
Kaya akan tema dan material, generasi seniman muda dengan tekun menciptakan kembali ruang pegunungan dengan semangat baru, nostalgia sekaligus kontemporer. Dalam warna-warna cerah, siluet manusia, aliran sungai, atap... tergambar aspirasi untuk menemukan keseimbangan antara manusia dan alam, antara kenangan dan masa kini.
Menghadapi tantangan alam, banyak seniman muda memilih untuk berinteraksi dan mendengarkan kehidupan tangguh yang sedang bangkit kembali. Mereka melukis dataran tinggi dengan vitalitas dan keyakinan yang mendalam, mengubah seni menjadi suara yang penuh harapan. Tren menarik dapat dilihat dalam seni rupa Vietnam: semakin banyak seniman muda yang kembali ke pegunungan sebagai perjalanan emosi, estetika, dan tanggung jawab komunitas.

Dari sawah terasering di musim padi yang matang, rumah-rumah panggung yang tersembunyi di balik kabut, wajah-wajah suku yang tegas namun ramah, seniman muda ini telah melihat dalam diri mereka luapan emosi dan identitas murni. Hal itu membuat karya-karyanya tidak lagi berada dalam status "melukis tentang pegunungan" melainkan "hidup di pegunungan", mengambil inspirasi dari napas, ritme kehidupan, urat nadi bumi, jiwa manusia.
Bersamaan dengan itu, seni kontemporer juga membuka ruang bagi seniman muda untuk mengekspresikan pegunungan melalui palet warna yang cerah, kuat, bahkan abstrak dengan cara baru dalam mengekspresikan transformasi pegunungan dan hutan.

Dalam karya "Perdamaian" (lukisan cat minyak), seniman Tran Cuong memilih untuk menciptakan kembali bunga dan dedaunan musim semi di jalan pegunungan yang kecil, tempat bunga-bunga putih bermekaran di puncak pohon, jalan yang berkelok-kelok membawa pandangan jauh ke kedalaman. Warna-warna dalam lukisan itu terang dan cerah, dengan kehangatan kehidupan baru. "Perdamaian" membawa kekuatan batin yang lembut, seperti kata-kata penghiburan yang tulus yang dikirim ke dataran tinggi setelah badai dan banjir. Seniman tersebut menggunakan cat minyak yang halus, lapisan warna tipis, menciptakan transparansi, membuat penonton merasa seperti menghirup udara setelah hujan, ketika pegunungan masih basah oleh embun tetapi hati manusia telah berhenti khawatir.

"Cahaya Matahari Sore" (cat minyak di atas kanvas) - salah satu karyanya yang lain menghadirkan lukisan yang penuh kontemplasi dan kedalaman ekspresif. Dengan palet warna yang cerah namun terkendali, ia menggambarkan sekuntum bunga yang bersinar terang di bawah sinar matahari, namun menundukkan kepalanya kepada ibu pertiwi sebagai gestur rendah hati, membangkitkan filosofi tentang kehidupan dan asal-usul.
Setiap sapuan kuas dipenuhi emosi manusia tentang keindahan, mulai dari posisi membungkuk hingga tempat kelahiran. Penggunaan cahaya oleh Tran Cuong begitu kuat sekaligus halus, menyoroti harmoni antara kebanggaan dan kedamaian ketika "secercah sinar matahari" juga menghadirkan kehangatan manusia di pegunungan setelah hujan.
Dalam dua karya terbaru seniman Vu Thuy Mai, "Taman di Awan" (cat air di atas sutra) dan "Pagi di Puncak Ta Xua" (cat air di atas sutra), pengunjung disuguhi dunia lukisan yang nyata sekaligus indah, dan alam pegunungan direka ulang dengan tatapan feminin, lembut, namun kuat.
"Taman di Awan" bagaikan lagu cinta yang jernih tentang dataran tinggi. Bunga bauhinia, pohon rasberi, lereng gunung yang jauh... muncul lembut di balik sutra transparan, menciptakan nuansa kabut dan asap, yang mengandung hangatnya napas kehidupan. Vu Thuy Mai tetap setia pada gaya "warisan", menggunakan sutra sebagai material yang membangkitkan kenangan, membangkitkan napas waktu. Ia menuangkan rasa menghargai dan menyembuhkan ke dalam karyanya ketika keindahan muncul dari kerapuhan.
"Suatu pagi di puncak Ta Xua" adalah awal dari sinar matahari. Juga di atas sutra, sang seniman membuka pemandangan luas yang dipenuhi awan, rumah panggung tersembunyi, bunga pisang merah cerah, dan vas keramik pedesaan—detail yang familier sekaligus bergaya modern. Perpaduan identitas nasional dan estetika kontemporer menjadikan lukisan-lukisan Vu Thuy Mai berbeda. Awan dan bunga, daratan dan manusia melebur dalam cahaya murni, membuat penonton merasa seperti kembali pada keindahan murni dan abadi setelah badai.

