Kendala dari guru terhadap kurikulum
Pada tahun 2022, Kementerian Pendidikan Korea mengumumkan rencana untuk menjadikan pemrograman sebagai mata pelajaran wajib di sekolah menengah pertama mulai tahun 2025 dan di sekolah dasar mulai tahun 2026. Rencana ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mengembangkan sumber daya manusia berkualitas tinggi di bidang AI dan membekali generasi muda untuk menguasai masa depan digital.
Namun, ruang kelas belum siap untuk menghasilkan generasi ahli AI. Kendala terbesar adalah kurangnya guru yang berkualifikasi. Menurut Kementerian Pendidikan, Korea hanya memiliki 9 universitas dengan jurusan ilmu komputer dan menerima total 193 mahasiswa setiap tahun.
Jika program pelatihan guru di sekolah lain juga disertakan, total target penerimaan tahunan untuk seluruh negeri adalah 434 orang. Jumlah ini hanya 11 orang lebih tinggi dibandingkan tahun 2021, meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan jumlah guru TI selama bertahun-tahun.
“Untuk melatih sumber daya manusia berkualitas tinggi di bidang AI, kita harus memiliki lebih banyak orang yang bergabung dengan staf pengajar dengan kualifikasi profesional,” kata Anggota Kongres Lee Jeong-heon.
Tak hanya itu, ia juga memperingatkan bahwa tenaga pengajar belum memenuhi kebutuhan praktis sekolah. Lebih tepatnya, banyak sekolah terpaksa menugaskan guru mata pelajaran AI kepada guru mata pelajaran lain, atau merotasi 1 guru yang mampu mengajar AI ke 10 sekolah.
Namun, meskipun guru tersedia, buku teks sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Kurikulum ilmu komputer saat ini direvisi pada tahun 2022, sebelum ChatGPT diperkenalkan. Sejak saat itu, AI generatif telah merambah setiap aspek lingkungan sekolah.
Arah baru untuk pengajaran AI
"Buku teks saat ini sama sekali tidak membahas AI generatif. Buku-buku tersebut hanya mencakup konsep-konsep seperti analisis data dan pemodelan prediktif, tetapi isinya tidak sesuai dengan minat siswa dan teknologi yang memengaruhi kehidupan mereka," ujar seorang guru di sebuah SMA di Mapo-gu, Seoul, kepada media lokal.
Siswa sekarang sering bertanya mengapa mereka tidak belajar tentang ChatGPT di kelas, sehingga memaksa guru untuk membuat rencana pelajaran mereka sendiri untuk menebus kurangnya pengetahuan.
Di sekolah dasar, mata pelajaran TI hanya dialokasikan 34 jam/6 tahun ajaran (mencakup 0,58% dari total waktu belajar). Di sekolah menengah, waktu belajar adalah 68 jam/3 tahun (hanya sekitar 2% dari total periode). Siswa sekolah menengah atas bahkan dapat melewatkan mata pelajaran ini, karena hanya merupakan mata pelajaran pilihan.
Sementara itu, menurut data pendidikan internasional, Inggris menghabiskan 374 jam, Jepang 405 jam, dan Beijing 212 jam untuk subjek ini.
Faktanya, masalah ini bermula dari kebingungan mengenai definisi "pendidikan AI". Beberapa berpendapat bahwa pemrograman harus menjadi fokus, sementara yang lain percaya bahwa literasi data, keterampilan AI generatif, atau etika lebih penting.
Munculnya alat AI yang dapat menulis kode sendiri juga menimbulkan pertanyaan tentang apakah pengajaran sintaksis pemrograman saja masih relevan.
"Alih-alih hanya menambah kuota guru, kita perlu memperjelas keterampilan yang harus dimiliki calon guru," ujar Profesor Kim Hyun-chul dari Departemen Ilmu Komputer Universitas Korea. "Pelatihan guru harus mencakup kemampuan untuk bekerja dengan AI dan cara menggunakannya secara bertanggung jawab, bukan hanya coding."
Menghadapi situasi itu, Pemerintah telah mengambil langkah untuk menyiapkan program pendidikan AI di seluruh negeri dan ditujukan kepada semua khalayak.
Untuk mendanai program ini, Kementerian Keuangan berencana memasukkannya ke dalam anggaran 2026, dengan pendanaan yang berasal dari peningkatan pajak pendidikan untuk perusahaan keuangan dan asuransi dari 0,5% menjadi 1%. Peningkatan ini diperkirakan akan menghasilkan 1,3 triliun won (setara dengan 943 juta dolar AS) per tahun.
Trinh Hang
Sumber: https://dantri.com.vn/giao-duc/thach-thuc-tren-hanh-trinh-ai-hoa-giao-duc-cua-han-quoc-20250922121123343.htm
Komentar (0)