Inspektorat Rakyat, untuk dipelajari. Semua pertanyaan dan penjelasan harus dicantumkan dengan jelas dalam risalah rapat, yang berfungsi sebagai dasar hukum penting untuk verifikasi dan inspeksi bila diperlukan.

Bentuk publikasi deklarasi aset dengan menempelkannya di kantor pusat instansi menyulitkan akses masyarakat—subjek pengawasan terpenting—karena mereka tidak bebas masuk dan keluar instansi negara. Menurut Anda, apakah metode ini praktis dan layak dalam memajukan hak pengawasan masyarakat?
Agar pengungkapan deklarasi aset benar-benar efektif, saya rasa perlu mengubah lokasi pencantuman. Secara spesifik, deklarasi harus dicantumkan di dua tempat sekaligus: di instansi tempat pejabat bekerja agar dapat dipantau oleh rekan sejawat, dan di kediaman pejabat (seperti desa, dusun, atau rumah adat kelompok warga) agar dapat dipantau secara langsung.
Penempatan di tempat tinggal membantu tetangga dan masyarakat memantau kehidupan nyata para pejabat secara efektif. Meskipun rekan kerja di kantor mungkin tidak tahu bahwa para pejabat membangun rumah yang bagus, menyekolahkan anak-anak mereka ke luar negeri, atau pengeluaran lainnya, warga seringkali mengetahui kehidupan nyata, mulai dari rumah, moda transportasi, hingga gaya hidup para pejabat. Berkat hal tersebut, mereka dapat membandingkan dan membedakan antara aset yang dinyatakan di atas kertas dan kenyataan secara akurat.
Selain itu, pengungkapan publik di tempat tinggal harus disertai dengan mekanisme untuk menerima umpan balik langsung. Di titik-titik penempatan, nomor telepon hotline Inspektorat atau Komite Inspeksi harus dipublikasikan, beserta alamat email atau kotak saran agar masyarakat dapat dengan mudah menyampaikan informasi. Hal terpenting adalah memastikan keamanan dan kerahasiaan mutlak bagi penyedia informasi, sehingga mereka merasa aman dalam menjalankan hak pengawasan tanpa tekanan atau risiko.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa kasus pelaporan harta tidak benar harus ditindak tegas dan perlu ada sanksi yang lebih tegas terkait hal ini, bagaimana menurut Anda?
- Berdasarkan kasus-kasus terkini, terlihat bahwa sanksi yang ada belum cukup memberikan efek jera. Tindakan disiplin, bahkan pemecatan atau pemecatan dari jabatan, memang diperlukan, tetapi masih belum tepat, sehingga perlu dikaji dan ditingkatkan sanksinya.
Untuk tindakan pernyataan palsu, tergantung pada tingkat dan konsekuensinya, sanksi yang lebih berat perlu diterapkan. Khususnya, untuk tindakan penggelapan aset secara tidak transparan, tuntutan pidana perlu dipertimbangkan untuk memastikan efek jera dan menciptakan terobosan dalam pengendalian kekuasaan.
Dalam melakukan publikasi, pemasangan iklan di tempat tinggal bertujuan untuk menciptakan transparansi guna mencegah dan memberantas korupsi. Pada saat yang sama, publikasi perlu dilakukan pada tingkat yang wajar dan sesuai peta jalan, melindungi privasi dan kerahasiaan warga negara sesuai ketentuan Konstitusi, sekaligus menghindari risiko pencurian properti.


Jadi, menurut Anda, apa solusinya agar deklarasi dan pengungkapan aset bersifat informal di lembaga-lembaga saat ini?
- Saya mengusulkan 9 solusi.
Pertama, penyempurnaan kelembagaan dalam penanganan aset yang tidak jelas asal usulnya: inilah kuncinya. Sekalipun ditemukan aset tambahan yang tidak jelas asal usulnya, jika tidak ada mekanisme hukum yang kuat, seperti penerapan pajak penghasilan pribadi yang sangat tinggi, atau mempertimbangkan penyitaan jika legalitasnya tidak dapat dibuktikan, maka deklarasi hanyalah formalitas belaka.
Kedua, konektivitas teknologi dan data merupakan "tulang punggung" pengendalian arus kas: perlu dibangun dan dibenahi basis data nasional tentang pengendalian aset dan pendapatan, mengakhiri deklarasi kertas dan penyimpanan terdesentralisasi. Sistem ini harus digital, terpusat di seluruh negeri, dan aman, serta dikelola oleh lembaga fokus, misalnya Inspektorat Pemerintah .

