Pengesahan prinsip di atas diharapkan dapat menciptakan pergeseran yang kuat dalam tata kelola sektor publik dalam tiga aspek; pertama, pergeseran dari "kendali proses" menjadi "kendali hasil". Alih-alih evaluasi yang terutama didasarkan pada kepatuhan terhadap proses dan prosedur terperinci seperti di masa lalu, prinsip pemberdayaan dengan akuntabilitas dan mendorong inovasi di kalangan pegawai negeri sipil akan membantu menggeser fokus pada pengukuran hasil dan kualitas layanan publik, sekaligus memberikan otonomi yang lebih besar kepada unit-unit dalam mengorganisir pelaksanaan tugas. Hal ini merupakan perwujudan nyata dari pola pikir "tata kelola berbasis hasil" yang telah berhasil diterapkan di banyak negara maju.
Kedua, mendorong otonomi yang dibarengi dengan tanggung jawab; ketika diberi wewenang finansial, personal, dan profesional, unit layanan publik beserta para pemimpinnya harus bertanggung jawab secara penuh dan publik kepada badan pengelola dan masyarakat. Mekanisme ini tidak hanya memperkuat transparansi, tetapi juga merupakan alat yang efektif untuk mengendalikan kekuasaan, alih-alih kontrol yang kaku melalui perintah administratif.
Ketiga, membuka potensi inovasi; melembagakan prinsip mendorong inovasi di kalangan pegawai negeri sipil mengirimkan pesan yang jelas: inovasi bukan lagi sebuah pilihan, melainkan persyaratan wajib bagi pegawai negeri sipil modern. Lebih penting lagi, hal ini akan membuka jalan bagi pembangunan mekanisme perlindungan hukum bagi pegawai negeri sipil yang berani berinovasi.
Tentu saja, untuk menerapkan prinsip pendelegasian wewenang yang terkait dengan akuntabilitas dan mendorong inovasi di kalangan pejabat secara efektif, diperlukan persiapan yang sinkron dalam hal kelembagaan, mekanisme penegakan hukum, dan budaya pelayanan publik. Pertama-tama, perlu ditetapkan secara jelas ruang lingkup dan batasan wewenang yang didelegasikan. Desentralisasi dan pendelegasian wewenang harus berjalan beriringan dengan mekanisme pengendalian kekuasaan, memastikan batasan wewenang yang jelas, dan menghindari situasi "melempar tanggung jawab" atau "menghindar tanggung jawab".
Bersamaan dengan itu, penyempurnaan mekanisme pelaporan dan evaluasi hasil kerja juga diperlukan; perlu ditetapkan serangkaian kriteria penilaian kuantitatif dan multidimensi yang didasarkan pada hasil pelaksanaan tugas dan tingkat kepuasan masyarakat. Tersedia perangkat pelaporan modern yang menerapkan teknologi untuk meningkatkan transparansi dan objektivitas. Pelaporan harus menjadi budaya kerja bagi seluruh pejabat dan unit pelayanan publik.
Dan khususnya, seperti yang diusulkan oleh delegasi Majelis Nasional Thach Phuoc Binh ( Vinh Long ), perlu untuk melegalkan mekanisme pengecualian dan pengurangan tanggung jawab bagi pegawai negeri sipil yang berani berpikir dan bertindak untuk kebaikan bersama tetapi belum memperoleh hasil yang sukses, dan untuk menghubungkan ketentuan ini dengan Pasal 34 tentang pengecualian tanggung jawab untuk memastikan konsistensi rancangan Undang-Undang Pegawai Negeri Sipil (yang telah diubah).
Atas dasar itu, Pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur, merancang mekanisme pengecualian dan pengurangan tanggung jawab yang cukup rinci untuk menghindari eksploitasi, namun tetap cukup kuat untuk mendorong inovasi; membedakan secara jelas antara pelanggaran yang disengaja dan kurangnya tanggung jawab (yang harus ditangani secara tegas) dan risiko objektif saat menerapkan inovasi (yang perlu dilindungi dan didorong); memelihara mekanisme pemantauan yang fleksibel, berbasis data, transparan, dan terbuka untuk publik, memastikan pengendalian tanpa menghambat inisiatif; ini akan menjadi "perisai" untuk membantu meredakan rasa takut melakukan kesalahan dan dimintai pertanggungjawaban, yang merupakan "hambatan" utama dalam kegiatan pelayanan publik saat ini.
Penting juga untuk dicatat bahwa beralih dari "mengikuti proses" menjadi "bertanggung jawab atas hasil" merupakan revolusi dalam pemikiran manajemen. Hal ini menuntut para pemimpin untuk benar-benar menjadi pelopor, berani bertanggung jawab, dan sekaligus menciptakan lingkungan bagi karyawan untuk mendorong inisiatif dan bereksperimen dengan hal-hal baru dalam lingkup yang diizinkan.
Di sisi lain, inovasi tidak dapat didorong tanpa sumber daya keuangan, fasilitas, teknologi, dan sumber daya manusia. Terutama di bidang-bidang seperti pendidikan , layanan kesehatan, dan sains, perlu ada kebijakan investasi berkelanjutan agar para pejabat memiliki kondisi untuk mengimplementasikan inisiatif dan solusi yang memberikan nilai praktis.
Dengan demikian, melegalkan prinsip pemberdayaan dengan akuntabilitas dan mendorong inovasi di kalangan pegawai negeri sipil bukan hanya sebuah ketentuan hukum, tetapi juga sebuah deklarasi model administrasi publik baru—di mana wewenang, tanggung jawab, dan inovasi diletakkan di atas fondasi yang sama. Namun, agar prinsip ini benar-benar efektif, bersama dengan rancangan Undang-Undang yang diajukan kepada Majelis Nasional, Pemerintah dan instansi terkait perlu secara proaktif menyusun dan segera menerbitkan keputusan dan surat edaran yang terperinci. Dengan demikian, para pegawai negeri sipil akan benar-benar menjadi pendamping Negara dalam perjalanan mewujudkan pembangunan, alih-alih hanya menjadi pelaksana perintah administratif.
Sumber: https://daibieunhandan.vn/lay-ket-qua-hieu-qua-va-doi-moi-sang-tao-lam-trung-tam-10389489.html
Komentar (0)