Vietnam.vn - Nền tảng quảng bá Việt Nam

Sebuah perjalanan kembali ke alam kenangan dan kehidupan tenang orang-orang.

Le Thanh Van

Báo Đắk LắkBáo Đắk Lắk13/12/2025

(Bacalah kumpulan puisi "Boarding Street" karya Tran Le Anh Tuan, Penerbitan Asosiasi Penulis Vietnam, 2025)

Sambil memegang kumpulan puisi "Boarding Street" karya penyair muda Tran Le Anh Tuan (Asosiasi Sastra dan Seni Dak Lak ), saya takjub dengan bobot kata-katanya, yang disaring melalui emosi yang luhur dan bakat pada tahap paling berkembangnya.

Kumpulan puisi ini adalah dunia pergerakan yang halus namun mendalam, di mana kenangan, alam, manusia, dan cinta saling terkait seperti sungai yang mengalir melalui musim-musim akumulasi. Ini adalah kumpulan yang dipenuhi dengan keindahan tenang provinsi Phu Yen kuno – tempat penulis dilahirkan, dibesarkan, dan dibesarkan sepanjang perjalanan kreatifnya.

Dari kesunyian para pekerja hingga gejolak cinta yang sangat pribadi, "The Boarding House" muncul sebagai ranah emosi yang hangat, murni, namun melankolis. Sejak puisi-puisi pertama dalam kumpulan ini, alam provinsi Phu Yen digambarkan dengan keindahan yang akrab sekaligus baru, intim sekaligus membangkitkan lapisan terdalam ingatan.

Dalam "Hujan Musim Semi di Lanh," hujan bukan hanya lanskap tanah air tetapi juga jiwanya: "Hujan musim semi di Lanh tak pernah berhenti / Hujan turun seperti suara orang-orang yang tetap utuh di tengah reruntuhan." Alam tidak statis tetapi selalu mengalir ke dalam hati, membangkitkan kenangan yang seolah telah tenggelam dalam-dalam. Dalam puisi "La Hai," penulis menulis: "Angin masih bertiup di jembatan / Hujan jatuh di pakaian lama / La Hai harum dengan aroma kopi / Tetapi mengapa sungai di tanah airku begitu sunyi?"

"Ketenangan" itu bukan hanya milik sungai, tetapi juga milik orang-orang dan kedalaman emosi yang tersembunyi di dalam lingkungan kecil kota pegunungan ini. Alam dan manusia terjalin dalam setiap kata, menciptakan ruang yang nyata sekaligus seperti mimpi, seperti cahaya bulan yang memancarkan cahaya samar pada pikiran yang melamun.

Namun "The Boarding Street" bukan hanya tentang alam. Kumpulan puisi ini juga merupakan potret kehidupan manusia dan profesi sederhana yang kaya akan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam puisi "The Shoemaker," kita menjumpai gambaran seorang lelaki tua yang duduk "di sana selama tiga puluh tahun" dengan "tangan yang tak pernah istirahat." Setiap pasang sepatu, setiap jahitan, seolah menciptakan kembali seumur hidup yang penuh dengan kenangan dan kasih sayang yang tak dapat diungkapkan sepenuhnya dengan kata-kata.

Demikian pula, "Sang Penjahit" menciptakan kembali gambaran orang-orang yang diam-diam menyembuhkan luka kehidupan: "Siapa yang masih merajut benang di malam hari / Seperti cara kota menyembuhkan lukanya dengan dedaunan yang gugur." Hanya beberapa baris puisi yang lembut merangkum filosofi hidup: orang selalu menyembuhkan diri mereka sendiri dengan cara unik dan alami mereka sendiri, seperti kota yang terus menyinari lampunya setelah badai hujan. Berbagi tema yang sama tentang menggambarkan kehidupan manusia yang tenang, "Sang Pengrajin Tembikar" seperti lagu tentang budaya tradisional: "Ini guci-guci. Ini vas-vas. Ini kendi-kendi. Ini pot-pot. Ini wadah kapur. Keringat. Air mata. Ini paviliun-paviliun. Ini kuil-kuil. Ini dinasti-dinasti… Ini abad-abad. Ini milenium-milenium." Enumerasi yang padat menciptakan rasa kedalaman sejarah dan lapisan-lapisan kerajinan kuno yang telah bertahan sepanjang waktu.

