
Tuan Ba Vi dengan drum.
Pabrik pembuat drum milik Bapak Ba Vi terletak di dekat persimpangan Cai Tac, di komune Dong Phuoc, dan tampak mencolok dengan drum-drum kulit berwarna merah cerah yang tergantung di dinding. Bengkel tersebut dipenuhi drum besar dan drum kecil... beberapa belum selesai, beberapa sudah jadi dan menunggu pengiriman. Ketika ditanya tentang profesi pembuat drum, Bapak Ba Vi sangat antusias, bercerita tentang profesi yang telah diwariskan turun-temurun kepada keluarganya selama 4 generasi. Hal ini membuat suara drum tersebut tetap lestari dan menggema di tanah Can Tho .
Ia mengatakan kampung halamannya berada di Provinsi Ha Nam (dahulu), sekarang Provinsi Ninh Binh, di sebuah desa dengan tradisi pembuatan drum kulit yang sudah sangat lama. Sejak usia lebih dari 10 tahun, ia mengikuti jejak keluarganya sebagai pembuat drum, membantu tugas-tugas yang sesuai usianya. Kecintaannya pada kerajinan drum pun tumbuh dalam dirinya. "Saat itu, saya sudah bisa berpikir dan bangga menjadi bagian kecil dari kerajinan tradisional desa ini. Dulu, di kampung halaman saya, hampir setiap rumah ada yang bisa membuat drum," kenang Bapak Ba Vi.
Pada tahun 1990, Tuan Ba Vi meninggalkan Ha Nam sendirian, berkelana ke Barat Daya untuk memulai bisnis dan mencari nafkah. Setelah mencoba berbagai pekerjaan, ia memilih Can Tho sebagai kampung halaman keduanya dan memilih profesi pembuat drum tradisional untuk memulai bisnisnya. Sebagian karena ia terampil dalam profesi tersebut, sebagian lagi karena itu merupakan cara baginya untuk meredakan kerinduannya, merindukan profesinya, dan merindukan alunan drum kampung halamannya. "Tanah lama menyambut yang baru", sejak saat itu, selama lebih dari 30 tahun, Tuan Ba Vi gigih menekuni profesi pembuat drum, menjadi perusahaan terkemuka, memasok drum ke seluruh wilayah Barat dan seluruh negeri.
Menurut Bapak Ba Vi, untuk membuat sebuah gendang utuh harus melalui banyak tahapan mulai dari pengupasan kulit kerbau, peregangan kulit, pemilihan kayu, pembakaran arang untuk dibengkokkan, hingga penyambungan tiap-tiap batang kayu untuk membentuk badan gendang (body gendang), pelapisan gendang... Kulit untuk pelapis gendang haruslah kulit kerbau betina yang dipilih dengan teliti, dikerok bersih dari selaputnya, direndam dalam air pewangi lalu dikeringkan. Waktu perendaman kulit juga harus tepat, jangan terlalu lama atau terlalu cepat, kalau tidak bunyi gendang akan tumpul dan tidak beresonansi. Badan gendang biasanya terbuat dari kayu nangka, karena jenis kayu ini mempunyai ciri khas awet, menghasilkan bunyi yang hangat dan beresonansi. Setelah digergaji, kayu nangka dikeringkan, kemudian dipotong-potong menjadi kepingan melengkung, disambung rapat membentuk lingkaran, sehingga terbentuklah badan gendang yang kokoh dan rapat.
Di antara tahapan-tahapan tersebut, melapisi gendang (artinya melapisi badan gendang dengan kulit) dianggap yang paling sulit. Tahap ini tidak hanya merentangkan kulit kerbau di atas permukaan gendang dan memasangnya dengan paku bambu, tetapi pengrajin juga harus memiliki telinga yang peka dan jeli untuk merasakan bunyinya, sehingga bunyi gendang selaras dengan setiap nada dalam set gendang. Bambu yang digunakan untuk paku dan bambu yang digunakan untuk sabuk juga harus dari jenis bambu yang berbeda, untuk memastikan kesesuaian. Semua tahapan membutuhkan ketelitian dan pengalaman turun-temurun. "Membuat gendang tidak hanya membutuhkan tangan yang terampil tetapi juga telinga yang jeli. Permukaan gendang harus rata, dan ketika direntangkan, keduanya harus seimbang agar bunyinya bagus dan beresonansi jauh," tambah Bapak Ba Vi.
Pada masa kejayaannya lebih dari 20 tahun yang lalu, bengkel drum Pak Ba Vi selalu ramai. Setiap bulan, puluhan drum terjual, terutama drum besar untuk sekolah, rumah ibadah, pagoda, kuil, atau barongsai. Ada bulan-bulan di mana produksi tidak tepat waktu, sehingga pelanggan harus memesan terlebih dahulu. Kini, daya beli menurun drastis, sebagian karena populernya e-commerce, dan sebagian lagi karena drum industri dijual dengan harga murah. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ia dan istrinya membuka gerobak nira tebu di depan rumah mereka. Meskipun kesulitan, ia tetap tidak berhenti bekerja, dan tak henti-hentinya mendengarkan suara drum kampung halamannya.
Tuan Ba Vi dengan yakin berkata: "Keluarga saya telah membuat drum selama empat generasi, saya sangat bangga dan terhormat. Selama saya masih punya kekuatan, saya akan terus membuat drum." Entah ada pesanan atau tidak, Tuan Ba Vi tetap membuat drum, untuk dipajang dan menghilangkan kebosanan. Kecintaan itulah yang membuat suara drum dari desa-desa pengrajin di Utara tetap bergema di tanah Selatan.
Artikel dan foto: DUY KHOI
Sumber: https://baocantho.com.vn/giu-nghe-lam-trong-gia-truyen-tren-dat-tay-do-a193822.html






Komentar (0)