Pada sore hari di akhir Juli, di sebuah rumah kecil di komune Hoa Quy (provinsi Thanh Hoa ), Ibu Le Thi Trang (lahir tahun 1990) tak kuasa menyembunyikan harunya ketika menerima foto berwarna tajam dari martir Ha Van Hau (pamannya). Foto ini direstorasi secara gratis oleh Bapak Le The Thang (lahir tahun 1988) dan diberikan kepada keluarganya.

Martir Ha Van Hau lahir pada tahun 1950 dan wafat di medan perang Tây Ninh pada tahun 1970. Satu-satunya kenangan yang ia tinggalkan untuk keluarganya hanyalah sebuah foto lama yang telah memudar seiring waktu. Selama bertahun-tahun, Trang selalu ingin melihat wajah pamannya dengan jelas, tetapi tak pernah sempat.

"Pada tanggal 5 Juli, saya kebetulan melihat informasi tentang Tuan Le The Thang yang merestorasi foto-foto para martir di media sosial. Saya memberanikan diri mengirim pesan teks kepadanya dan menerima balasan dalam beberapa menit. Tuan Thang setuju untuk membantu dan bahkan mengatakan akan melakukannya secara gratis dan mengirimkannya ke rumah saya," kenang Ibu Trang dengan penuh emosi.

Foto martir Ha Van Hau dipugar oleh Bapak Le The Thang untuk keluarga Ibu Trang. Foto: NVCC

Tujuh belas hari kemudian, Bapak Thang secara pribadi membawa foto tersebut ke rumah keluarga Trang untuk diberikan kepada mereka. Di dalam bingkai kaca, wajah martir Ha Van Hau tampak jelas, begitu nyata hingga menyayat hati. "Foto itu tampak begitu nyata. Seluruh keluarga saya tersentuh. Hingga kini, keluarga saya belum menemukan jenazahnya, jadi foto ini bagaikan keajaiban, membantu saya bertemu kembali dengan keluarga saya setelah lebih dari setengah abad. Saya sangat berterima kasih kepada Bapak Thang," ungkap Ibu Trang sambil berlinang air mata.

Kasus Ibu Trang hanyalah satu dari ratusan keluarga yang telah didukung oleh Bapak Le The Thang untuk merestorasi foto-foto para martir secara gratis. Dari foto-foto lama yang memudar seiring waktu, melalui tangan-tangan teliti dan hati Le The Thang yang penuh tanggung jawab, wajah-wajah para martir heroik perlahan-lahan tergambar secara realistis. Bagi banyak keluarga, ini bukan sekadar foto, melainkan gambaran kenangan, sebuah cara untuk bertemu kembali dengan kerabat setelah bertahun-tahun terpisah.

Perjalanan humanistik berawal dari kecintaan pada fotografi

"Sejak kecil, saya suka melukis, terutama potret. Semasa SMA, saya sering menggambar sketsa pengusaha, seniman, tokoh sejarah... yang saya kagumi dengan penuh semangat," kata Le The Thang.

Pada tahun 2005, melihat kecintaan keponakannya pada fotografi, paman Thang (yang saat itu adalah pemilik studio foto di kota Tho Lam, distrik Tho Xuan, Thanh Hoa) mengundang Thang untuk membantu. Sejak saat itu, pemuda itu mulai mengenal kamera, belajar cara mengedit bingkai, dan perlahan-lahan menjadi bersemangat dalam pekerjaan restorasi. Berbekal bakat dan kemauan untuk belajar, keterampilannya berkembang pesat.

Pak Le The Thang di sudut kerjanya yang familiar. Foto: NVCC

Setelah lulus SMA, Thang pergi ke Kota Ho Chi Minh untuk bekerja di sebuah studio foto. Di akhir tahun 2010, ia kembali ke kampung halamannya untuk membuka warnet. Meskipun ia mengubah arah bisnisnya, karena masih mencintai fotografi, ia memanfaatkan waktu luangnya untuk merestorasi foto-foto lama bagi para pelanggan.

Titik balik Thang terjadi pada tahun 2015 ketika seseorang bertanya kepadanya di mana ia harus merestorasi foto para martir. Thang, yang mahir dalam teknik penyuntingan foto, segera menawarkan bantuan. Dengan keahliannya dalam penyuntingan foto, ia merestorasi potret tersebut hanya dalam waktu satu jam lebih. Ketika foto yang telah selesai diserahkan kepada perempuan itu, ia terdiam cukup lama, air mata mengalir tanpa suara.