Pada saat yang sama, basis data ini harus terhubung dengan sistem penting lainnya seperti pertanahan, pajak, perbankan, registrasi bisnis, registrasi kendaraan, dan sebagainya. Berkat itu, sistem dapat secara otomatis membandingkan dan memperingatkan adanya inkonsistensi atau kelainan, sehingga meningkatkan efektivitas pemantauan dan pengendalian arus kas.
Ketiga, tingkatkan rasio dan kualitas verifikasi: Verifikasi "harus mendahului" publisitas. Tingkat verifikasi acak tahunan yang saat ini rendah perlu ditingkatkan. Yang lebih penting, perlu beralih dari "verifikasi acak" menjadi verifikasi kunci, dengan fokus pada area dan posisi sensitif yang rentan korupsi seperti pengelolaan lahan, investasi konstruksi, keuangan, dan pada saat yang sama memperhatikan kasus-kasus yang telah dikecam atau mendapat tanggapan dari opini publik.
Keempat, kurangi transaksi tunai secara drastis: transaksi bernilai besar (real estat, mobil, barang mewah) harus "diblokir" secara tunai, sehingga pengendalian arus kas dan korupsi dapat dicegah secara efektif. Pembayaran non-tunai harus diwajibkan untuk transaksi bernilai besar.
Kelima, bangunlah perisai hukum secara ketat agar sanksinya cukup efektif: pernyataan yang tidak jujur, pernyataan yang terlambat, atau pernyataan tanpa penjelasan yang masuk akal harus ditangani secara ketat, bukan hanya "kritik" atau "pembelajaran pengalaman", tetapi harus dikaitkan dengan bentuk-bentuk disiplin tertentu (peringatan, pemecatan, pemberhentian) dan menghalangi jalur promosi pejabat yang melanggar. Perlu terus meninjau dan melengkapi perisai hukum secara ketat untuk mengatasi celah-celah, terutama terkait sanksi dan mekanisme verifikasi.

Keenam , perluas jangkauan publisitas dengan cara yang wajar dan efektif: publisitas harus lebih luas tersedia hingga ke tempat-tempat kediaman (desa, dusun, dan kelompok-kelompok pemukiman) dan pengawasan yang substansial oleh Front Tanah Air, pers, dan masyarakat harus diperkuat.
Ketujuh, mekanisme untuk melindungi dan memberi penghargaan kepada pelapor: harus ada mekanisme yang efektif untuk benar-benar melindungi keselamatan warga negara, kolega, dan bisnis ketika mereka maju untuk memberikan informasi dan mengecam ketidakjujuran dalam deklarasi aset oleh pejabat.
Kedelapan, memperkuat kerja sama internasional dalam pemulihan aset: untuk aset yang telah diselundupkan ke luar negeri, perlu mempromosikan penandatanganan dan pelaksanaan perjanjian bantuan hukum untuk membekukan dan memulihkan aset.
Kesembilan , perlu dibentuk unit khusus independen di bawah Inspektorat Pemerintah atau Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengawasi pelaporan aset. Lembaga independen dengan kewenangan dan sumber daya yang memadai akan membantu proses verifikasi menjadi lebih objektif, proaktif, dan efektif, sehingga menghindari sikap acuh tak acuh dan penghindaran di dalam lembaga atau unit tersebut.

Saya tegaskan bahwa transparansi aset merupakan "ujian" bagi integritas pejabat dan alat yang ampuh untuk mencegah korupsi. Ini adalah perjuangan jangka panjang yang kompleks, membutuhkan tekad dan solusi politik tertinggi yang benar-benar menyentuh substansi, alih-alih hanya sebatas permukaan.
Terima kasih atas percakapan ini!

Sumber: https://dantri.com.vn/thoi-su/de-ke-khai-tai-san-cua-can-bo-khong-hinh-thuc-ky-cuoi-can-so-hoa-tai-san-20251031124336347.htm






Komentar (0)