Para ahli AS mengembangkan plastik baru berbasis tanaman, menggilingnya menjadi partikel mikro, dan kemudian menggunakan tiga alat untuk menguji biodegradabilitasnya.
Mikroplastik konvensional membutuhkan waktu antara 100 hingga 1.000 tahun untuk terurai. Foto: Whitehoune/iStock
Mikroplastik adalah pecahan kecil produk plastik sehari-hari yang hampir tidak dapat dihancurkan. Sebuah tim ahli di University of California San Diego dan perusahaan ilmu material Algenesis mengembangkan polimer berbasis tumbuhan yang dapat terurai secara hayati, bahkan pada tingkat mikroplastik, dalam waktu kurang dari tujuh bulan, lapor Science Daily pada 25 Maret. Perlu dicatat bahwa semua plastik adalah polimer, tetapi tidak semua polimer adalah plastik.
"Kami sedang berupaya menemukan alternatif untuk material yang ada saat ini dan memastikan bahwa material alternatif tersebut akan terurai secara hayati di akhir masa pakainya, alih-alih terakumulasi di lingkungan," ujar Michael Burkart, profesor kimia dan biokimia, anggota tim peneliti dan salah satu pendiri Algenesis. Penelitian baru ini dipublikasikan di jurnal Nature Scientific Reports.
Untuk menguji biodegradabilitasnya, tim menggiling bahan baru tersebut menjadi partikel mikro yang sangat kecil dan menggunakan tiga alat ukur yang berbeda untuk memastikan bahwa ketika ditambahkan ke kompos, bahan tersebut dicerna oleh bakteri.
Alat pertama adalah respirometer. Saat bakteri memecah kompos, mereka melepaskan CO2, yang dapat diukur dengan respirometer. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan pemecahan selulosa, yang dianggap sebagai standar industri untuk biodegradabilitas 100%. Polimer berbasis tumbuhan baru ini hampir 100% cocok dengan selulosa.
Selanjutnya, tim menggunakan metode flotasi air. Plastik tersebut mengapung dan tidak larut dalam air, sehingga mudah disedot. Pada hari ke-90 dan ke-200, hampir 100% mikroplastik berbasis minyak bumi berhasil didaur ulang, menunjukkan bahwa mikroplastik tersebut tidak dapat terurai secara hayati. Namun, setelah 90 hari, hanya 32% mikroplastik berbasis alga yang berhasil didaur ulang, yang berarti lebih dari dua pertiganya telah terurai secara hayati. Setelah 200 hari, angka ini turun menjadi 3%, yang berarti 97% telah hilang.
Alat terakhir melibatkan analisis kimia melalui kromatografi gas/spektrometri massa (GCMS), yang mendeteksi keberadaan monomer yang membentuk plastik, yang menunjukkan bahwa polimer telah dipecah menjadi bahan tanaman aslinya.
"Material ini merupakan plastik pertama yang terbukti tidak meninggalkan mikroplastik saat digunakan. Ini bukan hanya solusi berkelanjutan untuk siklus hidup produk dan tempat pembuangan sampah yang padat, tetapi juga plastik yang tidak membuat kita sakit," ujar rekan penulis studi Stephen Mayfield, seorang profesor di Fakultas Ilmu Biologi di University of California San Diego dan salah satu pendiri Algenesis.
Tantangannya sekarang adalah bagaimana mengaplikasikan material baru ini ke perangkat yang awalnya dirancang untuk plastik tradisional. Algenesis telah membuat beberapa kemajuan dalam proses ini. Algenesis telah bermitra dengan beberapa perusahaan untuk memproduksi produk menggunakan polimer berbasis tumbuhan dari UC San Diego, termasuk Trelleborg, yang memproduksi kain berlapis, dan RhinoShield, yang memproduksi casing ponsel.
Kam Thao (Menurut Science Daily )
[iklan_2]
Tautan sumber






Komentar (0)