Pasar penerbangan di dua kawasan paling dinamis di dunia, Asia- Pasifik dan Timur Tengah, sedang mengalami perubahan struktural. Berbeda sekali dengan periode 2014-2019 ketika harga tiket terus turun, era pascapandemi justru mengalami tingkat harga baru yang jauh lebih tinggi.

Harga tiket pesawat di kawasan Asia -Pasifik dan Timur Tengah sedang mengalami tren kenaikan.
Menurut Laporan Tren Tarif Udara 2025 yang diterbitkan oleh ACI, harga tiket rata-rata di Asia-Pasifik telah meningkat sekitar 8% sejak paruh pertama tahun 2019, sementara di Timur Tengah telah meningkat hingga 15%. Peningkatan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang faktor-faktor yang mengubah biaya perjalanan udara.
Inflasi dan menurunnya persaingan - "Pasangan" yang menaikkan harga tiket
Laporan ACI mengidentifikasi dua alasan utama kenaikan harga. Pertama, tekanan inflasi yang terus-menerus, yang menyebabkan semua biaya operasional maskapai, mulai dari bahan bakar, perawatan pesawat, hingga upah tenaga kerja, meningkat tajam.
Faktor kedua, dan mungkin yang lebih penting, adalah menurunnya persaingan di pasar. Masa pandemi yang bergejolak telah mengakibatkan penurunan jumlah maskapai penerbangan yang signifikan, terutama maskapai kecil dan menengah di kawasan Asia Tenggara dan Oseania. Banyak yang terpaksa mengurangi skala operasi, menarik diri dari rute, atau bahkan bangkrut. Dengan pangsa pasar yang terbagi di antara lebih sedikit pemain, kapasitas pasokan yang berkurang, maskapai besar memiliki kekuatan lebih besar dalam menentukan harga, dan akibat yang tak terelakkan adalah harga tiket yang lebih tinggi.
Bapak Stefano Baronci, Direktur Jenderal ACI Asia - Pasifik dan Timur Tengah
Faktanya, rute dengan persaingan rendah mencatat kenaikan harga rata-rata hingga 13% lebih tinggi dari rata-rata.
Bapak Stefano Baronci, Direktur Jenderal ACI Asia Pasifik dan Timur Tengah, dengan tegas menyatakan: "Perubahan harga tiket pesawat sebagian besar ditentukan oleh inflasi dan persaingan maskapai. Ini adalah dua faktor di luar kendali bandara."
Perbedaan yang mendalam antar pasar
Dampak kenaikan tarif tidak merata di seluruh kawasan. Asia Tenggara dan Oseania paling terdampak, dengan kenaikan tarif masing-masing sebesar 20% dan 30% dibandingkan tingkat sebelum pandemi. Oseania kini menyandang predikat sebagai pasar perjalanan udara termahal di dunia .

Dampak kenaikan tarif tidak merata di seluruh wilayah.
Sebaliknya, dua "raksasa" Tiongkok dan India merupakan pengecualian. Berkat ukuran pasar domestik yang besar, frekuensi penerbangan yang padat, dan persaingan yang ketat antar banyak maskapai, harga tiket di kedua negara ini tetap jauh lebih rendah daripada rata-rata regional.
Di Timur Tengah, peningkatan sebesar 15% tersebut sepenuhnya membalikkan penurunan sebesar 9% yang terjadi antara tahun 2014 dan 2019. Dominasi beberapa maskapai besar seperti Emirates, Qatar Airways, dan Etihad Airways, meskipun membantu kawasan tersebut mempertahankan posisinya sebagai pusat global, juga mengurangi tingkat persaingan yang sebenarnya, yang berkontribusi pada tingginya tarif karena permintaan perjalanan kembali meningkat.
Menguraikan peran sebenarnya dari biaya bandara
Salah satu temuan terpenting laporan ini adalah klarifikasi peran biaya bandara. Berlawanan dengan anggapan umum, biaya bandara bukanlah pendorong utama melonjaknya harga tiket. Data ACI menunjukkan bahwa meskipun harga tiket telah meningkat antara 9% dan 28% di banyak lokasi, total biaya bandara (termasuk pajak pemerintah) telah meningkat pada tingkat yang lebih rendah daripada indeks harga konsumen (IHK). Faktanya, di banyak pasar, biaya bandara telah menurun tetapi harga tiket terus meningkat.
"Studi ini menunjukkan bahwa pengurangan biaya bandara tidak selalu berarti penurunan harga tiket. Sebaliknya, hal ini dapat membatasi kemampuan bandara untuk berinvestasi dalam teknologi, infrastruktur, dan kapasitas layanan, yang merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas layanan," tambah Stefano Baronci.
Apa arahnya ke masa depan?
Berdasarkan analisis di atas, ACI yakin bahwa para pembuat kebijakan perlu mengubah pendekatan mereka. Alih-alih mengintervensi biaya bandara, solusi berkelanjutan untuk mengendalikan harga tiket adalah dengan mendorong lingkungan persaingan yang sehat. Langkah-langkah seperti liberalisasi pasar, "membuka langit", memfasilitasi masuknya maskapai baru, dan mengalokasikan slot penerbangan secara transparan dan efisien akan memberikan manfaat langsung bagi konsumen.
Dalam jangka pendek, prospek penurunan tarif kecil kemungkinannya karena tekanan biaya yang masih ada. Namun, dalam jangka panjang, pasar penerbangan yang lebih terbuka dan kompetitif akan menjadi kunci untuk menstabilkan tarif, mendorong inovasi, dan memastikan pertumbuhan berkelanjutan bagi industri secara keseluruhan.
Sumber: https://vtv.vn/gia-ve-may-bay-tang-vot-o-chau-a-thai-binh-duong-va-trung-dong-100251015154226888.htm
Komentar (0)