Fitch mengatakan kebuntuan Kongres AS dalam negosiasi pagu utang dapat mengancam peringkat kredit ekonomi terbesar di dunia.
Fitch Ratings mengumumkan pada 24 Mei bahwa peringkat AS tetap berada di level tertingginya, AAA. Namun, mereka akan menempatkan negara tersebut pada "Rating Watch Negatif" karena ketidakpastian seputar negosiasi plafon utang saat ini yang menempatkan AS pada risiko gagal bayar utang untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Partai Demokrat dan Republik belum mencapai kesepakatan untuk menaikkan pagu utang setelah berbulan-bulan negosiasi. Menteri Keuangan AS Janet Yellen telah memperingatkan bahwa negara itu akan kehabisan uang untuk membiayai operasionalnya mulai 1 Juni. Jika AS gagal membayar utangnya, konsekuensinya bagi perekonomian dan dunia akan sangat besar.
"Penurunan peringkat mencerminkan perpecahan partisan politik yang semakin besar di AS, yang mempersulit prospek penyelesaian masalah plafon utang, meskipun tenggat waktu semakin dekat," jelas Fitch dalam sebuah pernyataan kemarin. Fitch adalah salah satu dari tiga lembaga pemeringkat kredit terkemuka di dunia, bersama dengan Moody's dan S&P.
AS akan kehilangan peringkat kreditnya jika anggota parlemen tidak dapat menyepakati kenaikan pagu utang. Namun, Fitch yakin para pejabat AS akan menemukan solusi sebelum batas waktu.
Pada tahun 2011, Kongres mencapai kesepakatan untuk menaikkan pagu utang hanya dua hari sebelum Departemen Keuangan memperkirakan dana akan habis. Pasar keuangan saat itu mengalami minggu terburuknya sejak 2008.
Tahun 2011 juga merupakan tahun pertama dan satu-satunya di mana AS mengalami penurunan peringkat kredit, ketika S&P menurunkan peringkat AS menjadi AA+ (level tertinggi adalah AAA). Level ini dipertahankan hingga saat ini. Pada tahun 2013, pertikaian mengenai plafon utang bahkan menyebabkan pemerintah AS tutup.
Para ahli mengatakan bahwa gagal bayar AS dapat mengguncang ekonomi global dan menciptakan resesi baru. Suku bunga pemerintah dan rakyat AS akan naik. Pertumbuhan ekonomi dunia juga akan terhambat.
Ha Thu (menurut CNN)
[iklan_2]
Tautan sumber






Komentar (0)