Kombinasi musik dan sinema dalam menciptakan kembali kisah cinta era "kakek-nenek" menarik perhatian anak muda. Mereka tidak hanya menciptakan kembali nilai-nilai emosional yang mendalam, tetapi juga membantu generasi muda mengevaluasi kembali cinta dan hubungan dalam masyarakat modern.
Daya tarik kisah cinta nostalgia
Tidak terlalu sulit untuk menyadari bahwa alasan terbesar mengapa banyak proyek musik dan film saat ini memilih untuk mengeksploitasi kisah cinta "kakek-nenek" adalah daya tarik cinta yang sederhana namun abadi. Di dunia modern—di mana hubungan dapat ditantang oleh hiruk pikuk kehidupan, kesibukan pekerjaan, atau bahkan oleh... teknologi—kisah cinta kakek-nenek dan orang tua muncul sebagai simbol kesabaran dan kesetiaan.
Yang menonjol di antaranya adalah lagu "Kakek-nenekku" (Le Thien Hieu), "Peluklah aku untuk waktu yang lama" (MONO) atau film "Ketika hidup memberimu jeruk keprok" (Korea) yang bernuansa nostalgia, tetapi mengandung pesan yang sesuai dengan psikologi generasi muda saat ini.
Dengan “Kakek-nenekku”, Le Thien Hieu menghembuskan kehidupan baru ke dunia dengan lirik yang sederhana dan beradab: “Kakek-nenekku saling mencintai ketika belum ada televisi/ Kakek-nenekku saling mencintai ketika belum ada mobil/ Ia sering mengajak nenekku menunggang kuda besi hijau Thong Nhat/ Ia memiliki cinta yang segar dan sayangku, apakah kau mengerti hatiku, aku menginginkan cinta yang hijau seperti hijau”.
Bagi penulis, yang penting adalah nilai ini tidak ketinggalan zaman dan bahkan menjadi dambaan banyak anak muda. Meskipun "Kau dan aku saling mencintai di era sepeda motor dan mobil/ Kau dan aku saling mencintai di era Facebook dan Zalo". Namun, "cinta hijau" yang dicita-citakan Le Thien Hieu bukanlah kemarahan tanpa dasar seperti "tidak membalas kotak masuk", melainkan hanya ketulusan "surat-surat tulisan tangan yang tergesa-gesa" dan "kata-kata naif di bibir".
![]() |
Video musik MONO "Hug Me For A Long Time" terinspirasi dari kisah nyata. Potongan video musik |
Atau dengan "Hold me for a long time", MONO menceritakan kisah seorang lelaki tua yang hidup dalam kerinduan tak berujung akan mendiang istrinya. Bagi sang penyanyi pria, proyek ini bukan sekadar karya musik biasa, melainkan sebuah hadiah spiritual yang ingin ia berikan kepada kakek-neneknya—yang menginspirasinya dengan kisah cinta mereka yang utuh dan mendalam. Karena dalam kenangan MONO, di saat-saat terakhir kehidupan neneknya, semua anggota keluarganya bersedih, dan kakeknya menatap langit. Setelah kepergian sang nenek, ia selalu mengenangnya.
Atau dengan "When Life Gives You Tangerines" - drama Korea yang baru-baru ini membuat banyak penonton meneteskan air mata adalah kisah cinta sederhana dan nostalgia antara Oh Ae Soon (IU) dan Yang Gwan Sik (Park Bo Gum).
Dalam film tersebut, meskipun Ae Soon mengalami tragedi demi tragedi ketika ayah dan ibunya meninggal dunia, dan harus mengasuh adik-adiknya serta bekerja di ladang, ia beruntung selalu memiliki "jeruk keprok manis"-nya, Gwan Sik, di sisinya yang selalu menyemangatinya, terlepas dari hujan atau cerah. Hingga akhir hayatnya, Ae Soon dan Gwan Sik tetaplah orang-orang yang bahagia karena mereka menjalani hidup sepenuhnya, untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Menonton film ini, penonton mendapatkan kekuatan melalui momen-momen penyembuhan, lebih percaya pada cinta sejati, dan lebih menghargai apa yang mereka miliki.
Ketika seni menghubungkan masa lalu dan masa kini
Dengan tren musik dan film masa kini yang kembali ke nilai-nilai lama, hal itu menunjukkan bahwa kaum muda tidak sekadar mencari sesuatu yang baru tetapi selalu ingin mempertahankan nilai-nilai yang paling sederhana dan paling mudah.
Ketika MONO merilis video musik "Hold Me For A Long Time", ia tak hanya menciptakan kembali kisah cinta kakek-neneknya, tetapi juga menggambarkan ikatan mendalam antara keduanya selama bertahun-tahun. Demikian pula, "When Life Gives You a Tangerine" membuat penonton merasakan kemurnian dan keberlangsungan cinta di hari-hari biasa, tanpa terlalu banyak kata, melainkan hanya tindakan sederhana.
![]() |
Kisah cinta "kakek-neneknya" dalam film "When Life Gives You a Tangerine" membuat banyak penonton menitikkan air mata. Foto: Netflix |
Secara umum, perpaduan musik dan film dalam mengeksploitasi kisah cinta "kakek-nenek" sebagian menghadirkan ruang yang tenang, membantu kaum muda menemukan kedamaian di tengah hiruk pikuk kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa musik dan sinema bukan hanya produk seni, tetapi juga jembatan untuk menyampaikan pesan tentang cinta abadi, kasih sayang keluarga, dan pengorbanan yang tak terkira.
Ini adalah pengingat bahwa tidak semua cinta harus glamor atau mewah, tetapi terkadang, hal yang paling penting adalah kesabaran dan kesetiaan selama bertahun-tahun.
Sumber: https://baophapluat.vn/chuyen-tinh-yeu-thoi-ong-ba-anh-tro-thanh-cam-hung-sang-tao-post544488.html








Komentar (0)