" Ibu Musim Gugur" dari anak-anak di dataran tinggi
Pasca banjir bersejarah di akhir Oktober dan awal November, jalan menuju sekolah-sekolah di dataran tinggi Kota Da Nang dipenuhi luka-luka baru yang tak terhitung jumlahnya. Batu dan tanah mengguyur jalan setapak, aliran air tersumbat, dan banjir menyapu desa-desa, meninggalkan lumpur merah tebal. Di tengah pegunungan dan hutan yang lebat, para guru perempuan muda masih mendaki lereng dan menyeberangi hutan untuk sampai ke sekolah. Mereka datang bukan hanya untuk mengajar, tetapi juga untuk menjaga secercah harapan bagi anak-anak di daerah terdampak tanah longsor.

Ibu Tra Thi Thu membantu warga memindahkan barang-barang mereka ke tempat yang aman selama banjir baru-baru ini.
FOTO: NGOC THOM
Jalan menuju sekolah Tak Po (Komune Tra Tap) terkenal dengan medannya yang berbahaya. Tikungan-tikungan curam seakan menelan jejak langkah orang, tanah berlumpur merah dapat membuat siapa pun terpeleset dan jatuh hanya dalam sedetik karena kurang waspada. Sinyal telepon benar-benar hilang, tidak ada kendaraan bermotor yang bisa masuk. Satu-satunya cara untuk sampai ke sekolah adalah dengan berjalan kaki.
Di sebuah kamar asrama kecil di sebelah ruang kelas, guru Tra Thi Thu (31 tahun), bertubuh mungil, bercerita tentang 11 tahun pengalamannya mengajar di dataran tinggi. "Sekolah Tak Po berjarak sekitar 2 jam berjalan kaki dari pusat komune. Jalan tanahnya sangat curam, saya terpeleset dan jatuh berkali-kali. Tapi saya terbiasa, itu menjadi kebiasaan," ujarnya sambil tersenyum lembut.
"Yang membuat saya terus berjuang adalah mata anak-anak. Melihat mereka berlumuran tanah merah namun tetap tersenyum cerah, saya merasa berguna. Di tempat yang tampaknya paling sulit, saya menemukan kedamaian dan makna dari profesi guru," ungkap Ibu Thu.
Kelas Bu Thu bukan hanya tempat belajar, tetapi juga rumah kedua bagi banyak anak. Beberapa anak baru berusia 3 tahun, dan rumah mereka berjarak beberapa jam berjalan kaki dari sekolah. Jadi, selain pergi ke kelas, para guru menjadi ibu kedua dengan memasak, memandikan, dan menjaga tidur setiap anak. Di pagi hari mereka mengajar mata pelajaran utama, di sore hari mereka menjadi tutor, dan kapan pun mereka punya waktu luang, para guru dan siswa pergi ke hutan bersama untuk memetik sayuran, menangkap siput, dan menggali rebung untuk memperkaya makanan mereka. "Dulu, tidak ada listrik, jadi para guru dan siswa menyalakan lilin untuk belajar. Terkadang saya merasa seperti ibu bagi anak-anak. Saya sangat bahagia," ungkap Bu Thu.
Tak hanya mengurus kelas, ia juga menjadi jembatan kasih sayang. Berkat partisipasinya dalam klub yang didirikan oleh Bapak Nguyen Tran Vy, ia terus terhubung untuk membawakan pakaian hangat, seragam, dan bingkisan Tet ke desa. Pada tahun 2023, ia melaksanakan serangkaian proyek senilai ratusan juta VND untuk siswa miskin dan warga setempat. Mulai dari membangun toilet, membuat jalan beton menuju Desa Tu Nuong, mendukung pohon, bibit tanaman, hingga bingkisan penting..., semuanya datang dari hati yang ingin berbagi.
N PENJAGA API
Ibu Nguyen Thi Kim Tan (28 tahun), seorang guru di TK Anh Dao, juga memiliki kenangan serupa. Ia masih ingat pagi setelah hujan lebat dan banjir, jalanan licin, dan bebatuan serta tanah bisa runtuh kapan saja. Namun, para orang tua tetap mengantar anak-anak mereka ke kelas, sambil memegang seikat sayuran liar dan rebung rebus, sambil berkata: "Kami punya beberapa sayuran di rumah, tolong masak. Tidak ada yang menjualnya di sini saat hujan dan angin kencang." "Setelah mendengar itu, saya terharu. Kebaikan di desa selalu melimpah, meskipun hidup masih penuh kekurangan," ungkap Ibu Tan.

Ibu Nguyen Thi Kim Tan membimbing siswa dalam menulis.
FOTO: NGOC THOM
Ibu Tan memahami bahwa untuk mengajar dengan baik di dataran tinggi, seseorang harus fleksibel. Tanpa proyektor atau peralatan modern, beliau harus kreatif dalam menggunakan benda nyata, gambar visual, dan permainan fisik agar anak-anak tetap terlibat. Setelah banjir baru-baru ini, yang paling mengkhawatirkan Ibu Tan adalah tanah longsor. "Ada satu ruas jalan yang runtuh, dan saya sangat sedih melihat anak-anak pergi ke sekolah. Ada sekolah yang hampir seluruhnya terkubur, dan semua buku serta buku catatan basah, sungguh memilukan melihatnya," ungkap guru muda itu.
Ibu Pham Thi My Hanh, Wakil Sekretaris Komite Partai Komune Tra Tap, mengatakan bahwa para guru di dataran tinggi masih menghadapi banyak kesulitan; terdapat sekolah-sekolah terpencil, dan para guru harus berjalan kaki puluhan kilometer. Di Tra Tap, setiap sekolah adalah kisah kegigihan. "Para guru muda di sini tidak hanya mengajar huruf. Mereka mengajari anak-anak cara bermimpi, cara melihat melampaui tanah longsor, cara meyakini bahwa pengetahuan dapat membuka jalan baru. Di masa-masa sulit, para guru muda adalah mereka yang menjaga api semangat tetap menyala. Komune selalu menghormati dan mendukung para guru agar merasa aman dalam mengajar," ujar Ibu Hanh.
Sumber: https://thanhnien.vn/geo-chu-o-vung-nui-lo-185251119231113369.htm






Komentar (0)