Secara khusus, tema cinta dalam kumpulan puisi ini memiliki nada yang sangat unik: romantis sekaligus melankolis, agak jauh namun penuh kesedihan. Cinta bukanlah sesuatu yang riuh, melainkan seperti aliran yang tenang, mengalir melalui setiap kenangan. Dalam puisi "Jalan Kosong," lonceng malam "bergema di alam," berpadu dengan "Suara sirene ambulans. Tangisan. Air mata…". Rangkaian gambar yang tampaknya terpisah ini menciptakan ritme yang menyayat hati tentang hari-hari isolasi, ketika cinta dan kehilangan saling terkait. Puisi "Jalan Penginapan," yang juga merupakan judul kumpulan puisi ini, menandai tempat perlindungan bagi jiwa - tempat seseorang dapat kembali setelah perjalanan panjang: "Setiap orang memiliki tempat untuk kembali / Bahkan jika gang kecil itu diselimuti kabut."

Kumpulan puisi ini mengungkapkan kedalaman perspektif penulis tentang budaya, sejarah, dan manusia. Puisi-puisi seperti "Malam Epik" menempatkan pembaca dalam ruang mitos Dataran Tinggi Tengah: "Kau kini adalah bisikan suara gong yang menembus malam… Kau kini epik / Ritual musim semi." Atau dalam "Penjaga Bunker Babonneau," penulis membiarkan sejarah memasuki puisi melalui citra "lampu yang bersinar selama seratus tahun" - simbol ingatan, wajah-wajah anonim yang diam-diam melewati masa muda. Kesedihan, pengorbanan, dan keindahan sejarah diungkapkan melalui bait-bait yang sarat dengan nilai-nilai humanistik.

Puisi Tran Le Anh Tuan sarat dengan unsur simbolis dan surealis, seringkali melampaui deskripsi yang familiar untuk membuka pintu menuju asosiasi yang tak terduga. Dalam "Berdiri di Mulut Gunung Berapi," penulis menulis: "Aku berdiri agar waktu makan / Seperti kau telah memakanku." Sebuah gambaran aneh, misterius sekaligus menghantui, mendorong pembaca untuk berhenti sejenak dan merenung. Demikian pula, dalam banyak puisi lainnya, struktur yang terfragmentasi, seperti gulungan film yang disatukan, menciptakan kesinambungan yang tak terduga melalui beragam asosiasi yang kaya. Inilah yang membuat puisi Tran Le Anh Tuan unik: kebebasan emosi tanpa menjadi tak terkendali; ambiguitas dalam citra yang tetap menyentuh kedalaman jiwa pembaca.

Oleh karena itu, "Rumah Kos" bukan hanya sebuah perjalanan puitis tetapi juga perjalanan untuk menemukan kembali nilai-nilai spiritual: pengakuan yang tenang, momen-momen cinta, kenangan akan rumah, kesedihan masa lalu, dan lapisan budaya yang mendalam yang tertanam di setiap urat nadi negeri ini. Kumpulan puisi ini tidak hanya menandai kematangan dalam karya kreatif penulis muda tersebut tetapi juga berkontribusi pada lanskap puisi pemuda Vietnam kontemporer dengan suara yang patut dihormati: liris namun penuh wawasan, segar namun berakar kuat dalam identitas, romantis namun berlandaskan pada realitas kehidupan.

Sumber: https://baodaklak.vn/van-hoa-du-lich-van-hoc-nghe-thuat/van-hoc-nghe-thuat/202512/hanh-trinh-tro-ve-mien-ky-uc-va-nhung-phan-nguoi-lang-le-fa80c1f/


Komentar (0)

Silakan tinggalkan komentar untuk berbagi perasaan Anda!

Dalam topik yang sama

Dalam kategori yang sama

Para petani di desa bunga Sa Dec sibuk merawat bunga-bunga mereka sebagai persiapan untuk Festival dan Tet (Tahun Baru Imlek) 2026.
Keindahan tak terlupakan dari pemotretan 'gadis seksi' Phi Thanh Thao di SEA Games ke-33
Gereja-gereja di Hanoi diterangi dengan gemerlap, dan suasana Natal memenuhi jalanan.
Para pemuda menikmati kegiatan mengambil foto dan melakukan check-in di tempat-tempat yang tampak seperti "salju turun" di Kota Ho Chi Minh.

Dari penulis yang sama

Warisan

Angka

Bisnis

Tempat hiburan Natal yang menggemparkan anak muda di Kota Ho Chi Minh dengan pohon pinus setinggi 7 meter

Peristiwa terkini

Sistem Politik

Lokal

Produk