Jika Resolusi 68 mendorong kewirausahaan di sektor swasta, Resolusi 57 membuka "kunci teknologi" bagi koperasi dan petani, entitas yang secara langsung menciptakan nilai tambah dalam pertanian dan ekonomi pedesaan. Dari sini, pengetahuan dan inovasi disejajarkan dengan lahan dan tenaga kerja dalam produksi.
Dalam konteks baru, koperasi bukan hanya unit produksi, tetapi juga entitas kreatif yang secara proaktif menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam seluruh proses: produksi, pemrosesan, ketertelusuran, e-commerce, dan manajemen digital. Inilah perwujudan semangat "transformasi digital untuk seluruh penduduk, inovasi untuk seluruh masyarakat" yang ditegaskan oleh Resolusi 57.
Salah satu contoh tipikal adalah Koperasi Jamur Tam Dao ( Phu Tho ), dengan Bapak Nguyen Quoc Huy sebagai Direkturnya. Berawal dari sebuah fasilitas kecil yang khusus memproduksi jamur pangan dan jamur obat, Koperasi ini telah meneliti dan berhasil membudidayakan galur Cordyceps militaris, sebuah produk bernilai tinggi dalam pengobatan dan konsumsi.
Tak berhenti di situ, Bapak Huy dan rekan-rekannya terus meneliti produk nano cordyceps Tam Dao, dan sekaligus mengusulkan tugas ilmiah tingkat provinsi untuk menyempurnakan teknologi produksi dan mengevaluasi aktivitas biologisnya. Kisah ini menunjukkan bahwa petani benar-benar dapat menjadi subjek penemuan ketika diberi kesempatan.
Namun, perjalanan untuk mewujudkan inisiatif ini masih menghadapi banyak kendala. Sesuai peraturan, ketika sebuah koperasi mengusulkan topik ilmiah, nama inisiatif tersebut harus dipublikasikan untuk memilih unit pelaksana. Hal ini menempatkan pengusul pada risiko "kehilangan" ide tersebut—hasil dari kecerdasan dan kerja kerasnya sendiri.
"Jika ini merupakan inisiatif dari praktik produksi, inisiatif tersebut harus dikaitkan dengan penciptanya. Mempublikasikan ide tersebut dan kemudian menyerahkannya kepada unit lain untuk mengimplementasikannya dapat dengan mudah membuat petani patah semangat," ujar Huy dalam sebuah seminar tentang pertanian berteknologi tinggi.
Dari kekurangan praktis, Resolusi 57 diharapkan dapat membuka jalan, menghilangkan hambatan kelembagaan, dan menciptakan mekanisme yang fleksibel bagi petani dan koperasi untuk secara langsung menerapkan, memiliki, dan mengomersialkan inovasi. Ketika hak-hak kreatif dilindungi, petani akan benar-benar menjadi "subjek inovasi".
Perwakilan Koperasi Jamur Tam Dao berharap bahwa resolusi tersebut akan segera menciptakan koridor hukum yang lebih menguntungkan bagi petani untuk diakui sebagai inovator dan hak-hak sah mereka dilindungi.
Di Ca Mau, semangat inovasi juga menyebar dengan kuat. Koperasi Pertanian Ba Dinh secara proaktif telah menerapkan perangkat lunak FaceFarm untuk memantau produksi, WACA untuk mengelola keuangan, menerapkan faktur elektronik, tanda tangan digital, dan pembayaran digital; dan pada saat yang sama, menggunakan drone untuk menabur dan menyemprot, yang membantu mengurangi biaya hingga 12% per panen.

Koperasi berharap akan ada lebih banyak kebijakan yang mendukung transformasi digital.
Tak hanya produksi cerdas, Koperasi Ba Dinh juga mempromosikan e-commerce melalui TikTok, Facebook, Zalo, dan platform daring lainnya. Berkat hal tersebut, output konsumsi meningkat 20-30% hanya dalam satu tahun.
“Transformasi digital bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah jalan yang tak terelakkan,” tegas Bapak Nong Van Thach, Ketua Dewan Direksi Koperasi Ba Dinh.
Meskipun Resolusi 57 telah membawa vitalitas baru bagi sektor ekonomi kolektif, proses penerapannya masih menghadapi banyak tantangan. Tantangan yang paling menonjol adalah keterbatasan modal dan sumber daya manusia berkualitas tinggi, yang menyulitkan koperasi skala kecil untuk mengakses program dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, prosedur administratif di bidang sains dan teknologi masih rumit, serta regulasi tentang tender dan pemilihan unit pelaksana proyek belum sesuai, sehingga banyak inisiatif yang "ditangguhkan" sejak awal.
Mekanisme perlindungan kekayaan intelektual yang belum lengkap juga membuat petani dan koperasi ragu untuk mendaftarkan topik penelitian. Khususnya, transformasi digital di koperasi hanya terbatas pada penjualan daring, sementara langkah-langkah inti seperti manajemen digital, analisis data, atau produksi cerdas masih sulit diimplementasikan karena kurangnya infrastruktur teknis dan sumber daya digital.
Resolusi 57 bukan hanya sebuah orientasi, tetapi juga komitmen untuk bertindak guna “melepaskan kreativitas” di sektor ekonomi kolektif. Tiga arah utama diidentifikasi:
Pertama, mekanisme khusus untuk inisiatif akar rumput: Memungkinkan petani dan koperasi untuk secara langsung melakukan topik penelitian; menerima dukungan keuangan; mendapatkan pengakuan atas hasil dan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Kedua, prioritaskan investasi infrastruktur digital untuk wilayah pedesaan dan koperasi : Infrastruktur jaringan, platform keterlacakan, perangkat lunak manajemen, dan lantai perdagangan elektronik perlu diterapkan secara luas. Model "Pasar produk daring untuk etnis minoritas dan wilayah pegunungan" dari Aliansi Koperasi Vietnam merupakan contoh yang perlu direplikasi.
Ketiga, Pelatihan SDM digital untuk koperasi : Manusia adalah pusat transformasi digital. Oleh karena itu, ribuan pelatihan tentang manajemen teknologi, e-commerce, dan komunikasi digital harus diterapkan secara sinkron dari tingkat pusat hingga daerah.
Koperasi mengharapkan bahwa Resolusi 57 tidak berhenti pada orientasi tetapi akan dikonkretkan melalui kebijakan dukungan infrastruktur, proyek percontohan, program pelatihan dan model penerapan praktis.
Aliansi Koperasi Vietnam diharapkan terus memainkan peran sebagai "jembatan", menghadirkan teknologi dan inovasi ke dalam kehidupan produksi, membantu koperasi tidak hanya "mengetahui", tetapi juga "melakukan", "berhasil", dan "berkembang secara berkelanjutan melalui teknologi".
Sumber: https://mst.gov.vn/nghi-quyet-57-chia-khoa-cong-nghe-cho-hop-tac-xa-va-nong-dan-197251118111256413.htm






Komentar (0)