Pemerintahan Trump dilaporkan diam-diam sedang mempersiapkan rencana darurat apabila Mahkamah Agung memutuskan menentang salah satu instrumen tarif utamanya, sebuah langkah yang menunjukkan Gedung Putih sedang bersiap untuk memberlakukan kembali bea tersebut secepat mungkin.
Menurut sumber yang mengetahui masalah ini, baik Departemen Perdagangan maupun Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) telah menjajaki opsi alternatif, termasuk menggunakan Bagian 301 dan Bagian 122 Undang-Undang Perdagangan, yang memberikan wewenang sepihak kepada presiden untuk mengenakan tarif.
Namun, alternatif-alternatif ini memiliki risiko: seringkali lebih lambat atau cakupannya lebih terbatas daripada kewenangan yang telah digunakan oleh Trump. Alternatif-alternatif ini juga dapat menghadapi tantangan hukumnya sendiri. Namun, seorang pejabat, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa tarif akan tetap menjadi bagian inti dari agenda ekonomi Trump, terlepas dari keputusan pengadilan.
Kasus Mahkamah Agung berfokus pada penggunaan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) oleh Trump untuk mengenakan tarif timbal balik di seluruh dunia , serta bea masuk atas barang-barang dari Tiongkok, Kanada, dan Meksiko. Lebih dari separuh dari tarif efektif 14,4% atas impor AS disebabkan oleh bea masuk IEEPA, menurut perkiraan Bloomberg. Putusan yang merugikan dapat memaksa pemerintah untuk membayar kembali lebih dari $88 miliar bea masuk yang telah dikumpulkan.
Belum jelas kapan Mahkamah Agung akan memutuskan. Para hakim dapat mempertahankan tarif, mencabutnya sepenuhnya, atau memberlakukan tindakan yang lebih terarah. Putusan ini berisiko menciptakan ketidakpastian lebih lanjut bagi bisnis dan pemerintah asing.
Jika pengadilan memutuskan melawan Presiden Trump, Scott Lincicome, Wakil Presiden Ekonomi di Cato Institute, mengatakan bahwa tim Trump akan segera bertindak untuk memulihkan tarif.
Para pengamat menunjukkan bahwa beberapa rencana kontingensi telah diaktifkan. Misalnya, Trump telah meluncurkan investigasi Pasal 301 terhadap Brasil dan mempertahankan tarif Pasal 301 untuk beberapa barang Tiongkok. Kevin Hassett, direktur Dewan Ekonomi Nasional, juga mengonfirmasi bahwa presiden AS dapat menggunakan Pasal 301 atau Pasal 122 untuk memberlakukan kembali tarif impor jika pengadilan memutuskan menentang kebijakan tarifnya.
Namun, penerapan langkah-langkah baru ini tidak akan mudah. Pasal 122 hanya mengizinkan pengenaan tarif sebesar 15% untuk jangka waktu maksimal 150 hari. Sementara itu, Pasal 338 Undang-Undang Tarif belum pernah digunakan dan dapat dengan cepat memicu sengketa hukum baru.
Secara keseluruhan, para pejabat harus bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, seperti apakah pemerintah dapat mengenakan tarif Pasal 122 secara bersamaan, mencabutnya lebih awal, lalu mengenakannya kembali dalam jangka waktu yang baru? Atau apakah pemerintah harus menerapkannya secara retroaktif untuk menghindari kewajiban membayar kembali uang yang terkumpul dalam sistem saat ini. Hal itu bisa menjadi masalah hukum yang besar, ujar Lincicome.
Gedung Putih menolak berkomentar secara spesifik, tetapi mengakui bahwa mereka sedang mempertimbangkan "cara-cara baru" untuk mempertahankan kebijakan perdagangannya. Wakil Kepala Staf Gedung Putih, James Blair, mengatakan peluang pemerintah untuk menang di pengadilan adalah 50-50 atau lebih baik. Namun, jika kalah, ia mengatakan para pejabat akan menerapkan kembali tarif yang telah dibatalkan. Menurut Blair, Presiden Trump memiliki instrumen dalam kewenangannya yang ada untuk menerapkan kembali tarif tersebut.
Sumber: https://vtv.vn/nha-trang-chuan-bi-ke-hoach-b-truoc-phan-quyet-ve-thue-quan-cua-toa-an-toi-cao-100251123165128157.htm
Komentar (0)