Memiliki anak yang sedang pubertas, banyak orang tua mengeluh merasa tertekan, bahkan tak berdaya, ketika anak mereka menjadi keras kepala, sulit diatur, dan cenderung mengikuti teman-temannya. Menghadapi situasi ini, banyak orang memilih solusi keras untuk mendisiplinkan anak-anak mereka, tetapi hasilnya tidak sesuai harapan, bahkan terkadang malah sebaliknya!
Pubertas = pemberontakan?
Sambil menahan desahan, menatap ke kejauhan untuk menyembunyikan ketidakberdayaan di matanya yang berlinang air mata, Ibu KM (Kota Bac Lieu ) bercerita: "Sering kali saya begitu sedih, saya bertanya-tanya apakah ini putra yang harus saya lahirkan dengan mempertaruhkan nyawa 16 tahun yang lalu. Meskipun saya sudah berkali-kali menghibur diri, psikologi putra saya sedang berubah di usia ini, ingin membuktikan bahwa ia sudah dewasa dan mandiri, tetapi saya tidak menyangka kekeraskepalaannya akan sampai pada titik ingin memberontak seperti ini."
Sudah hampir 2 tahun, Ibu KM tidak pernah bisa tidur nyenyak karena "sakit kepala" menghadapi putranya yang sedang beranjak dewasa. Dari seorang anak laki-laki yang berperilaku baik, pengertian, emosional, dan selalu tersenyum bahagia ketika orang tuanya mengeluh, setelah bersiap masuk SMA, ia tampak "berubah total", menjadi sulit diatur, bahkan suka bertengkar hebat ketika diingatkan oleh orang tuanya. Suatu ketika, Ibu KM diajak wali kelas untuk berbicara karena ia mengetahui putranya diam-diam merokok shisha bersama teman-temannya dan prestasi akademiknya mulai menurun. Suasana kekeluargaan menjadi mencekik, acara makan-makan tidak lagi diisi dengan tawa melainkan omelan, terkadang sang anak dengan marah meninggalkan acara makan dan pergi ke kamarnya.
Meskipun kedua orang tuanya adalah guru sastra dan memiliki temperamen yang lembut, TT (distrik Dong Hai) adalah anak yang berkepribadian kuat. Saat memasuki masa pubertas, ia menjadi semakin keras kepala dan memberontak, membuat orang tua dan keluarganya mengalami serangkaian kejutan. Di kelas 7, ia mulai berdandan setiap kali pergi ke kelas atau keluar rumah. Di kelas 9, ia terlibat asmara, sering membolos untuk bermain dengan teman-temannya. Selama tiga tahun di SMA, ia hampir berpikir untuk bunuh diri karena cinta butanya kepada seorang teman sekelas. Untungnya, TT pulih dan kuliah, tetapi sebelum akhir tahun terakhir, orang tua TT harus bergegas mempersiapkan pernikahan untuk "menghindari kehamilan". Kasihan sekali orang tua TT ketika mereka harus menghadapi berbagai kejutan, mulai dari terkejut, bingung, hingga putus asa, tetapi apa yang bisa mereka lakukan ketika anak mereka masih kecil?
Sekelompok anak muda berkumpul untuk menghisap shisha. Foto: D.KC
Bersikap simpatik untuk "menenangkan" "kepala panas"
Menurut analisis para ahli psikologi, kisah anak-anak yang menjadi keras kepala dan memberontak selama masa pubertas merupakan masalah yang dihadapi banyak keluarga. Pada usia ini, selain perkembangan fisik yang pesat, anak-anak juga mengalami perubahan psikologis yang nyata, seiring dengan keinginan untuk menegaskan individualitas mereka. Ada banyak cara bagi anak-anak untuk menegaskan diri selama masa pubertas, beberapa memilih untuk menonjol dengan memberontak, lalu merosot, jatuh, mengganggu, dan bersaing...
Selama masa ini, jika kurangnya bimbingan dan pendampingan dari orang dewasa untuk menganalisis benar dan salah, serta menetapkan batasan, maka ungkapan negatif lambat laun dapat menjadi kebiasaan dalam kepribadian, yang berdampak negatif pada kualitas dan perkembangan anak di kemudian hari. Namun, pada kenyataannya, tidak semua orang tua bersikap bijaksana ketika anak-anak mereka memberontak, bahkan banyak yang melakukan kesalahan saat menerapkan tindakan keras seperti memukul dan melarang. Namun, semakin mereka melarang, semakin anak-anak cenderung melawan, merasa bahwa orang tua mereka tidak memahami mereka, semakin terluka, bahkan berpikir untuk bunuh diri! Jarak antara orang tua dan anak akan semakin jauh.
Para ahli mengatakan bahwa pubertas adalah masa bagi anak-anak untuk mengeksplorasi identitas pribadi mereka, sehingga "tersesat" tidak dapat dihindari! Oleh karena itu, alih-alih memarahi atau mengkritik anak dengan kasar, orang tua perlu bersikap toleran untuk membantu anak-anak mereka melewati tahap "meneguhkan ego". Ketika anak-anak melakukan kesalahan, orang tua hendaknya bersimpati, menempatkan diri pada posisi anak-anak mereka untuk mendengarkan, dan menganalisis benar dan salah dalam setiap perilaku. Luangkan lebih banyak waktu untuk berbicara dengan anak-anak, bantu mereka memahami bahwa orang tua adalah "sahabat karib" yang dapat dipercaya yang selalu mendampingi dan bersimpati dengan anak-anak mereka di setiap perjalanan dan tahap pertumbuhan mereka. Orang tua hendaknya belajar mengendalikan ego mereka dalam berkomunikasi dan berperilaku; belajar untuk "sabar" dalam mengendalikan amarah mereka dalam menghadapi keributan dan pemberontakan anak-anak mereka.
Tidak ada formula umum untuk mendidik semua anak. Namun, yang pasti, semua anak di usia pubertas membutuhkan perhatian, berbagi, dan pengertian. Oleh karena itu, dalam perjalanan pubertas, selain pendampingan orang tua dan keluarga, guru juga harus menjadi sahabat yang paling dapat dipercaya!
Kim Truc
Tautan sumber
Komentar (0)