Program makan gratis merupakan kebijakan kesejahteraan unggulan Indonesia, dengan anggaran sebesar 171 triliun rupiah pada tahun 2024 dan diperkirakan akan berlipat ganda tahun depan.
Hanya dalam sembilan bulan, program ini telah melayani lebih dari 20 juta orang dan ditargetkan menjangkau 83 juta perempuan dan anak-anak pada akhir tahun. Namun, perluasan yang pesat ini telah mengungkap berbagai kekurangan, mulai dari kurangnya standarisasi dalam pengolahan dan pengawetan hingga perbedaan kondisi dapur antardaerah.
Selain masalah keamanan, banyak LSM juga mengkhawatirkan nilai gizi makanan. Banyak makanan masih mengandalkan makanan ultra-olahan, yang berisiko menyebabkan penyakit. "Hal ini menyimpang dari tujuan menyediakan makanan bergizi dan bahkan dapat menimbulkan beban kesehatan tambahan," Dr. Tan Shot Yen dari Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak memperingatkan.
Menanggapi hal tersebut, Bapak Dadan Hindayana, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), menyatakan penyesalannya dan mengatakan bahwa pemerintah sedang melakukan investigasi. Beliau menegaskan bahwa, dari persentase makanan yang disediakan, jumlah kasus dugaan keracunan hanya sekitar 4,7 ribu, yang merupakan persentase yang sangat kecil.
Para ahli merekomendasikan agar pemerintah memperketat standar keamanan, melatih staf dapur, dan mengganti makanan ultra-olahan dengan sumber makanan segar.
Sumber: https://giaoducthoidai.vn/indonesia-hon-6-nghin-tre-bi-ngo-doc-thuc-pham-lien-quan-bua-an-hoc-duong-post749778.html






Komentar (0)