Seniman Pham Thi Hong Sam membawa penonton ke ruang romantis lain dengan "The Realm of Clouds" (lukisan akrilik di atas kanvas). Di sana, awan adalah dunia pikiran. Garis-garis putih dan biru melayang di atas pegunungan, di atas kenangan, menciptakan cahaya yang berkilauan dan seperti mimpi. Lukisan-lukisan Hong Sam memiliki daya evokatif yang istimewa, mengundang penonton untuk memasuki dunia emosi ketika awan menjadi tempat bernaung bagi jiwa.
Menatap dataran tinggi dengan tatapan penuh kasih, Nguyen Ngoc Diep mempersembahkan "Guiding the Hand" (tinta, warna mineral di atas sutra). Sebuah lukisan kecil namun sangat menyentuh. Gambar seorang bayi dengan rambut tergerai bagai rumput dan pepohonan, mata jernih seakan membutuhkan seluruh cinta dan dukungan. Di atas latar belakang sutra tipis, sang seniman menatap cahaya lembut. "Guiding the Hand" juga merupakan tuntunan seni untuk mengangkat manusia dari kesedihan, dari abu bencana alam, untuk menemukan kehangatan kemanusiaan.

Berbeda dengan kelembutan palet-palet lembut, pelukis laki-laki cenderung menghadirkan rasa kembali ke roh tanah, tempat, setelah banjir, lumpur masih tersisa tetapi tunas-tunas hijau telah tumbuh.
Pelukis Nguyen Van Hung mempersembahkan "Perdamaian" (cat minyak di atas kanvas), sebuah lukisan yang sangat damai. Seekor anjing kecil duduk di beranda, matanya menatap ke arah cahaya di kejauhan, di mana terdapat seberkas sinar matahari, dan di kejauhan tampak siluet rok berkobar suku Mong. Tidak ada tragedi atau bencana, hanya momen keseharian yang menggugah emosi manusia. Dalam keheningan pegunungan, ia menciptakan kedamaian sehari-hari dari cara hidup yang terus mengalir.
Dari perspektif alam, Do Van Tiep memilih gambar khusus dalam "Paruh Lumba-lumba" (lukisan cat minyak). Puncak gunung yang menjulang tinggi menjulang di langit, warna yang kuat dan unik membangkitkan citra hutan dan laut. Sang seniman tidak menggambarkan pemandangannya, melainkan memahat posisi daratan, di mana gunung itu seperti makhluk hidup yang menghadap ke depan. Dari puncak gunung itu, penonton seolah melihat ketahanan dan kebanggaan daerah perbatasan, daratan yang, meskipun banyak tantangan, masih berdiri tegak dalam bentuk pegunungan dan manusia.

"Cloudy Days" karya Doan Xuan Tung (cat minyak di atas kanvas) menghadirkan kembali nuansa murni dan semarak. Seluruh kanvas dipenuhi warna hijau, dari dedaunan hingga pegunungan, bagaikan simfoni harapan. Lukisan-lukisannya mengingatkan kita pada optimisme abadi masyarakat pegunungan: setelah semua kesulitan, pepohonan tumbuh kembali, orang-orang menabur benih lagi, dan awan-awan masih melayang bagai pesan yang sunyi dan kuat.

Dalam "Father's Back" (lukisan cat minyak di atas kanvas), seniman Nguyen Manh Cuong menggambarkan punggung gunung di tengah lautan awan—sebuah metafora yang penuh emosi. Bentuk gunung yang kokoh dan melengkung, membangkitkan citra seorang ayah yang memikul seluruh desa di pundaknya. Ini merupakan gambaran lanskap sekaligus simbol toleransi dan semangat tanggung jawab. Melalui lukisan, sang seniman menggambarkan kepribadian negeri ini dan penduduk pegunungan yang teguh namun penuh kasih.

"Jalan Menuju Desa" (cat minyak di atas kanvas) karya Nguyen Tien Dung menghadirkan gambaran yang membuat siapa pun yang jauh merasa seperti pulang kampung. Jalan yang berkelok, sinar matahari di atap, asap yang masih mengepul dari dapur... berpadu menciptakan rasa reuni. Sang seniman sebenarnya melukis kenangan banyak orang yang telah meninggalkan pegunungan, tetapi masih menyimpan aroma tanah, suara seruling, dan hangatnya api unggun di senja hari.
Jika dilihat lebih luas, mudah untuk melihat bahwa generasi seniman muda saat ini sedang membentuk arah yang berharga: Mereka hidup dengan apa yang mereka lukis. Para seniman dalam kelompok "May May" yang disebutkan di atas, serta banyak kelompok seniman lainnya, telah pergi ke pegunungan bersama-sama, baik untuk menciptakan maupun mengorganisir kegiatan penggalangan dana, memberikan beasiswa, maupun menyumbangkan lukisan ke sekolah-sekolah dan anak-anak di dataran tinggi. Perjalanan mereka dengan kuas tidak terpisah dari kehidupan, tetapi menjadi bagian dari kebangkitan pascabencana alam, menabur iman melalui warna dan garis.
Dari aktivitas profesional itulah, melalui setiap desa, lereng gunung, sungai, dan aliran air yang masih berlumpur pascabanjir... mereka menemukan materi artistik dan yang lebih penting, makna menjadi seorang seniman. Setiap lukisan lahir untuk memperluas rasa berbagi, kenyamanan, dan mengajak orang untuk saling menyentuh dalam cinta dan harapan.
Sumber: https://nhandan.vn/mien-nui-khong-gian-sang-tao-ly-tuong-cua-the-he-hoa-si-tre-post917050.html
Komentar (0)