Momen itu menyadarkan saya bahwa merestorasi foto para martir berbeda dari jenis foto lainnya sebelumnya. Untuk pertama kalinya, saya sungguh-sungguh merasa bahwa potret bukan sekadar produk, melainkan sebuah kenangan, sebuah kehadiran almarhum di hati kerabat mereka. Perasaan itu menyadarkan saya bahwa ini adalah misi kemanusiaan yang perlu saya laksanakan,” ujar Thang.

Sejak saat itu, ia diam-diam merestorasi foto-foto gratis untuk orang-orang di daerahnya. Setiap kali ia mengambil foto untuk pelanggan, jika ia melihat sebuah keluarga memuja foto-foto lama para martir, ia secara proaktif meminta untuk merestorasinya. Seiring berkembangnya jejaring sosial, karyanya perlahan-lahan semakin dikenal luas. Banyak orang dari seluruh negeri menghubunginya untuk merestorasi foto-foto para martir heroik. Hingga saat ini, Bapak Thang telah merestorasi sekitar 500 foto para martir secara gratis, membingkainya, dan mengirimkannya kepada keluarga-keluarga di seluruh negeri.

Pak Thang dengan foto-foto para martir yang direstorasinya. Foto: NVCC

Setiap foto adalah sebatang dupa

Motivasi terbesar Thang untuk menekuni pekerjaan merestorasi foto para martir tak hanya berasal dari perasaan profesionalnya, tetapi juga dari kenangan akan hari-hari sengit di medan perang yang diceritakan ayahnya. Ayahnya adalah seorang veteran bernama Le The Hoa, yang bertempur di benteng kuno Quang Tri. Ia beruntung dapat kembali setelah perang, tetapi ia juga menanggung akibat buruk Agen Oranye. Ingatannya terkadang jernih, terkadang kabur, banyak hal dalam kehidupan sehari-hari yang terlupakan, tetapi kenangan akan rekan-rekannya dan medan perang masih terukir kuat di benaknya.

Ayah saya menceritakannya dengan sangat rinci, mengingat setiap pertempuran dan setiap rekan yang gugur. Ia beruntung bisa kembali, tetapi hatinya selalu pedih bagi mereka yang tak kembali. Ketika melihat saya merestorasi foto-foto untuk kerabat para martir, ia sering berkata: "Ini pekerjaan yang hebat, berusahalah membantu sebanyak mungkin keluarga dan jangan mengambil uang mereka," kata Thang.

Menurut Bapak Thang, restorasi foto bukan sekadar memperjelas setiap fitur wajah, tetapi yang lebih penting, restorasi foto adalah menciptakan kembali jiwa dan temperamen orang yang ada di dalam foto. Foto: NVCC

Potret-potret yang dikirimkan kepada Tuan Le The Thang untuk direstorasi sebagian besar berusia puluhan tahun, banyak di antaranya pudar, buram, atau bahkan hanya berupa sketsa berdasarkan ingatan kerabat. Oleh karena itu, restorasi bukan sekadar operasi teknis, melainkan sebuah perjalanan untuk menemukan potret-potret dari fragmen-fragmen kenangan. Ia sering kali harus berbicara dengan keluarga untuk memahami lebih lanjut tentang penampilan dan temperamen mereka, atau meminta lebih banyak foto kerabat sang martir untuk membandingkan dan memperjelas garis-garisnya.

"Merestorasi foto-foto lama memang membutuhkan ketelitian, tetapi dengan foto-foto para martir, saya harus berkali-kali lebih teliti. Saya tidak hanya harus membuat foto-foto itu jernih dan akurat, tetapi saya juga harus memancarkan semangat dan temperamen prajurit tersebut. Saya selalu berusaha membuat setiap foto tidak hanya hidup tetapi juga menyentuh jiwa," ujar Thang.

Foto-foto tersebut dicetak dan dibingkai dengan hati-hati oleh Tn. Thang sebelum diberikan kepada keluarga.

Selain itu, kesulitan juga muncul saat mengirim foto melalui media sosial. Kebanyakan kerabat para martir sudah lanjut usia dan kurang paham teknologi. Banyak foto yang dikirim miring, terpantul, atau tidak fokus. Ketika menghadapi situasi seperti itu, ia dengan sabar membimbing mereka untuk mengambil ulang foto atau menyarankan untuk mengirimkan foto asli melalui pos.

