
1. Sejak kecil, buku telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup saya. Saya melahap setiap buku yang saya temukan, meskipun lebih dari 40 tahun yang lalu, di daerah pedesaan yang miskin, buku sangat langka. Suatu kali, saya berkata kepada ibu saya, "Jika Ibu memberi saya buku-buku yang bagus, saya bisa membaca sepanjang hari tanpa perlu makan..." Tetapi saat itu, di mana saya bisa menemukan cukup buku untuk memuaskan dahaga saya akan membaca? Kadang-kadang, setelah ayah saya kembali dari perjalanan bisnis, beliau akan membeli beberapa buku, dan saya akan menyelesaikannya hanya dalam beberapa hari, setelah itu saya akan "haus akan buku" lagi!
Aku masih ingat saat aku membaca Dongeng Andersen, dan perasaan istimewa yang kurasakan. Putri, ksatria, petualangan menakjubkan, dan bahkan penyihir membuka dunia magis di depan mataku. Saat itu, aku belum sepenuhnya memahami makna yang lebih dalam dari setiap kata, tetapi aku merasakan banyak hal menarik, banyak wawasan saat membalik setiap halaman, seolah-olah aku sedang menemukan harta karun yang tak berujung. Aku kehilangan buku itu setelah beberapa kali pindah rumah dan terkena hujan; baru kemudian aku membelinya dan membacanya kembali, menyerap setiap baris pengantar yang sangat mendalam oleh penulis Rusia Paustovsky dan cerita-cerita lama yang sudah kukenal, namun tetap mempertahankan emosi awal yang sama…
Saat tumbuh dewasa, kecintaan saya pada buku tidak hanya tidak pudar tetapi semakin dalam. Saya mulai mencari sastra klasik, karya filosofis, sejarah, dan budaya… Ketika saya membuka halaman *The Alchemist* karya Paulo Coelho, hati saya terbakar dengan mimpi untuk mengejar “legenda pribadi” saya sendiri, meskipun jalan itu penuh tantangan. Atau setiap kali saya membaca ulang *Romance of the Three Kingdoms* karya Luo Guanzhong, saya masih menemukan pelajaran yang dapat saya terapkan dalam hidup saya, meskipun ceritanya bukan hal baru. Atau ketika saya membaca ulang *The Cards Are Stacked Against You*, kekaguman dan rasa hormat saya terhadap kreativitas penulis Nguyen Truong Thien Ly, yang juga dikenal sebagai penulis dan peneliti Tran Bach Dang, seorang “monumen” dalam kegiatan budaya… Jadi, bagi saya, buku bukan hanya tempat berlindung bagi pengetahuan tetapi juga sumber wawasan baru yang memberi saya lebih banyak solusi untuk masalah hidup saya.
2. Saya suka bagaimana buku menghubungkan orang-orang lintas waktu dan ruang. Sebuah buku mungkin ditulis berabad-abad yang lalu, di negeri yang jauh, tetapi ketika saya membacanya, saya merasakan detak jantung penulisnya, seolah-olah mereka duduk di samping saya, menceritakan kisah mereka. Membaca *The Noble Soul* karya Edmondo De Amicis, saya tidak hanya merasakan kehangatan di hati saya dari pelajaran tentang cinta, tetapi juga merasakan napas Italia abad ke-19, di mana nilai-nilai kemanusiaan digambarkan dengan jelas. Atau membaca *The Merchant* karya Phan Trung Nghia, saya menghidupkan kembali zaman keemasan alam Vietnam Selatan, yang sebagian besar kini telah menjadi kenangan… Buku adalah jembatan ajaib, menjembatani kesenjangan antara budaya, generasi, dan bahkan orang asing. Buku membantu saya menyadari bahwa, meskipun hidup memiliki batasnya, imajinasi dan empati manusia tidak terbatas. Berkat buku, saya belajar menghargai hal-hal kecil, dari hujan sore hingga senyuman orang asing.
Saya juga menyukai momen-momen yang dihabiskan bersama buku di tempat yang tenang. Selama masa sekolah, perpustakaan dengan rak-rak bukunya yang menjulang tinggi selalu menjadi tujuan saya yang paling sering. Jika saya punya waktu luang, tempat favorit saya adalah toko buku, terkadang mencari buku bagus atau penulis yang saya sukai, atau sekadar "meminjam" beberapa halaman. Di rumah, meskipun keadaan saya sederhana, saya tetap menyediakan ruangan terpisah, yang berfungsi sebagai ruang kerja dan perpustakaan mini, dengan ribuan buku yang telah saya kumpulkan selama hampir 30 tahun terakhir… Saya menyukai perasaan meraba-raba punggung buku, memilih satu, dan membenamkan diri dalam dunianya. Pada saat-saat itu, saya sama sekali tidak merasa kesepian, karena buku-buku itu berbicara dengan saya, berbagi rahasia kehidupan.
3. Buku juga merupakan guru yang tak kenal lelah. Setiap buku menawarkan pelajaran, baik tentang cinta, keberanian, atau pengampunan. Buku tidak hanya memberikan pengetahuan tetapi juga membantu saya tumbuh, mengajari saya bagaimana hidup dan bagaimana mencintai. Saya sendiri telah belajar banyak dari karakter-karakter karya penulis Nam Cao, dan dia adalah penulis favorit saya. Sampai-sampai, ketika saya melihat tangan seorang wanita yang kurus dan rapuh, saya teringat tangan Tu dalam "The Superfluous Life"...
Bagiku, kecintaanku pada buku juga merupakan kecintaan pada diriku sendiri. Setiap buku yang kubaca adalah kesempatan untuk penemuan diri. Beberapa buku membuatku tertawa, beberapa membuatku menangis, dan beberapa membuatku merenungkan makna hidup. Buku adalah cermin yang merefleksikan jiwaku, membantuku untuk lebih memahami mimpi, ketakutan, aspirasi, dan keinginanku.
Saya tahu bahwa di era teknologi yang serba cepat ini, buku mungkin bukan lagi pilihan utama bagi banyak orang. Tetapi bagi saya, tidak ada yang dapat menggantikan perasaan memegang buku di tangan, membalik halaman, dan membiarkan jiwa saya tenggelam dalam cerita-ceritanya. Buku adalah tempat saya menemukan kebebasan, tempat saya bisa menjadi siapa saja, di mana saja, dan menjalani kehidupan yang tak terhitung jumlahnya.
Aku sering menatap rak buku kecilku, tempat aku menemukan buku-buku yang kusayangi. Buku-buku tua ini, dengan halaman-halamannya yang menguning, tetap berada di sana dengan tenang, seperti teman setia, menemaniku selama bertahun-tahun. Aku tersenyum, berpikir bahwa tak peduli bagaimana hidup berubah, kecintaanku pada buku akan selalu menjadi nyala api yang tak padam di hatiku. Dengan buku, aku menjalani bukan hanya satu kehidupan, tetapi ribuan kehidupan, masing-masing dipenuhi dengan keajaiban.
Sumber: https://www.sggp.org.vn/mai-mot-tinh-yeu-danh-cho-sach-post828590.html






Komentar (0)