Rata-rata, setiap foto membutuhkan waktu 4-6 jam untuk diselesaikan. Foto yang rusak parah bisa memakan waktu beberapa hari, terutama jika memerlukan beberapa penyesuaian berdasarkan masukan keluarga. Sering kali, ia harus begadang semalaman untuk memperbaiki setiap detail kecil seperti mata, kerutan, dan tulang pipi.

"Saat ini, kecerdasan buatan (AI) telah hadir, membantu mempersingkat waktu pemrosesan foto yang rumit. Namun, saya hanya menggunakan AI untuk memulihkan garis-garis, tetapi untuk menciptakan potret yang penuh perasaan, tetap dibutuhkan ketelitian dan emosi manusia," ujar Le The Thang.

Saat ini, meskipun sibuk dengan bisnis penjualan furnitur kayu seni rupa, Bapak Thang tetap memprioritaskan restorasi potret para martir. Baginya, hal ini bukan hanya sebagai ungkapan terima kasih, tetapi juga tanggung jawab generasi sekarang terhadap mereka yang telah berkorban demi Tanah Air.

Foto martir Le Van Khuy yang direstorasi oleh Bapak Thang. Foto: NVCC

Setelah terlibat dalam pekerjaan restorasi selama lebih dari 10 tahun, ia telah menghadapi banyak kasus yang meresahkan dan mengharukan. Ia masih ingat kasus martir Le Van Khuy (dari Provinsi Thanh Hoa). Ia adalah seorang prajurit pasukan khusus yang gugur dalam penyergapan musuh. Keluarganya hanya memiliki satu foto buram dan miring yang sangat sulit direstorasi. "Dengan foto itu, saya membutuhkan dua hari untuk menyesuaikan, memeriksa setiap detail kecil, mencoba merekonstruksi wajah sejelas dan seakurat mungkin untuk dijadikan foto peringatan," ujarnya.

Di lain waktu, ia diminta untuk merestorasi foto martir Tran Van Can (dari provinsi Thanh Hoa). Ia wafat pada tahun 1967 ketika istrinya sedang hamil tiga bulan. Karena terlalu berduka, istrinya jatuh sakit parah dan meninggal dunia, meninggalkan seorang putri yang baru lahir enam bulan. Selama puluhan tahun, putrinya telah merestorasi foto ayahnya dengan satu-satunya foto kelompok yang buram, yang diberikan kepadanya oleh seorang kawan lama Tuan Can. "Ia membawa foto itu ke banyak tempat untuk direstorasi, tetapi tak seorang pun dapat memperjelasnya. Ketika saya selesai, wajah di foto itu tampak jelas dan nyata. Begitu melihatnya, ia menangis tersedu-sedu seolah-olah ia telah bertemu kembali dengan ayahnya setelah lebih dari setengah abad," kata Tuan Thang sambil terisak.

Foto martir Tran Van Can direstorasi oleh Bapak Thang. Foto: NVCC

Di tengah sebuah rumah kecil di komune Sao Vang (provinsi Thanh Hoa), Bapak Le The Thang masih duduk dengan tenang di sudut meja kerjanya, dengan cermat memulihkan setiap garis wajah sang martir melalui foto-foto tua yang telah pudar. Setiap foto yang dihidupkan kembali bukan hanya sebuah karya teknis, tetapi juga sebuah ungkapan rasa terima kasih yang tersirat kepada mereka yang telah berkorban demi Tanah Air. Setelah selesai, beliau dengan hati-hati mencetaknya, membingkainya, dan menyerahkannya kepada keluarga sang martir sebagai hadiah spiritual yang bermakna. Beliau mengatakan bahwa di masa mendatang, beliau akan terus memperluas kegiatan restorasi gratis ini. Di saat yang sama, beliau berharap dapat menjalin hubungan dengan berbagai organisasi dan individu untuk menyebarkan karya ini lebih luas di masyarakat.

TRAN HAI LY

    Sumber: https://www.qdnd.vn/phong-su-dieu-tra/cuoc-thi-nhung-tam-guong-binh-di-ma-cao-quy-lan-thu-16/le-the-thang-chang-trai-10-nam-hoi-sinh-mien-phi-gan-500-buc-anh-liet-si-839490